Beranda / Berita / Aceh / Penempatan Dewas Rumah Sakit Harus Bebas Dari Nepotisme

Penempatan Dewas Rumah Sakit Harus Bebas Dari Nepotisme

Kamis, 29 September 2022 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Dosen Administrasi Publik, Universitas Hasanuddin, Andi Ahmad Yani. [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Makassar - Kebutuhan Dewan Pengawas (Dewas) menjadi satu keharusan yang harus disegerakan ada. Hal ini tertuang dalam Pasal 56 ayat (6) Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Dewas Rumah Sakit. 

Dalam menempatkan seorang Dewas maka harus bebas daripada praktik Nepotisme dan wajib menjunjung tinggi kapasitas dan berpengalaman.

Menanggapi itu, Dialeksis.com, Kamis (29/9/2022) menghubungi Dosen Administrasi Publik, Universitas Hasanuddin, Andi Ahmad Yani melalui via telepon. 

Dia menjelaskan, Nepotisme biasanya tidak diatur secara hukum, dikarenakan lebih kepada soal etika tata kelola publik.

“Kasus ini menarik kalau dilihat dari sisi Conflict of Interest,” ujarnya. 

Lanjutnya, sebagai Dewas tentu dibutuhkan orang yang tidak hanya memiliki kapasitas, namun juga harus Independen dan tidak ada Conflict of Interest. 

“Ketika anggota Dewas sudah memiliki hubungan darah/keluarga dengan pengelola, maka itu melanggar etika Conflict of Interest yang tentu tidak sejalan dengan prinsip akuntabilitas,” sebutnya.

Dampak Conflict of Interest

Conflict of Interest bisa saja menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi. Dilansir dari laman djpb.kemenkeu.go.id, dalam artikel tersebut menjelaskan, Conflict of Interest atau Konflik Kepentingan, maka konflik kepentingan layaknya seperti hubungan afiliasi antara seorang penyelenggara negara yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa dengan calon rekanan.

“Atau situasi ketika seorang Penyelenggara Negara hendak mengambil keputusan terkait dengan sebuah lembaga di mana pejabat tersebut memiliki rangkap jabatan di lembaga tersebut adalah contoh-contoh situasi yang sering dihadapi,” tulis dalam artikel tersebut. 

Situasi tersebut berpotensi berpengaruh pada kualitas keputusan yang diambil oleh penyelenggara negara yang bersangkutan bahkan dapat mendorong terjadi tindak pidana korupsi.

Berikut beberapa sumber penyebab Conflict of Interest:

1. Gratifikasi

2. Kelemahan Sistem

3. Perangkapan Jabatan

4. Penyalahgunaan Wewenang

5. Kepentingan Pribadi

Lantas bagaimana cara menangani Conflict of Interest?, pertama harus memahami bagaimana bentuk daripada kerangka Kebijakan, seperti pendefinisian konflik kepentingan yang berpotensi membahayakan integritas lembaga atau individu. 

“Harus melihat daripada komitmen pimpinan dalam penerapan kebijakan konflik kepentingan, dan pemahaman dan kesadaran yang baik tentang konflik kepentingan untuk mendukung kepatuhan dalam penanganan konflik kepentingan,” tulis artikel tersebut.

Selanjutnya, Mengidentifikasi situasi konflik kepentingan. Kemudian, penyusunan strategi penanganan konflik kepentingan, seperti menyusun kode etik, pelatihan, arahan, serta konseling untuk mengatasi situasi-situasi konflik kepentingan, deklarasi konflik kepentingan, dan dukungan kelembagaan. 

Terakhir, penyiapan tindakan untuk menangani konflik kepentingan dengan menyiapkan serangkaian tindakan atau langkah lebih lanjut dalam menangani konflik kepentingan yang dapat digunakan sebagai pendoman oleh penyelenggara negara atau organisasi/Lembaga dimana penyelenggara negara tersebut bekerja. 

Merujuk pada Permenkes Nomor 10 Tahun 2014 tentang Dewas Rumah Sakit

Andi mengatakan, jika merujuk pada Permenkes nomor 10 tahun 2014 tentang Dewas Rumah Sakit pada Pasal 10 terkait satu syarat Dewas pada butir (e) menyebutkan Tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggara Rumah Sakit. 


“Jadi penunjukan keluarga sebagai Dewas sebenarnya sudah jelas sekali melanggar aturan ini,” ujarnya.

Menurutnya, jika karena keluarga pasti akan benturan kepentingan. "Karena keluarga pasti ada benturan kepentingan,” ujarnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda