DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pusat Riset Nilam, ARC PUI-PT Universitas Syiah Kuala (USK) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Study and Policy to Improve the Value Chain Ecosystem of Indonesian Patchouli Commodities: Implementation Coordination of Digital System Development of Patchouli Oil Industry in Aceh”, pada Kamis (21/8/2025) di Hotel Ayani, Banda Aceh.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh ARC USK dengan dukungan International Labour Organization (ILO) melalui program PROMISE II Impact, yang berfokus pada penguatan ekosistem rantai pasok minyak nilam Indonesia agar lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.
FGD ini menghadirkan perwakilan dari berbagai pemangku kepentingan, di antaranya: Biro Perekonomian Setda Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh, Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Aceh, BSI Maslahat, PT Global Mandiri USK, PT U-Green Aromatic, koperasi dan kelompok petani nilam, serta mitra UMKM.
Dalam paparannya, Dr. Syaifullah (Kepala ARC USK) menjelaskan bahwa sejak awal berdirinya ARC, gagasan digitalisasi industri nilam sudah tertuang dalam roadmap pengembangan industri nilam yang disusun tahun 2016, namun saat itu masih dianggap sebagai mimpi karena keterbatasan sumber daya teknologi dan keuangan.
Sejak 2024, ILO membantu mengembangkan ERP MyNilam, sebuah platform untuk mendeteksi rantai nilai dan rantai pasok nilam. Hari ini, ARC bersama para mitra mengevaluasi perkembangan sistem ini dan mendiskusikan langkah pengembangan berikutnya, termasuk peluang hilirisasi di Banda Aceh sebagai Kota Parfum.
Data yang terekam melalui platform digital akan menjadi dasar bagi UMKM untuk memperoleh akses permodalan yang lebih mudah.
Selain itu, entitas bisnis seperti PT U-Green Aromatic dan PT GMU kini turut berperan dalam mengekspor minyak nilam ke pasar internasional dengan tetap membawa misi kerakyatan. ARC menegaskan bahwa pihaknya selalu terbuka untuk bekerja sama dengan PT maupun UMKM lain, dengan tujuan membangun nilai dan keberlanjutan industri nilam yang berpihak pada masyarakat.
Namun tantangan utama industri nilam Aceh adalah fragmentasi rantai pasok dari hulu ke hilir, keterbatasan akses pembiayaan, serta kesulitan integrasi data lintas lembaga. Oleh karena itu, hadirnya sistem digital MyNilam/ERP menjadi solusi penting untuk integrasi supply chain, traceability, jaminan mutu, dan perluasan akses pasar global.
Perwakilan ILO, Yanis Saputra menjelaskan bahwa MyNilam adalah platform yang kita design untuk traceability untuk ekosistam nilam di Aceh dimana sistem ini akan menjadi sumber data untuk para pelaku dalan rantai pasok minyak nilam. ILO mengharapkan bahwa transformasi digital harus dirancang inklusif agar dapat digunakan langsung oleh petani dan koperasi, dengan fitur sederhana dan pendampingan berkelanjutan.
Adapun endgame dari ERP: bisa tercipta digital forum, sehingga semua aktor bisa memberikan kontribusi di ekosistem nilam ini.
Sementara itu, Diskominfo Aceh menawarkan sinkronisasi dengan kebijakan Satu Data Aceh untuk menjamin keberlanjutan sistem. Sebagai salah satu user dari MyNilam, Mitra Petani menyuarakan kebutuhan pendampingan intensif untuk menghindari kesenjangan digital.
Baik dari Biro Perekonomian Setda Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh, Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Aceh, sangat mendukung pengembangan digitalisasi rantai nilai dan pasok minyak nilam ini. Namun peran setiap dinas terkait akan menyesuaikan kebutuhan yang ada. Hal yang paling ditekankan adalah adanya kolaborasi.
FGD ini menghasilkan kesepahaman bahwa pengembangan ekosistem digital minyak nilam perlu didukung oleh penyelarasan kebijakan lintas lembaga yang mendorong hilirisasi dan promosi ekspor, serta peran kolaboratif antara pemerintah, koperasi, sektor swasta, universitas, dan lembaga keuangan.
Selain itu, implementasi teknis yang inklusif dengan dukungan infrastruktur digital di tingkat petani dan koperasi menjadi kunci agar transformasi berjalan efektif. Keberlanjutan program juga perlu dijamin melalui pemberian insentif ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dengan dukungan ILO dan program PROMISE II Impact, ekosistem digital minyak nilam diharapkan mampu memperkuat posisi Aceh sebagai produsen utama minyak nilam dunia, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani dan keberlanjutan industri berbasis kerakyatan. [*]