Beranda / Berita / Aceh / Perjalanan Ahmadi di Kasus Jual Kulit Harimau, Mulai dari OTT hingga Wajib Lapor

Perjalanan Ahmadi di Kasus Jual Kulit Harimau, Mulai dari OTT hingga Wajib Lapor

Minggu, 29 Mei 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Di saat para aktivis bidang lingkungan hidup gencar menyuarakan agar jangan ada tindakan ilegal seputar flora dan fauna di Aceh, ternyata mencuat kabar kalau orang setingkat pejabat negara dan punya pengaruh berlebih ikut terlibat dalam aksi ilegal tersebut.

Baru-baru ini, dikabarkan bahwa Mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi diciduk aparat penegak hukum atas kasus dugaan perdagangan kulit satwa liar. 

Ahmadi diringkus oleh tim Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera yang dibantu oleh Polda Aceh tanggal 24 Mei 2022 di SPBU Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

Akan tetapi, perjalanan penyelidikan dipertanyakan oleh sejumlah warga. Soalnya Ahmadi dan kawannya satu lagi dibolehkan pulang ke keluarganya namun dikenakan wajib lapor ke penyidik kantor Pos Gakkum Aceh.

Kronologi Penangkapan

Berdasarkan peristiwa penangkapan, kejadian itu berawal dari kegiatan TSL yang dilaksanakan oleh tim Balai Gakkum KLHK dan Polda Aceh pada tanggal 23 Mei 2022.

Tim memperoleh laporan dari warga bahwa ada warga Kecamatan Samar Kilang yang menawarkan satu lembar kulit harimau beserta tulang-belulangnya.

Kemudian, pada tanggal 24 Mei 2022, petugas dan tim operasi yang menyamar menjadi pembeli menuju lokasi yang disepakati yaitu di SPBU Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

Sektar pukul 04.30 WIB, tiga orang datang dan memperlihatkan selembar kulit harimau beserta tulang-tulangnya, tim langsung hendak mengamankan ketiganya, namun satu orang berhasil melarikan diri.

Dua orang yang berhasil diringkus aparat gabungan berinisial S (44) dan A (41) yang pada akhirnya terkuak bahwa inisial A merujuk pada nama Mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi melalui foto penangkapan yang beredar.

Satu orang lagi yang berhasil melarikan diri berinisial I. I diduga merupakan pelaku utama dari tindak ilegal jual beli kulit harimau. Saat ini, aparat berwenang masih mencari keberadaan I.

Gelar Perkara

Tim membawa kedua orang tersebut dan barang bukti ke Pos Gakkum Aceh di Kota Banda Aceh. Setelah Ahmadi dan S diperiksa, tim menggelar perkara di ruang rapat Polda Aceh.

Hasilnya dianggap belum jelas sehingga butuh saksi tambahan agar kasus itu terang benderang sekaligus untuk meningkatkan status hukum keduanya.

Ahmadi dan S kemudian dipulangkan ke keluarganya namun diberlakukan wajib lapor kepada penyidik di Pos Gakkum Aceh. Barang bukti selembar kulit harimau dan tulang-tulangnya telah disita aparat.

Pemberlakuan Wajib Lapor Dipertanyakan

Praktisi Hukum sekaligus Advokat, Hermanto SH menyatakan kebingungannya terhadap pemberlakuan wajib lapor atas terduga Ahmadi dan S. 

Soalnya, kata Hermanto, merujuk pada KUHAP yang kemudian disempurnakan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, disebutkan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan:

(1) Minimal dua alat bukti sebagaima dimuat dalam Pasal 184 KUHAP;

(2) Disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.

Kemudian, Pasal 21 ayat (1) KUHAP berbunyi bahwa perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

Menurut Hermanto, sepantasnya penyidik kasus jual beli kulit harimau itu langsung menetapkan Ahmadi dan kawannya sebagai tersangka.

“Seharusnya penyidik bisa langsung menetapkan pelaku menjadi tersangka dan melakukan penahanan terhadap pelaku, bukan justru melapas pelaku dan dibebankan wajib lapor,” sebut Hermanto kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (27/5/2022).

Hermanto juga berharap agar Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera bisa terbuka kepada publik terkait penanganan perkara jual beli kulit harimau, sehingga publik bisa tahu bagaimana proses hukum berjalan untuk pelaku dan jangan ada kesan kalau kasus ini ditutup-tutupi.

Selain Hermanto, Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) juga ikut mengkritik dan mempertanyakan profesionalitas lembaga tersebut. 

Manager Program LSGK Missi Muizzan dalam keterangannya kepada wartawan menyatakan bahwa tindakan melepaskan Ahmadi dan kawannya S dengan syarat wajib lapor memunculkan kecurigaan bagi publik.

“Atas dasar apa kedua terduga dapat dilepaskan. Bukannya ketika dilakukan penangkapan juga ditemukan barang bukti berupa kulit dan tulang-belulang harimau Sumatera dari kedua terduga," kata Missi Muizzan, Jumat (27/5/2022) sebagaimana dikutip dari Harian Detikcom.

Missi mempertanyakan keseriusan dan komitmen Gakkum KLHK terkait penegakan hukum terhadap Ahmadi dan kawannya S terkait dugaan penjualan kulit harimau. LSGK juga mendesak Polda Aceh mengambil alih kasus itu bila Balai Gakkum tidak mampu menanganinya.(Akhyar)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda