Senin, 18 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pesan Juha Christensen untuk Generasi Muda Aceh, Jaga Damai Lewat Dialog

Pesan Juha Christensen untuk Generasi Muda Aceh, Jaga Damai Lewat Dialog

Minggu, 17 Agustus 2025 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Juha Christensen, inisiator proses perundingan RI-GAM dan mediator perdamaian Aceh di Helsinki tahun 2005. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dua puluh tahun setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), salah satu sosok penting yang berada di balik lahirnya kesepakatan bersejarah itu, Juha Christensen, aktivis perdamaian asal Finlandia dan Martti Ahtisaari, Mantan Presiden Finlandia sebagai Mediator Perdamaian Aceh 2005.

Kali ini media dialeksis.com berkesempatan mendapatkan wawancara dengan Juha Christensen di Banda Aceh, Sabtu (16/8/2025). Juha Christensen menyampaikan pesan untuk masyarakat Aceh, khususnya generasi muda.

Menurut Juha, pendidikan merupakan kunci utama untuk memastikan perdamaian Aceh terus bersemi hingga masa depan.

“Untuk anak muda, apakah di SD, SMP, SMA, atau kuliah, pendidikan itu penting sekali. Itu adalah dasar untuk semua daerah ke masa depan. Artinya kita harus fokus penuh pada pendidikan,” ujar Juha dalam wawancara khusus media dialeksis.com.

Menurut pengusaha asal Finlandia yang menjadi inisiator sekaligus mediator perdamaian Aceh di Helsinki pada 2005 itu, pendidikan tidak hanya membekali pengetahuan, melainkan juga membangun karakter generasi baru agar mampu menjaga nilai-nilai perdamaian.

Ia menegaskan, tanpa pendidikan yang baik, sebuah masyarakat berpotensi kembali terjebak dalam siklus konflik.

Juha mengingatkan bahwa sejarah dunia menunjukkan, konflik bisa muncul kapan saja. Namun, Aceh telah memberi teladan bahwa perbedaan dapat diselesaikan lewat dialog, bukan senjata.

“Sejarah tidak selalu lurus di dunia dan ada konflik di mana-mana. Tapi kita harus ingat, kita tidak mau konflik terulang. Kita harus cari jalur bagaimana bisa musyawarah, bisa dialog sampai perbedaan pendapat bisa selesai,” tegasnya.

Ia menambahkan, pengalaman Aceh bisa menjadi referensi berharga bagi negara-negara lain.

“Saya kira apa yang sudah kita lakukan di Aceh bagus, tetapi kita bisa memperbaikinya. Salah satu faktor penting adalah pemerintahan yang profesional. Dan bagian dari pemerintahan profesional adalah adanya sistem audit. Semua anggaran harus diaudit agar benar-benar digunakan sesuai peruntukannya,” jelasnya.

Juha juga menganalogikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang yang tidak akan pernah merugikan. “Untuk investasi di sektor pendidikan itu adalah seperti taruh uang di bank. Hasilnya akan kembali untuk kemajuan masyarakat,” kata Juha.

Ia berharap pemerintah di semua level dapat menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas pembangunan, sebab hanya dengan generasi yang berilmu dan berkarakter, damai Aceh bisa terjaga hingga masa depan.

Mengenang kembali perjalanan panjang Aceh, Juha menilai transformasi yang terjadi selama dua dekade terakhir begitu luar biasa.

“Kalau kita bandingkan waktu konflik dulu dengan sekarang, perbedaannya seperti malam dan siang. Kita punya progres luar biasa. Dan saya yakin, tidak ada opsi lain. Kita harus lanjutkan jalur perdamaian dan tidak pernah ada opsi lagi untuk konflik bersenjata,” ujarnya.

Ia mengingatkan, capaian dua dekade damai bukanlah sesuatu yang bisa diambil enteng. Proses ini, kata Juha, adalah hasil dari pengorbanan panjang, darah, air mata, dan keberanian semua pihak untuk menempuh jalan dialog.

Bagi Juha, keberhasilan mempertahankan perdamaian Aceh selama 20 tahun adalah prestasi besar yang jarang ditemui di dunia.

Namun, ia menegaskan bahwa tugas mempertahankan dan memperkuat damai kini ada di tangan generasi muda Aceh.

“Generasi sekarang harus sadar bahwa mereka mewarisi sesuatu yang sangat mahal. Jangan sia-siakan itu. Perbedaan pendapat pasti ada, tapi jangan sampai kembali ke jalan konflik. Dialog adalah kuncinya,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI