Beranda / Berita / Aceh / Pidato, Dokumen Resmi Bermuatan Sejarah

Pidato, Dokumen Resmi Bermuatan Sejarah

Jum`at, 05 April 2019 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pidato adalah dokumen resmi dan memiliki muatan sejarah. Oleh karena itu, pidato memiliki peran penting dan strategis dalam sebuah pemerintahan karena banyak mengandung arahan dan kebijakan, yang wajib dipahami dan dijalankan.

Penegasan tersebut disampaikan oleh Iskandar AP, selaku Asisten Gubernur Bidang Keistimewaan Aceh, SDM dan Kerjasama, saat membacakan sambutan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, Helvizar Ibrahim, pada acara Workshop Penyusunan Naskah Pidato di Lingkup Pemerintahan Aceh, Kamis (4/4/2019) pagi.

"Dalam konteks pemerintahan, pidato memiliki posisi yang sangat penting dan strategis, karena setiap pidato yang dibacakan akan menjadi dokumen resmi dan memiliki muatan sejarah. Sebuah pidato juga merekam jejak pembangunan, mengandung arahan dan kebijakan, yang wajib dijalankan, terlebih jika objek pidato adalah para aparatur pemerintahan," ujar Iskandar.

Iskandar menambahkan, seiring perkembangan zaman, pola komunikasi pun turut mengalami banyak perubahan. Untuk itu, maka pola penyusunan pidato resmi pemerintahan pun dituntut untuk bisa menyesuaikan diri.

"Saat ini, tren pidato yang disukai adalah pidato yang singkat dan padat. Ini pula yang menjelaskan, mengapa Surat edaran Sekretaris Kabinet Nomor 750/Seskab/Polhukam/2016 meminta agar para menteri dan pimpinan lembaga berpidato paling lama tujuh menit, di depan Presiden," ungkap Iskandar.

Namun, sambung Iskandar, ada kalanya pidato pemerintah dibuat panjang, atau sebaliknya, sesuai dengan konteks dan situasi ketika pidato disampaikan. Selain itu, pidato resmi pemerintahan yang disampaikan di depan masyarakat luas, juga dituntut memiliki muatan data dan kebijakan yang relevan.

Iskandar mencontohkan, saat menyampaikan pidato terkait pertanian, maka pidato yang dipersiapkan harus bermuatan solusi terhadap masalah yang dialami sektor pertanian, dan juga data terkait upaya yang telah dilakukan, serta program pertanian apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah di masa yang akan datang.

"Jika pidato disusun dan disampaikan dengan runut, serta dilengkapi dengan data penunjang yang relevan, maka khalayak akan lebih mudah dipahami. Keuntungan lainnya adalah awak media media akan dengan mudah mengutip bahan pidato sebagai bahan pemberitaan mereka," imbuh Iskandar.

Iskandar meyakini, jika pidato mudah dicerna, maka masyarakat akan mudah memahami berbagai program pembangunan yang sedang berjalan. Dengan demikian, dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap program-program pembangunan pun akan mengalir.

Untuk merumuskan pidato yang kaya data, Iskandar menyarankan agar masing-masing Satuan Kerja Perangkat Aceh, sebagai lembaga yang memiliki data pembangunan di masing-masing sektor, memiliki setidaknya satu orang aparatur, yang menguasai data dan mampu menyusunnya dalam bentuk naskah pidato.

"Karena itu, kami menyambut baik dilaksanakannya workshop penyusunan pidato tahun 2019 oleh Biro Humas dan protokol ini. Disadari atau tidak, mau tidak mau, kerja-kerja kehumasan tetap akan menghiasi jalannya program-program di setiap SKPA, termasuk salah satunya penyusunan naskah pidato pimpinan," kata Iskandar.

Untuk itu, Iskandar menyarankan para peserta yang berasal dari perwakilan SKPA untuk dapat mengikuti workshop ini dengan sebaik-baiknya. "Harapan kami, dengan adanya workshop ini, naskah pidato pimpinan ke depan akan semakin bernas dan berkualitas, sesuai dengan tema workshop kita hari ini," pungkas Iskandar AP.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Rahmad Raden, dalam sambutannya menegaskan, bahwa fungsi kehumasan tidak hanya menjadi tugas Biro Humas dan Protokol, tetapi melekat pada setiap instansi di lingkungan Pemerintah Aceh.

"Meskipun mungkin tidak secara struktural, namun fungsi kehumasan tidak semata melekat pada Biro Humas dan Protokol Setda Aceh tetapi juga menjadi tugas masing-masing SKPA," ujar Rahmad, saat menyampaikan laporan kegiatan.

Rahmad menjelaskan, kegiatan yang berlangsung selama sehari penuh ini diikuti oleh 90 orang peserta. Workshop Penyusunan Naskah Pidato di Lingkup Pemerintahan Aceh ini menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Kasubbag materi Rapat pada Biro Administrasi Pimpinan Setjen Kementerian Dalam Negeri Afrizal Dahrin dan Juru Bicara Pemerintah Aceh Wiratmadinata. (h)



Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda