DIALEKSIS.COM | Calang - Tokoh Muda Aceh Jaya Nasri Saputra meminta aparat penegak hukum (APH) di Aceh khususnya Polda Aceh untuk mengungkapkan tudingan DPR Aceh yang menyatakan ada oknum penegak hukum di Aceh menerima setoran Rp360 miliar dari para pelaku tambang ilegal di Aceh.
"Kita meminta Polda Aceh untuk segera menyelidiki dan mengusut tuntas secara terbuka serta transparan dugaan adanya oknum penegak hukum menerima ratusan milyar dari tambang ilegal di Aceh sebagaima temuan pansus DPRA, kami berpikir ini temuan yang sangat menggemparkan publik, maka oleh karenanya siapapun oknum yang terlibat dan terbukti patut dimintai petanggungjawaban dan mempertangungjawabkan tindakan pelanggaran hukum yang ia lakukan", kata pria sapaan akrab Poen Check kepada awak media, Kamis (25/9/2025).
Menurut Poen Check, tambang ilegal yang selama ini terkesan berjalan mulus di Aceh telah merugikan Aceh dan masyarakat. Ia juga berharap Kapolda Aceh untuk tegas menindak siapapun oknum penegak hukum yang terlibat melindungi dan menerima setoran haram dari para pelaku tambang ilegal di Aceh.
"Kita minta Kapolda Aceh serius dan tegas untuk mengambil tindakan pengusutan, kita meyakini Kapolda selaku putra Aceh masih memiliki ruh ke-Acehannya untuk menindak pelaku yang telah merugikan Aceh dan masyarakat". Pungkas Poen Check.
Selama ini, aktivitas tambang ilegal di Aceh bukan hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menimbulkan konflik sosial di masyarakat.
Sebelumnya diberitakan, Panitia Khusus (Pansus) minerba dan batubara serta minyak dan gas DPR Aceh menemukan fakta terkait maraknya aktivitas tambang ilegal di provinsi Aceh.
Sedikitnya terdapat 450 titik tambang ilegal yang beroperasi dengan 1.000 unit excavator bekerja secara aktif.
Sekretaris Pansus DPR Aceh, Nurdiansyah Alasta, mengungkapkan setiap excavator diwajibkan menyetor Rp 30 juta per bulan kepada oknum penegak hukum di wilayah kerja masing-masing. Setoran itu disebut sebagai uang keamanan agar operasi tambang ilegal bisa terus berjalan tanpa hambatan.
“Jika dikalkulasikan, jumlah uang haram yang terkumpul mencapai Rp 360 miliar per tahun. Praktik ini sudah berlangsung lama, dibiarkan tanpa ada upaya serius untuk memberantasnya,” kata Nurdiansyah dalam paripurna di DPR Aceh, Kamis (25/9/2025).
Menurut Pansus, pola setoran ini menunjukkan adanya pembiaran sistematis yang melibatkan aparat di lapangan. Alhasil, daerah justru kehilangan potensi pendapatan besar dari sektor tambang yang seharusnya bisa dikelola secara legal untuk masyarakat.
Ditambahkan Poen Check, oknum penegak hukum yang melindungi dan menerima setoran dari tambang ilegal melanggar beberapa undang-undang, terutama terkait tindak pidana korupsi dan pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Tindakan ini dapat dijerat dengan hukuman berat karena merusak lingkungan dan merugikan negara.
"Oknum penegak hukum yang terbukti melanggar dan merima setoran tambang ilegal dapat dijerat Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001 (perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999), karena menerima suap atau gratifikasi untuk melindungi tambang ilegal", papar Nasri
Selain itu kata Nasri, oknum penegak hukum yang melindungi dan menerima setoran dari tambang ilegal juga melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 (perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009) yang mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hukuman yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. [*]