Beranda / Berita / Aceh / Polemik Kuota 120 Persen Bacaleg Bagi Parlok, Jubir PA: Masalah Sering Terjadi Akibat Keraguan KIP Aceh

Polemik Kuota 120 Persen Bacaleg Bagi Parlok, Jubir PA: Masalah Sering Terjadi Akibat Keraguan KIP Aceh

Rabu, 21 Desember 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Keputusan jumlah kuota pengajuan bakal calon legislatif (bacaleg) untuk anggota DPR Aceh dan DPRK sedang dinanti-nantikan. Hal ini karena Aceh tak ingin pengalaman Pemilu 2019 terulang kembali yang mana sempat terjadi selisih paham mengenai jumlah kuota pengajuan bacaleg untuk partai politik lokal (parlok). 

Diketahui bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan partai politik untuk memperhatikan kuota pengajuan bacaleg paling banyak 100 persen dari jumlah kursi di daerah pemilihan. Hanya saja karena di Aceh terakomodasi parlok yang mana di dalam Qanun Aceh No.3/2008 tentang Partai Politik Lokal Peserta Pemilu Anggota DPRA dan DPRK, disebutkan bahwa daftar bacaleg dari parlok memuat kuota paling banyak 120 persen dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan, dan memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.

Saat dihubungi, Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri menyatakan bahwa persolan mengenai kuota pengajuan bacaleg untuk parlok pada Pemilu 2024 hanya bisa dijawab oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh selaku penyelenggara Pemilu.

“Kayaknya sih masih seperti Pemilu 2019, tetapi teknisnya lewat penetapan keputusan KIP. Namun apakah KIP sudah mengeluarkan terkait hal ini atau belum. Pertanyaan ini hanya lembaga KIP yang bisa jawab,” ujar Nurzahri kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (21/12/2022).

Nurzahri menyatakan, Partai Aceh sebagai peserta Pemilu sangat menghormati aturan. Dijelaskan olehnya, pada Pemilu 2019 sempat terjadi selisih paham tentang pengajuan bacaleg antara DPR Aceh dengan KIP Aceh, karena pada waktu itu KPU melampirkan surat yang mana menyebutkan kuota bacaleg adalah 100 persen.

“Persoalan kuota 120 persen ini di Pemilu 2019 memang sempat ada ketegangan, tapi itu terjadi antara DPR Aceh dengan KIP Aceh. Kami sebagai peserta Pemilu mengikuti aturan yang ditetapkan. Prinsip kekhususan Aceh bukan hanya di masalah 120 persen saja, tetapi ada syarat tambahan seperti tes baca Alquran yang mana persyaratan tersebut berbeda dengan nasional,” tutur Nurzahri.

Jubir Partai Aceh itu kembali mengingatkan bahwa KIP Aceh punya kewenangan khusus yang diamanatkan undang-undang, yang mana bisa menetapkan sendiri tanpa intervensi dari KPU, karena KIP Aceh walaupun bagian dari KPU RI tetapi sifatnya independen.

Menurutnya, KIP Aceh harus punya keberanian untuk menjalankan wewenang yang diberikan undang-undang, karena polemik Pemilu 2019 dan Pemilu 2014 terjadi akibat munculnya keragu-raguan dari komisioner KIP Aceh.

“Penetapan kuota 120 persen di Pemilu 2019 memang agak berlarut-larut, tetapi akhirnya ditetapkan juga menjadi 120 persen. Kalau saja KIP Aceh punya keberanian untuk menetapkan di awal, pasti tidak akan muncul polemik di kemudian hari,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Komisioner KIP Aceh, Munawarsyah menyatakan bahwa untuk Pemilu 2024 kemungkinan penerimaan pengajuan bacaleg dari parlok maupun parnas akan tetap mengikuti alur dari pengalaman Pemilu 2019.

“Untuk saat ini belum ada PKPU baru tentang pencalonan Pemilu 2024. Jika merujuk pada apa yang diterapkan pada Pemilu 2019, KPU hanya mengakomodir pengajuan 120 persen bacaleg dari parlok dan tetap 100 persen untuk parnas,” jelas Munawarsyah kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (21/12/2022).(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda