Rabu, 14 Mei 2025
Beranda / Berita / Aceh / Ratusan Penyandang Thalasemia di Aceh Peringati Hari Thalasemia Sedunia

Ratusan Penyandang Thalasemia di Aceh Peringati Hari Thalasemia Sedunia

Rabu, 14 Mei 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Founder Yayasan Darah untuk Aceh, Nurjannah Husien. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ratusan penyandang thalasemia di Aceh berkumpul dalam peringatan Hari Thalasemia Sedunia yang diperingati setiap 8 Mei. 

Kegiatan yang digagas oleh Yayasan Darah untuk Aceh ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga sarat dengan pesan untuk meningkatkan kesadaran publik dan perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan hidup para penyandang thalasemia di Aceh.

Founder Yayasan Darah untuk Aceh, Nurjannah Husien, menegaskan bahwa hingga tahun 2025, Aceh masih menduduki peringkat tertinggi penyandang carrier thalasemia di Indonesia.

“Kondisi ini tentu memprihatinkan. Di satu sisi, kita sedang menyongsong generasi emas Indonesia. Namun, jika banyak anak muda menjadi penyandang thalasemia dan tidak mendapatkan perhatian yang layak, maka bisa dipastikan Aceh akan kehilangan generasi produktif dalam dua dekade ke depan,” ujar Nurjannah saat memberi sambutan dalam acara Family Gathering Thalasemia Aceh, Selasa malam (13/5/2025).

Ia menyoroti pentingnya regulasi inklusif dari Pemerintah Aceh agar penyandang thalasemia bisa ikut berkompetisi di dunia kerja. Banyak di antara mereka gagal dalam proses seleksi karena tersandung syarat administrasi berupa surat keterangan sehat.

“Tema peringatan tahun ini, ‘Menyatukan Komunitas, Memprioritaskan Pasien,’ adalah isyarat bagi kita semua agar mendampingi para penyandang dalam meningkatkan kualitas hidup secara fisik dan mental. Mereka harus diberi akses yang setara dalam pendidikan dan pekerjaan,” ujarnya.

Nurjannah juga menyoroti banyaknya penyandang thalasemia yang berprestasi secara akademik. Tidak sedikit dari mereka berhasil meraih gelar sarjana dengan nilai sangat baik, namun tetap kesulitan memperoleh pekerjaan. Meski begitu, ada kabar baik: beberapa penyandang berhasil lolos menjadi pegawai PPPK dan CPNS pada tahun ini. Ia berharap hal tersebut menjadi awal dari perubahan yang lebih luas.

Salah seorang penyandang thalasemia di Aceh, Surya Riski, menyampaikan pesan inspiratif dalam peringatan tersebut. Ia mendorong rekan-rekan sesama penyandang untuk mulai membangun cara pandang baru terhadap diri mereka sendiri.

“Jangan lagi terlalu fokus pada bagaimana orang melihat kita. Yang paling penting adalah bagaimana kita memandang diri kita sendiri, agar tercipta semangat positif yang bisa memotivasi untuk hidup produktif seperti orang lain,” kata Riski.

Sementara itu, Kepala Instalasi Sentra Thalasemia dan Hemofili Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA), dr Heru Noviat Herdata, Sp.A, menyampaikan bahwa saat ini terdapat sekitar 500 penyandang thalasemia yang rutin menjalani transfusi darah di RSUDZA Banda Aceh.

“Mereka ini tidak sakit. Hanya saja tubuh mereka tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal, sehingga harus melakukan transfusi darah secara berkala. Mereka tetap bisa beraktivitas seperti anak-anak lainnya,” ujar Heru.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, Iman Murahman, MKM, menambahkan bahwa pihaknya kini tengah mendorong layanan pemeriksaan darah secara gratis. Pemeriksaan tersebut diutamakan bagi calon pengantin, ibu hamil, dan balita sebagai langkah pencegahan dini.

“Dengan deteksi dini, kita bisa mengetahui apakah seseorang membawa sifat thalasemia. Langkah ini penting agar penularan secara genetik bisa dicegah dan ditangani lebih cepat,” ujarnya.

Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan umur sel darah merah lebih pendek dari normal. Penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah seumur hidup. Indonesia termasuk dalam wilayah sabuk thalasemia, dengan prevalensi yang cukup tinggi. Berdasarkan data WHO, sekitar 3-10 persen populasi dunia membawa sifat β-thalasemia dan 2,6-11 persen membawa sifat α-thalasemia.

Di Aceh, menurut Riskesdas 2007, prevalensi thalasemia mencapai 13,4 persen”tertinggi di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI pada awal 2024 mencatat ada 673 penyintas thalasemia di Aceh, namun jumlah sebenarnya diperkirakan sudah melebihi 1.000 orang. Fenomena ini terus meningkat, sebagian besar disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya skrining pranikah dan minimnya kebijakan pemerintah untuk melakukan pencegahan secara sistemik.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
diskes
hardiknas