DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Seksi Kesehatan Jiwa sekaligus Dokter Spesialis Jiwa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, dr. Malawati, Sp.KJ, mengatakan program Aceh Bebas Pasung merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan kemanusiaan untuk memulihkan harkat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
“Tujuan utama dari program lepas pasung ini sudah pasti untuk membebaskan mereka yang selama ini terpasung dan tidak bisa beraktivitas, bekerja, atau berkumpul dengan baik bersama keluarganya,” ujar dr. Malawati kepada media dialeksis.com, Senin, 10 November 2025.
Menurut data yang dihimpun RSJ Aceh, sepanjang tahun 2025 terdapat 114 kasus pasung di seluruh Aceh yang berhasil diidentifikasi dan ditangani melalui program lepas pasung. Saat ini, ada sekitar 79 pasien dari 10 kabupaten dan kota di Aceh telah dijemput oleh pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh.
Sebagian besar pasien kemudian dirawat inap di rumah sakit untuk mendapatkan terapi medis dan rehabilitasi sosial.
Menurutnya, sasaran program ini mencakup seluruh masyarakat Aceh, terutama daerah-daerah dengan angka pemasungan yang masih tinggi seperti Aceh Timur.
Program ini merupakan kerja sama antara pemerintah daerah, Kementerian Kesehatan, dan Rumah Sakit Jiwa Aceh.
“Kami telah melakukan kegiatan serupa di beberapa kabupaten lain. Pasien yang sudah lama dipasung, bahkan ada yang puluhan tahun, kami bebaskan dan rawat di rumah sakit,” jelasnya.
Namun, di balik keberhasilan itu, dr. Malawati mengungkapkan adanya tantangan besar: repasung, yaitu kondisi ketika pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit dan dinyatakan membaik, kembali dipasung setelah pulang ke rumah.
“Repasung ini terjadi karena stigma masyarakat dan keluarga sendiri. Mereka menganggap ODGJ mengganggu, padahal yang dibutuhkan adalah dukungan dan pengertian. Kadang keluarga sudah berusaha memberikan obat, tapi pasien tidak mau minum, kemudian mulai mengganggu atau membahayakan diri sendiri dan orang lain. Akhirnya mereka memilih jalan terakhir: memasung,” terangnya.
Faktor ekonomi dan jarak juga menjadi alasan. Banyak keluarga yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan jiwa dan tidak memiliki biaya transportasi atau pendampingan pasien.
“Mereka pikir cara tercepat dan paling aman adalah pasung, padahal itu justru memperparah kondisi pasien,” tambahnya.
Harapan besar disampaikan oleh dr. Malawati agar ke depan Aceh benar-benar menjadi provinsi bebas pasung selamanya.
“Kita ingin tidak ada lagi ODGJ yang dipasung. Setelah dirawat dan pulang ke rumah, mereka bisa kembali hidup normal di komunitasnya tanpa ada kasus repasung,” ujarnya penuh harap.
Untuk mencapai cita-cita itu, ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, rumah sakit, keluarga, dan masyarakat.
“Yang bisa mencegah pasung kembali bukan hanya rumah sakit atau pemerintah, tapi juga dukungan lingkungan sekitar. Keluarga perlu diberi pemahaman bahwa ODGJ juga manusia yang bisa sembuh dan berfungsi seperti biasa. Mereka perlu diberi kegiatan, pekerjaan, dan rasa diterima,” tegasnya.
Menurutnya, menghapus pasung bukan hanya soal membuka rantai dari kaki dan tangan pasien, tetapi juga membuka rantai stigma dalam pikiran masyarakat.
“Selama stigma itu belum hilang, pasung bisa saja terjadi kembali. Maka tugas kita bersama adalah menciptakan lingkungan yang ramah bagi ODGJ,” tutup dr. Malawati.