Beranda / Berita / Aceh / Tahanan MS Bireuen Melarikan Diri, PAKAR: Aparat Penegak Hukum Bisa Dijerat Hukum

Tahanan MS Bireuen Melarikan Diri, PAKAR: Aparat Penegak Hukum Bisa Dijerat Hukum

Rabu, 16 Maret 2022 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Direktur Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh Muhammad Khaidir. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kalangan masyarakat mempertanyakan mengapa tahanan Mahkamah Syariah (MS) Bireuen atas kasus pemerkosaan, M.Nur Bin Daud dapat kabur melarikan diri jelang agenda sidang pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Direktur Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh Muhammad Khaidir, Jika aparat penegak hukum dengan sengaja (dolus) meloloskan tahanan tanpa alasan yang sah atau polisi lalai (culpa) dalam menjalankan tugasnya sehingga tahanan berhasil melarikan diri, maka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 426 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Disebutkan dalam KUHP, seorang pejabat yang diberi tugas menjaga orang yang dirampas kemerdekaannya atas perintah penguasa umum atau atas putusan atau ketetapan pengadilan, dengan sengaja membiarkan orang itu melarikan diri atau dengan sengaja melepaskannya, atau memberi pertolongan pada waktu dilepas atau melarikan diri, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Jika orang itu lari, dilepaskan, atau melepaskan diri karena kesalahan (kealpaan), maka yang bersangkutan diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

“Hal itu juga diatur dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, pidana denda dalam KUHP dikalikan 1000 kali . Oknum yang terbukti secara hukum dengan sengaja membantu atau melepaskan tahanan dapat diancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, sedangkan jika tahanan berhasil melarikan diri karena faktor kelalaian atau kelengahan petugas/pejabat hukum, maka yang bersangkutan diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4,5 juta,” jelas Khaidir. 

Adapun sanksi bagi narapida kabur selama masa tahanan, Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dalam regulasi tersebut diatur tegas melarang narapidana dan tahanan melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian. 

Apabila narapidana melanggar aturan tersebut maka akan dijatuhi sanksi disiplin berupa penempatan dalam sel pengasingan selama 6 (enam) hari dan dapat diperpanjang menjadi 12 (dua belas) hari. 

Namun dalam penerapannya narapidana ditempatkan di ruang isolasi selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sampai batas waktu yang tidak ditentukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

“Oleh karena itu, perlu di usut tuntas apakah kaburnya tahanan tersebut karena unsur kesengajaan atau karena adanya kelalaian dari aparat penegak hukum. Bila ada unsur unsur tersebut, masyarakat mendesak agar oknum diproses sesuai ketentuan berlaku. Selain itu aparat juga perlu secepat mungkin melacak dan menemukan tahanan yang kabur tersebut sebelum terjadi sesuatu hal yang diinginkan dikemudian hari,” pungkas khaidir. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda