DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rencana pembangunan lanjutan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yulidin Away, Tapaktuan, Aceh Selatan, kembali kandas.
Pemerintah Aceh membatalkan tender proyek senilai Rp15,9 miliar itu, meskipun pemenang sudah diumumkan secara resmi melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Keputusan ini langsung menuai kecaman keras dari Kaukus Pemuda Aceh (KPA).
Organisasi tersebut menilai langkah Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf alias Mualem, mencerminkan lemahnya manajemen anggaran sekaligus abainya pemerintah terhadap kebutuhan dasar masyarakat, terutama di kawasan barat selatan Aceh.
“Ini menunjukkan pejabat Pemerintah Aceh tidak punya tanggung jawab dan hati nurani terhadap kebutuhan dasar masyarakat. Seolah-olah gagalnya sebuah kegiatan publik tidak menjadi persoalan serius,” kata Hasbar, perwakilan KPA kepada media dialeksis.com, Selasa, 23 September 2025.
Berdasarkan data LPSE Aceh, PT Tsaraya Bangun Abadi telah ditetapkan sebagai pemenang tender dengan penawaran Rp15,62 miliar. Namun secara mengejutkan, proyek tersebut justru dibatalkan tanpa ada penjelasan terbuka dari Pemerintah Aceh.
Menurut KPA, pembatalan ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan akibat buruknya perencanaan sejak awal.
“Kenapa tender baru dilakukan di ujung tahun anggaran? Sekda Aceh sebagai penanggung jawab anggaran seharusnya melakukan evaluasi mingguan agar serapan bisa dipantau dan kendala segera diatasi. Kinerja Pemerintah Aceh layak diberi rapor merah,” ujar Hasbar.
RSUD Yulidin Away sejatinya dirancang sebagai rumah sakit rujukan regional untuk melayani empat daerah sekaligus: Aceh Selatan, Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam.
Namun pembatalan pembangunan lanjutan ini kembali membuat layanan kesehatan mendesak di kawasan tersebut terbengkalai.
Selama ini, banyak pasien dari barat selatan harus menempuh perjalanan panjang hingga ke Banda Aceh atau bahkan ke Medan, Sumatera Utara, untuk mendapatkan pelayanan medis yang lebih lengkap. Kondisi ini tak jarang menambah beban penderitaan pasien dan keluarga.
“Bayangkan, masyarakat yang sedang berjuang melawan penyakit harus pula menanggung jarak tempuh beratus-ratus kilometer. Pemerintah Aceh mestinya peka, bukan malah membiarkan proyek strategis seperti ini gagal,” tegas Hasbar.
KPA tak hanya menyoroti aspek teknis, tetapi juga mengangkat sentimen lama soal ketidakadilan pembangunan di Aceh. Mereka menyindir, seolah-olah barat selatan baru akan diperhatikan jika memilih jalan ekstrem.
“Jangan hanya pengadaan barang yang banyak untungnya dikebut, sementara proyek untuk rakyat dibiarkan gagal. Ini pelecehan terhadap kebutuhan dasar rakyat. Jika terus dianak-tirikan, kami dari wilayah barat selatan minta pisah dari Provinsi Aceh,” pungkas Hasbar.