Beranda / Berita / Aceh / Tentang Pasokan Dan Kebutuhan Kayu Aceh

Tentang Pasokan Dan Kebutuhan Kayu Aceh

Sabtu, 10 November 2018 13:52 WIB

Font: Ukuran: - +

peneliti SICCR-TAC, Depi Susilawati

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pentingnya mengetahui jumlah riil pasokan dan kebutuhan kayu di Aceh adalah suatu keniscayaan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang tentu berbanding lurus dengan meningkatnya permintaan akan bahan baku kayu.

Namun, masalahnya Provinsi Aceh belum memiliki data dan angka berdasarkan fakta mengenai fenomena need dan supply kayu. Hal tersebut mengemuka pada suatu diskusi kelompok terarah atau focus group discussion mengenai pasokan dan kebutuhan kayu di Provinsi Aceh yang digelar pada hari Jumat (9/11/2018) di Banda Aceh yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh.

Diskusi yang didukung oleh Uni Eropa melalui proyek Support to Indonesia’s Climate Change Response- Technical Assistant Component (SICCR-TAC) ini menjadi suatu langkah awal yang signifikan dalam pembuatan kebijakan tentang perkayuan di Aceh.

Seperti yang diungkap oleh M. Daud, S.Hut, M.Si, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam, DLHK Aceh saat membuka acara tersebut berharap adanya data yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Jika kita punya datanya, ini merupakan suatu kemajuan di bidang kehutanan, sehingga menjadi masukan penting bagi dinas atau pemerintah Aceh dalam pembuatan kebijakan" ungkap M. Daud.

Untuk itu ia mengharapkan semua pihak pemangku kepentingan pada diskusi terbatas itu dapat memberikan dukungan dan informasi terkait penelitian yang sedang dilakukan dan diketuai oleh peneliti SICCR-TAC, Depi Susilawati tersebut.

Dalam paparan rencana penelitiannya, Depi Susilawati memaparkan sekilas tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) serta kajian-kajian sebelumnya.

Menurutnya, desain kebijakan tentang sistem ini terjadi dengan sangat dinamis, di mana ada pelibatan multipihak baik pemerintah maupun non-pemerintah, walaupun masih kurang memperhatikan hak-hak komunitas yang ada.

Kendala lain yang terjadi adalah masih belum adanya insentif pasar, serta kelemahan dalam proses audit yang lebih fokus dalam membuat check list dokumen. Masalah lain yang ditemukan yaitu masih maraknya praktik-praktik korupsi dan masih berlangsungnya kegiatan illegal logging.

Aceh sendiri telah menginisiasi kebijakan penghentian penebangan hutan atau moratorium melalui instruksi gubernur Aceh Irwandy Yusuf pada tahun 2007. Untuk itu, perlu dilakukan suatu evaluasi terhadap kebijakan moratorium tersebut mengingat dinamika perubahan yang terjadi serta periode waktunya sudah lebih dari 10 tahun.

Depi juga memaparkan sumber pasokan dan kebutuhan kayu saat ini di Aceh. Pasokan kayu saat ini diantaranya berasal dari hutan tanaman industri, izin pemanfaatan kayu, hak atas tanah, hutan hak atau kayu budidaya, dari luar Aceh seperti Pulau Jawa untuk jenis furniture Jepara dan dari Medan untuk jenis blockboard dan plywood.

"Di sisi lain, potensi pasokan kayu belum dimanfaatkan secara optimal, seperti melalui hutan produksi selain yang sudah dibebani izin HTI dan perhutanan sosial," papar peneliti yang juga sedang menyelesaikan program doktoralnya pada salah satu universitas di Australia.

Selain belum adanya data tentang pasokan kayu, data tentang kebutuhan kayu juga belum tersaji secara pasti. Walaupun kita dapat menemukan ada banyak sektor baik individu atau keluarga hingga usaha atau industri yang membutuhkan kayu.

Diantaranya kebutuhan kayu bagi pengembang perumahan dan real estat, pembangunan dan renovasi gedung pemerintah, industri pengolahan kayu (sawmill), furniture, mebel hingga kayu untuk kebutuhan ekspor.

Lebih lanjut para peserta diskusi juga mengharapkan ada data yang dapat dikembangkan dari penelitian ini, seperti adanya data tentang kebutuhan kayu per kapita di Aceh, serta dengan menggunakan data tutupan hutan yang dianggap sangat penting untuk proses validasinya. Karena selain mampu menggambarkan kebutuhan kayu, diharapkan hasil kajian ini juga bisa berkorelasi dengan data tutupan hutan di Aceh.

Diskusi grup terbatas tersebut selain dihadiri oleh para staf DLHK, juga ikut berpartisipasi para perwakilan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Aceh, serta beberapa instansi terkait lainnya seperti Dinas Perkim Aceh dan organisasi sipil masyarakat. (f)
Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda