DIALEKSIS.COM | Aceh - Wakil Ketua Majelis Akreditasi Dayah Aceh, Dr. H. Teuku Zulkhairi, MA, menyoroti kembali maraknya praktik perundungan di sejumlah lembaga pendidikan, termasuk di dayah.
“Perundungan atau bullying dalam bentuk apa pun tidak bisa diterima di lembaga pendidikan apapun, apalagi jika terjadi di Dayah. Sebab, hal itu bertentangan dengan nilai Islam, mencederai akhlakul karimah, dan menodai misi suci pendidikan,” kata Zulkhairi kepada Dialeksis di Banda Aceh, Sabtu (8/11).
Menurutnya, dayah bukan sekadar tempat menuntut ilmu agama, tapi juga wadah pembentukan karakter dan moral santri.
“Jika perundungan terjadi di dayah, berarti ada yang perlu dibenahi dalam sistem pembinaan dan pengawasan internal dayah,” ujarnya.
Zulkhairi menilai, perundungan di lingkungan dayah merupakan tanda adanya masalah dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Dalam hal ini, katanya menjelaskan, Majelis Akreditasi Dayah Aceh (MADA) sudah menyusun instrumen akreditasi yang memuat poin-poin pencegahan kekerasan, termasuk bully sebagai bagian dari penilaian dalam akreditasi.
"Instrumen akreditasi dayah memasukkan unsur-unsur pencegahan kekerasan, termasuk pencegahan bully dalam penilaian akreditasi. Kita berharap ini jadi atensi bersama bagaimana menghilangkan praktik bully dalam bentuk apapun di dunia pendidikan, khsusunya dalam konteks ini di dayah," ujarnya.
Zulkhairi yang juga Mudir Ma'had Aly Babussalam Al l-Hanafiyyah ini mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mendidik dengan kasih sayang dan kelembutan sehingga praktik perundungan harus dicegah. Sementara hukuman atau punishment dalam dunia pendidikan dibuat untuk tujuan mendidik.
Ia menambahkan, penting bagi setiap dayah menerapkan pola pengontrolan dan penyadaran yang berkelanjutan. Menurutnya, para santri dan santriwati perlu terus didampingi secara psikologis dan moral.
“Pendampingan ini bagian dari pendidikan jiwa. Santri perlu merasa didengar, dihargai, dan diarahkan dengan penuh empati,” kata Zulkhairi.
Zulkhairi mendorong dayah-dayah untuk mengevaluasi pola asuh dan perlu adanya pedoman khusus pencegahan praktik perundungan (bully) dan sistem pendampingan psikososial di lingkungan dayah.
“Pengurus dayah harus dibekali kemampuan mendeteksi potensi praktik perundungan sejak dini. Jangan menunggu sampai korban muncul. Pencegahan jauh lebih penting,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat dan orang tua santri agar aktif berperan dalam membentuk lingkungan belajar yang sehat. Orang tua harus rajin mengontrol anak-anaknya dan sering bertanya keadaan mereka karena bisa jadi mereka menjadi korban bully namun tidak berani menceritakan ke orang tua sehingga jadi tekanan jiwa.
"Tanggung jawab ini kolektif. Dayah, keluarga, dan masyarakat harus saling berkoordinasi dalam membina generasi muda yang berakhlak. Orang tua dan dewan guru juga perlu selalu berkomunikasi tentang perkembangan santri di Dayah. Harus ada ruang komunikasi dan koordinasi ,” ujarnya.
Di akhir keterangannya kepada Dialeksis, Zulkhairi menegaskan pentingnya menumbuhkan budaya empati dan kasih sayang dalam proses pendidikan sesuai dengan ruh dan orientasi pendidikan Islam.
“Dayah harus terus menjadi ruang aman tempat di mana ilmu dan akhlak tumbuh bersama,” katanya.