Beranda / Berita / Aceh / Tidak Ada Pj Gubernur di Yogyakarta

Tidak Ada Pj Gubernur di Yogyakarta

Jum`at, 24 Juni 2022 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Purwo Santoso. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sejumlah daerah di Indonesia akan dipimpin oleh Penjabat (Pj) kepala daerah untuk mengisi jabatan lowong. Hal itu disebabkan untuk menyusul jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun 2024 yang digelar secara serentak.

Namun penunjukan Pj kepala daerah ternyata tidak berlaku bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan Undang-undang No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY, jabatan gubernur dan wakil gubernur tidak ditentukan melalui Pilkada.

Mengutip Pasal 18 Ayat (1) huruf (c), disebutkan bahwa syarat pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur ialah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon gubernur dan bertakhta Adipati Paku Alam untuk calon wakil gubernur.

Sehingga dengan UU lex specialis tersebut, DIY akan langsung menetapkan gubernur definitif dalam tahun ini tanpa perlu menunggu perhelatan Pilkada dilaksanakan serentak pada tahun 2024. 

Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Purwo Santoso menyatakan, peristiwa tidak adanya Pj Gubernur DIY bukanlah keadaan yang perlu dipersoalkan. 

Hal itu, kata dia, dikarenakan asas hukum yang mengatur keistimewaan DIY melingkupi pada penunjukan gubernur dan wakil gubernur definitif, sehingga tidak perlu mengganti orang dengan Pj.

Ia melanjutkan, ketiadaan Pj gubernur adalah konsekuensi dari UU Keistimewaan DIY. Karena ketentuan kepala daerah dalam UU tersebut adalah yang bertakhta di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alam. 

“Siapa yang tercatat di situ (bertakhta-red) akan dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur. Dalam prosesnya nanti hanya namanya saja yang disuguhkan (diantar ke presiden-red), kemudian orangnya dilantik di daerah,” ujar Prof Purwo kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (24/6/2022).

Tarik mundur ke belakang, Prof Purwo bercerita bahwa proses penetapan Gubernur Definitif DIY sudah melalui proses debat yang cukup alot saat penyusunan UU Keistimewaan DIY. 

Kala itu, kata dia, ada dua konsep pengisian jabatan gubernur. Opsi pertama, pemilihan gubernur dari kandidat yang disepakati oleh Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam. Opsi kedua, penetapan gubernur ialah yang bertakhta Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

Sehingga, lanjutnya, melalui debat tersebut diputuskanlah opsi kedua untuk menetapkan syarat yang bertakhta untuk menjadi gubernur/wakil gubernur definitif dalam UU Keistimewaan DIY.

Di sisi lain, Prof Santoso memandang adanya akomodasi persyaratan yang bertakhta kesultanan dan adipati untuk jadi gubernur/wakil gubernur definitif menunjukkan bahwa pengaruh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alam memiliki otoritas dalam tata kelola pemerintahan daerah.

“Iya, itu sudah terkunci dalam formula keistimewaan DIY. Jadi Undang-undang sudah menetapkan. Kalau mau disalahkan, jangan salahkan gubernur, tapi salahkan Undang-undang,” tutupnya.

Tahapan Pelantikan Gubernur DIY

Diketahui, protokol atau tahapan penetapan Gubernur DIY dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY yang memberitahukan kepada gubernur/wakil gubernur serta kasultanan dan kadipaten tentang berakhirnya masa jabatan. 

Setelah itu, pihak kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta saat ini menjadi calon gubernur. Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon wakil gubernur.

Lalu, menyampaikan surat pencalonan untuk gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura, sedangkan surat pencalonan untuk wakil gubernur ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan.

Setelah itu, DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pansus memiliki tugas untuk melakukan verifikasi dokumen persyaratan dan penetapan. Hasil kesimpulannya akan disampaikan kepada Pimpinan DPRD.

Kemudian DPRD melaksanakan rapat paripurna dengan agenda pemaparan visi, misi, dan program calon gubernur. Dalam rapat tersebut, DPRD melalui fraksi-fraksi memberikan tanggapan berupa saran dan masukan terhadap visi dan misi serta program calon gubernur.

Setelah pemaparan selesai, dalam forum yang sama yakni di dalam rapat paripurna, DPRD menetapkan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam untuk jadi Gubernur/Wakil Gubernur.

DPRD kemudian mengusulkan kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk pengesahan gubernur dan wakil gubernur. Presiden kemudian mengesahkan penetapan gubernur dan wakil gubernur berdasarkan usulan Mendagri.

Mendagri lalu menyampaikan pemberitahuan tentang pengesahan penetapan gubernur dan wakil gubernur kepada DPRD DIY serta ke Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam. Terakhir, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur oleh Presiden Republik Indonesia.(Akhyar)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda