Beranda / Berita / Aceh / TNP2K Usulkan Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Aceh

TNP2K Usulkan Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Aceh

Senin, 22 Februari 2021 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Ilustrasi [Dok. Getty Image]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, merilis Kemiskinan Struktural Aceh dan Usulan Rekomendasinya, Sabtu (20/2/2021).

Dari keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Kemiskinan Struktural dijelaskan sebagai suatu kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak mampu menjangkau seluruh masyarakat. 

Kemiskinan struktural umumnya muncul sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang tidak mendukung untuk penyediaan akses terhadap layanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat dan juga struktur ekonomi yang tidak stabil. Dengan kata lain kemiskinan struktural disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat terhadap layanan dasar yang harusnya bisa disediakan oleh pemerintah

Berdasarkan SP2KA 2019-2022, Kemiskinan Struktural umumnya disebabkan oleh 5 (lima) faktor sebagai berikut:

1. Tingginya beban pengeluaran penduduk miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan (beras, perumahan, pendidikan, kesehatan, air, sanitasi, pakaian),

2. Rendahnya pendapatan penduduk miskin untuk memenuhi standar hidup layak (yang diukur dengan Garis Kemiskinan),

3. Rendahnya kualitas dan kompetensi sumber daya manusia penduduk miskin yang disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan penduduk miskin (akibat layanan pendidikan yg masih rendah),

4. Tingginya biaya transaksi ekonomi (akibat terbatasnya/mahalnya biaya transportasi, konektivitas antar wilayah, serta terbatasnya ketersediaan sarana prasarana produksi),

5. Meningkatnya harga harga bahan kebutuhan pokok strategis (yang ditandai dengan naiknya Garis Kemiskinan terus menerus).

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh TNP2K, Kemiskinan dan Ketimpangan di Provinsi Aceh, Papua dan Papua Barat sangat tinggi pada periode bulan Maret dan September 2020. Disebutkan, jumlah penduduk miskin di Aceh pada bulan Maret 2020 sebanyak 814.91 (rasio GINI 0,323), sedangkan pada bulan September 2020 sebanyak 833.91 (rasio GINI 0,319).

Tingkatan kemiskinan antara provinsi Aceh pada bulan September 2020 sebanyak 15,43 persen. Sedangkan di Provinsi Bengkulu tingkat kemiskinan sebanyak 15,3 persen. Jika dibandingkan keduanya, selisih angka kemiskinan antara Aceh dengan Bengkulu pada bulan September 2020 adalah 0,13 persen.

Di Aceh, pada bulan September 2020, jumlah penduduk miskin di area perdesaan sebanyak 649.02 jiwa, kemudian di area perkotaan sebanyak 184.89 jiwa.

Konsentrasi penduduk miskin dan rentan Aceh umumnya berada di pesisir utara dan timur, mulai dari Aceh Besar hingga Aceh Timur Sementara untuk wilayah Barat Selatan hanya terdapat beberapa daerah, sedangkan wilayah tengah merupakan daerah yang paling minim penduduk miskin rentan.

Karakteristik Demografi Rumah Tangga di Aceh, jumlah dan usia sekolah anggota rumah tangga di Aceh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional maupun Papua dan Papua Barat. Usia sekolah anggota rumah tangga di Aceh 26,38 persen, sedangkan di Papua 26,31 persen.

Karakteristik Akses dan Fasilitas Kesehatan di Aceh menunjukkan bahwa tingkat aksesibilitas dari desa kelurahan menuju fasilitas kesehatan di Aceh relatif lebih mudah dibandingkan rerata Nasional. Ketersediaan transportasi umum di desa hanya 27,1%.

Prevalensi Balita Kerdil (Stunting) 2013-2018 skala nasional, prevalensi anak Stunting di Aceh (37,3 persen) terbesar ketiga di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat pada tahun 2018.

Karakteristik Pendidikan Total Rumah Tangga di Aceh. Dalam aspek pendidikan pada tahun, kondisi Aceh lebih baik dari rerata Nasional. Yang perlu menjadi perhatian khusus adalah angka Putus Sekolah Usia 16-18 tahun yang mencapai 17,58 persen.

Karakteristik Kondisi Perumahan Rumah Tangga di Aceh, Kondisi perumahan rumah tangga lebih buruk di Aceh dibandingkan rerata nasional, terutama terkait akses pada sanitasi serta akses menuju air minum. 

Karakteristik Akses dan Fasilitas Dasar di Aceh, cakupan layanan sumber air minum layak, telekomunikasi, pengirirman dan pasokan LPG lebih bagus di wilayah Aceh dibandingkan rerata nasional, kecuali Fasilitas Layanan pengiriman.

Karakteristik Kondisi Pendidikan Rumah Tangga di Aceh, 18,7 persen kepala rumah tangga di Aceh tidak bersekolah, angka ini lebih tinggi dari Papua Barat yakni 13.8 persen.

Karakteristik Demografi Rumah Tangga Miskin di Aceh, Jumlah dan usia sekolah anggota rumah tangga miskin pada wilayah Aceh lebih tinggi dibanding rata rata Nasional.

Karakteristik Kondisi Perumahan Rumah Tangga Miskin di Aceh, Kondisi perumahan pada rumah tangga miskin lebih buruk di Aceh dibandingkan rerata nasional, terutama pada akses sanitasi serta akses ke air minum.

Karakteristik Kondisi Pendidikan Rumah Tangga Miskin di Aceh, 59,7 persen kepala rumah tangga miskin di Aceh Lulusan SD dan tidak bersekolah.

Insiden Kemiskinan Penduduk (yang bekerja dan usia >= 15 tahun) Berdasarkan Sektor Ekonomi, Aceh tahun 2019, 55 persen Penduduk yang miskin bekerja di sektor Pertanian.

Berdasarkan PDRB adhk dan Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Aceh 2010-2019, umumnya semakin tinggi pendapatan per kapita maka semakin rendah tingkat kemiskinan, sedangkan di Aceh Utara hal ini menjadi dilema, karena per kapita pendapatannya tinggi akan tetapi kemiskinannya tinggi pula.

Faktor Struktural Penyebab Kemiskinan Aceh

1. Belum adanya ketepatan dalam desain program program penanggulangan kemiskinan, dimana banyak program yang tidak efektif untuk mengatasi akar masalah kemiskinan;

2. Belum adanya ketepatan sasaran dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang disebabkan oleh akurasi data yang masih lemah dan belum adanya data terpilah (berdasarkan sektoral);

3. Belum adanya ketepatan dalam mekanisme pelaksanaan program yang disebabkan oleh kekakuan dalam penganggaran dan pelaksanaan program; serta

4. Belum adanya sinergi, koordinasi dan konektivitas antar para pemangku kepentingan dan antar dimensi program.

Usulan Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Aceh TNP2K

1. Mengupayakan Pertumbuhan Inklusif 

Diperlukan terobosan untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh dengan mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif.

• Penduduk miskin di Aceh bekerja di sektor pertanian (56 persen) dan di perdesaan dengan pendapatan per kapita yang rendah.

• Perlu inisiatif kewirausahaan dan inovasi di sektor pertanian yang menyasar kelompok (existing) miskin.

• Optimalkan kebutuhan dasar (makanan) dari produksi lokal dengan meningkatkan alternatif pangan lokal untuk pemenuhan konsumsi masyarakat dan peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

• Kepemilikan Aset lahan secara rata rata setiap rumah tangga minimal memiliki tanah kurang lebih setengah hektar sebagai lahan pekarangan rumahnya, apabila didayagunakan dengan baik maka lahan/tanah tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi produktif yang bersifat intensif.


2. Revitalisasi Sektor Pertanian dan Pedesaan

a. Mempercepat upaya tranformasi lapangan pekerjaan keluar dari sektor pertanian di desa

• Memperluas layanan pendidikan di desa sampai ke tingkat Sekolah Menengah Atas

• Mendorong mekanisasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi permintaan terhadap pekerja pertanian

b. Mendorong diversifikasi produk pertanian .

• Bekerja sama dengan universitas & lembaga riset untuk membuat terobosan di bidang pertanian dan pangan , terutama terkait pengembangan tanaman bernilai guna atau jual tinggi

• Melakukan pembinaan pada kelompok kelompok usaha di desa.

c. Perbaikan rantai suplai pertanian

• Memastikan infrastruktur pasokan bahan pertanian & distribusi hasil bumi baik

• Memperpendek rantai pasokan bahan tani dan distribusi hasil tani

d. Mendorong investasi untuk mendiversifikasi perekonomian desa

• Menciptakan lebih banyak kesempatan bagi pekerja sektor pertanian di desa untuk mengambil pekerjaan tambahan yang akan meningkatkan kemungkinan mereka keluar dari sektor pertanian

• Memastikan keadilan dan keberlanjutan model investasi demi pemerataan pertumbuhan

3. Mempertajam Program Kesehatan Nasional

Indikator kesehatan dan angka stunting di wilayah Aceh (37,3 persen) tergolong terburuk nomor tiga Nasional setelah NTT dan Sulawesi Barat.

• Peningkatan jumlah dan kapasitas, serta pemerataan distribusi tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga medis di fasilitas kesehatan primer dan rujukan, berdasarkan regulasi yang berlaku

• Perlu pemberdayaan fasilitas kesehatan di tingkat terkecil sebagai langkah preventif

• Perlu kerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian untuk memenuhi kebutuhan terkait dengan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di wilayah Aceh

• Penguatan perencanaan, implementasi, dan pemantauan program kesehatan , terutama terkait kesehatan ibu dan anak, tuberkolusis, gizi, dan penyakit tidak menular.

• Peningkatan edukasi kesehatan masyarakat terkait pencegahan penyakit menular dan tidak menular

4. Memperluas Akses Pendidikan

Indikator pendidikan di wilayah Aceh perlu mendapat perhatian khusus

• Memiliki angka ketergantungan yang tinggi dan penduduk usia produktifnya cukup rendah dibandingkan total

• Kepala rumah tangga perempuan mencapai 20-52 persen

• Kondisi Pendidikan Kepala RT miskin yang hanya SD ke bawah yang mencapai 55 persen

• Anggaran Pendidikan dan Program Indonesia Pintar secara nasional dialokasikan dengan dana yang cukup besar

• Perlu upaya untuk mendorong peningkatan partisipasi pendidikan dasar dan menengah

• Perlu perluasan akses pendidikan yang mudah dijangkau oleh penduduk di wilayah Aceh.

• Perlu peningkatan kapasitas dan jumlah tenaga pendidikan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi penduduk Aceh.

• Perlu kerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian untuk memenuhi kebutuhan terkait dengan pendidikan di wilayah Aceh.

5. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Dasar lanjutan

• Kondisi fasilitas perumahan yang paling bermasalah untuk penduduk miskin Aceh adalah air minum yang layak serta kepemilikan toilet serta masih ada 6,5 persen berlantai tanah, serta 16,3 persen penduduk miskin belum memiliki rumah.

• Kepemilikan sepeda motor yang cukup tinggi bukan berarti positif akan tetapi hal ini terpaksa karena transportasi publik tidak tersedia dengan baik, persoalan ketersediaan transportasi publik tetap dan mutlak diperlukan mengingat adanya kebutuhan pengangkutan barang-barang hasil panen masyarakat.

• Tingginya penduduk miskin Aceh di sektor pertanian dan perdesaan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya masalah struktural dari sisi pembangunan infrastruktur dasar yang belum merata di wilayah perdesaan dan lokasi pertanian di Provinsi Aceh.

6. Penguatan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Aceh kaya akan sumber daya alam , namun tingkat kesejahteraan penduduk masih relatif rendah.

Sektor pertanian “jumping” ke sektor perdagangan tanpa melalui industri pengolahan non migas sehingga Value Chain perekonomian dinikmati wilayah di luar Aceh dalam jangka menengah perlu di re-design arah kebijakan perekonomian Aceh dengan pengembangan industri rumah tangga dan Agro Industri untuk peningkatan pendapatan penduduk miskin dan rentan di Aceh.

Pemerintah Daerah perlu menyinergikan upaya pembangunan Aceh untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian.

• Bekerja sama dengan BUMD setempat untuk memproduksi barang-barang jadi dan setengah jadi

• Memberdayakan BUMD dan BUMDesa sebagai mitra dalam memasok input produksi dan membentuk rantai produksi sesuai dengan potensi Aceh

• Memberi insentif untuk mendorong produktivitas dan sustainability program pemberdayaan.

• Meningkatkan kapasitas SDM pengelola BUMD BUMDesa untuk memperkuat daya saing

• Meningkatkan fungsi public service obligation untuk memberikan nilai tambah perekonomian pada wilayah wilayah terpencil

• Melibatkan perempuan dalam upaya upaya di level desa.

7. Percepatan Upaya Pengentasan Kemiskinan Aceh Berbasis Wilayah

Penduduk miskin dari sisi jumlah di Aceh terkonsentrasi di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Pidie dan Aceh Barat sedangkan dari tingkat kemiskinan yang tinggi terkonsentrasi di Aceh Singkil, Gayo Lues, Pidie Jaya, Bener Meriah, Nagan Raya, Aceh Barat Daya , Simeulue dan Subulussalam , kalau dari konsentrasi penduduk miskin dan rentan Aceh per kecamatan um um nya berada di pesisir utara dan timur, mulai dari Aceh Besar hingga Aceh Timur

Penanggulangan program kemiskinan memerlukan penguatan, khususnya di wilayah yang menjadi kantong kemiskinan di Aceh, penargetan wilayah kantong kemiskinan bukan hal baru dalam program penanggulangan kemiskinan. Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan PNPM didesain dengan prinsip yang sama.

Penanggulangan program kemiskinan memerlukan penguatan, khususnya di wilayah yang menjadi kantong kemiskinan di Aceh dengan pertimbangan:

• Efisiensi sumber daya Anggaran yang terbatas perlu tindakan dengan skala prioritas (regional dan sektoral).

• Lebih fokus dalam implementasi efektifitas program dalam mencapai tujuan dijadikan tolok ukur pencapaian.

• Pengukuran target pencapaian yang lebih terkontrol Menggunakan indikator yang terukur & dapat dibandingkan antar wilayah.

• Scaling up Prototype Dapat dijadikan dasar perluasan & perencanaan pada level yang berbeda.

8. Meningkatkan Kapasitas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)

• Tingkat kemiskinan cenderung menurun di kabupaten kota yang telah membentuk TKPK Daerah.

• Penurunan tingkat kemiskinan di kabupaten kota dengan TKPK yang aktif juga cenderung lebih besar dibandingkan daerah dengan TKPK yang kurang aktif selama tahun 2011 2016.

• Skala penurunan kemiskinan juga lebih besar di kabupaten kota dengan proporsi pemimpin lokal berpendidikan menengah yang lebih besar

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda