Minggu, 05 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Tradisi Singgah di Makam Syuhada Lapan Bireuen, Pengendara Beri Sedekah dan Doa

Tradisi Singgah di Makam Syuhada Lapan Bireuen, Pengendara Beri Sedekah dan Doa

Minggu, 05 Oktober 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Makam Syuhada Lapan di Desa Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Bireuen - Di sepanjang jalur lintas nasional Banda Aceh-Medan, tepatnya di Desa Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen, ada sebuah pemandangan yang tidak biasa.

Setiap kali kendaraan melintas di kawasan itu, sebagian pengendara dengan sengaja menepi, membuka kaca mobil, lalu menaruh beberapa lembar uang ke dalam kotak kecil di pinggir jalan.

Tempat itu bukan sembarang lokasi. Di balik rindang pepohonan dan deretan batu nisan tua, berdiri Makam Syuhada Lapan, situs bersejarah tempat dimakamkannya delapan pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan pasukan Belanda pada awal tahun 1902.

Bagi sebagian besar masyarakat Aceh, terutama pengguna jalan lintas Medan-Banda Aceh, situs ini bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga tempat memanjatkan doa dan harapan agar perjalanan mereka diberkahi dan selamat.

Zahran, seorang pengguna jalan asal Lhokseumawe yang rutin melewati jalur itu, mengaku selalu menyempatkan diri berhenti di depan makam tersebut setiap kali bepergian ke Banda Aceh.

“Sudah jadi kebiasaan saya kalau lewat sini, pasti singgah sebentar. Saya kasih sedekah seikhlasnya dan baca doa untuk para syuhada. Niatnya supaya perjalanan lancar dan selamat sampai tujuan,” ujar Zahran saat ditemui media dialeksis.com, Minggu (5/10/2025).

Ia mengaku tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak dirinya masih kecil. Dulu, kata Zahran, ia sering melihat orang tuanya melakukan hal yang sama. Kini, kebiasaan itu terus ia wariskan kepada anak-anaknya.

“Orang tua dulu bilang, kalau singgah di makam ini, jangan lupa baca Al-Fatihah dan bersedekah. Bukan karena mencari berkah dari kubur, tapi sebagai bentuk menghormati pejuang yang gugur demi kemerdekaan,” ujarnya.

Makam Syuhada Lapan menyimpan kisah heroik yang menggetarkan hati. Pada tahun 1902, delapan pejuang Aceh dari kawasan Simpang Mamplam berhadapan dengan 24 serdadu Belanda bersenjata lengkap.

Dengan hanya bersenjatakan pedang dan semangat jihad, para pejuang itu berhasil menewaskan seluruh pasukan Belanda. Namun, kemenangan itu tidak bertahan lama. Pasukan Belanda tambahan datang dari arah Jeunieb dan menyerang secara membabi buta.

Kedelapan pejuang Aceh pun gugur dalam pertempuran sengit tersebut. Tubuh mereka bahkan dicincang oleh tentara Belanda sebelum akhirnya dikuburkan dalam satu liang lahat.

Sejak itu, masyarakat menamai tempat itu sebagai Makam Syuhada Lapan, untuk mengenang delapan syuhada yang berkorban demi tanah Aceh.

Zahran menambahkan, baginya tradisi sedekah di makam ini bukan ritual, melainkan bentuk refleksi spiritual yang mengingatkan dirinya pada arti perjuangan dan pengorbanan.

“Kadang kalau kita buru-buru, lupa baca doa. Tapi begitu lihat makam ini, hati langsung tenang. Rasanya seperti diingatkan untuk bersyukur dan berdoa,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI