Beranda / Berita / Aceh / Wakil Ketua KPPAA Sebut Orang Tua Harus Melek Teknologi

Wakil Ketua KPPAA Sebut Orang Tua Harus Melek Teknologi

Senin, 24 Agustus 2020 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Wakil Ketua Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) Ayu Ningsih


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kisah seorang ayah yang mencari pelaku pemerkosa putrinya dua tahun lalu ramai jadi perbincangan. Bagaimana tidak, kasus pemerkosoan itu terjadi dua tahun lalu saat putrinya masih berumur 14 tahun. 

Rasa trauma menghantui anaknya, sang ayah pilu dan rela menukar nyawa mencari pelaku pemerkosoan yang menimpa putrinya. Melaporkan kepada pihak berwenang sudah ia lakukan. Ia kini tengah menanti jawaban, kabar apakah pelaku sudah ditemukan atau tidak.

Menanggapi hal tersebut, dialeksis.com mewawancarai Wakil Ketua Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Aceh (KPAA), Ayu Ningsih.

Ayu menyebutkan, kasus seperti ini bukan baru pertama kali terjadi di Aceh. Namun sudah kesekian kalinya terjadi. Ayu juga mengatakan, saat ini KPAA senantiasa menghimbau para orang tua agar tetap melakukan pengawasan terhadap penggunaan gadget pada anak. Tugas orang tua bukan hanya memberikan gawai kepada anaknya, namun juga harus melakukan pengawasan.

"Hanya berkenalan lewat FB, wa, IG, anak-anak lantas dalam sekejap menjadi korban kekerasan, pencabulan dan penipuan, bahkan ada anak yang menjadi korban traficking hanya Karena brkenalan lewat hp," kata Ayu kepada dialeksis.com, Minggu (23/8/2020).

Ayu menekankan, di jaman yang serbah canggih saat ini, ia menyebutkan orang tua dituntut untuk bisa menggunakan teknologi. Alias tidak gaptek (gagap teknologi). Menurutnya, orang tua memiliki tanggung jawab untuk senantiasa mengawasi anaknya, dan tidak hanya sibuk kerja untuk mencari uang semata.

Menyikapi kasus ini KPPAA berharap korban mendapatkan rehabilitasi dan pemulihan psikososial yang berkelanjutan dan tuntas sehingga perlahan korban bisa melupakan luka dan traumanya serta dapat kembali. Korban juga dapat memulai kehidupan baru menyongsong masa depan yang gemilang.

"Karena itu diperlukan kerjasama dengan semua pihak untuk membantu mwmulihkan trauma korban, bukan menambah trauma korban dengan melebelkan hal tersebut terjadi gara-gara korban,"ungkapnya.

Hingga akhir juni tahun 2020 tercatat ada 200 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya ada 69 kasus pelecehan seksual, 33 kasus perkosaan dan 58 kasus kekerasan psikis.

Untuk itu, KPPAA berharap masyarakat yang mengenal dan melihat pelaku dapat memberikan informasi kepada pihak berwajib, Karena jika merujuk pada UU SPPA pelaku anak yang usia 16 tahun ke atas juga dapat dipidana jika tindak pidana yg dilakukannya itu diancam dengan hukuman di atas lima tahun penjara.

Namun disisi lain kata Ayu, ada hak-hak pelaku anak yang juga harus dipenuhi, mengingat pelaku juga masih dalam kategori anak dan memiliki masa depan yang panjang. Proses hukum anak tentunya berbeda dengan orang dewasa, bahkan penghukumannya juga berbeda, penghukuman yang memulihkan dan membuat pelaku bertanggungjawab dan tidak akan mengunalangi lagi perbuatannya.

"Karena itu perlu dukungan semua pihak anak dapat membantu memberikan informasi terkait keberadaan pelaku demi masa depan pelaku sendiri yang dilabelkan dengan daftar pencarian orang (DPO) seumur hidupnya," ujarnya.

"Jika banyak kasus kekerasan terhadap anak yang tidak tuntas proses hukumnya, maka akan dikhawatirkan semakin banyak lagi anak-anak Aceh lainnya yang akan menjadi korban," pungkasnya. (IDW)

Keyword:


Editor :
Indra Wijaya

riset-JSI
Komentar Anda