Beranda / Analisis / LENGSERNYA SAYID FADHIL DARI KURSI KEPALA BPKS

LENGSERNYA SAYID FADHIL DARI KURSI KEPALA BPKS

Rabu, 23 Januari 2019 22:20 WIB

Font: Ukuran: - +

Sayid Fadhil


DIALEKSIS.COM - Sungguh singkat masa kepemimpinan Sayid Fadhil. Pria kelahiran Banda Aceh yang sedianya menjabat sebagai kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BPKS) selama lima tahun dari 2018 sampai dengan 2023 itu harus merelakan kursinya dicopot kurang dari setahun.

Dewan Kawasan Sabang (DKS) resmi memberhentikan Sayid Fadhil dari jabatannya Kepala Badan BPKS Sabang pada 16 Januari 2019 melalui SK Bersama yang ditandatangani kepala Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah ,Bupati Aceh Besar Mawardy Ali dan Walikota Sabang Nazaruddin.

Mantan dosen di unsyiah ini awalnya dilantik sebagai kepala BPKS oleh Gubernur Aceh Non aktif Irwandi Yusuf pada 22 Maret 2018 di Gedung Serbaguna Setda Aceh. Sayid Fadhil sendiri terpilih sebagai Kepala BPKS periode 2018-2023 setelah berhasil menyingkirkan 12 nama yang sempat mendaftar dan mengikuti seleksi calon kepala BPKS yang dibuka sejak Desember 2017 lalu.

Turut dilantik ketika itu selain Sayid Fadhil sebagai Kepala BPKS, adalah Wakil Kepala Irwan Faisal, Deputi Umum, Muslim Daud, Deputi Komersil dan Investasi, Agus Salim, Deputi Tehnis, Pengembangan dan Tata Ruang, Fauzi Umar dan Deputi Pengawas, Abdul Manan.

Seiring berjalannya waktu, banyak pihak yang kemudian menilai kepemimpinan mantan Tenaga Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tahun 2011-2014 ini cenderung one man show dan otoriter. Sebagaimana dikutip Serambi (10/01/2019) banyak sekali persoalan di lembaga itu, di antaranya mutasi tanpa persetujuan DKS dan pelaksanaan kegiatan yang tidak dimusyawarahkan. Belakangan akibat pola kepemimpinan sayid fadhil tersebut, masih dikutip serambi (19/01/2019), tidak terjalin hubungan harmonis antara sayid fadhil sebagai kepala BPKS dengan wakil BPKS ketika itu Irwan Faisal. walhasil, Irwan Faisal memilih untuk mundur dari jabatannya.

DKS "Turun Gunung"

Kisruh BPKS ekses dari kepemimpinan Sayid Fadhil membuat Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah kemudian "turun gunung" dalam rangka mengatasi kemelut organisasi yang dinilai sudah tidak sehat tersebut.

Plt Gubernur Aceh selaku ketua DKS sebelumnya meminta dewan pengawas melakukan evaluasi Kinerja Kepala BPKS Sayid Fadhil pada 5 September 2018. Lalu DKS kemudian mengambil sikap dengan melayangkan surat teguran tertulis ke pulau sabang melalui surat bernomor 515/25881 tanggal 12 Oktober 2018 atas nama Plt Gubernur Aceh selaku ketua DKS.

Dalam surat teguran tersebut, DKS menilai kepemimpinan Sayid sangat lemah dan cenderung otoriter, sehingga telah terjadi perpecahan (ketidakkompakan) dalam manajemen BPKS ekses dari sikap Sayid yang sering bertindak sendiri. Selain itu, banyak keputusan strategis diambil tanpa musyawarah dengan unsur manajemen lainnya, sehingga tercermin dalam menjalankan kepemimpinan menonjolkan perilaku one man show.

Pada poin kedua, surat bersifat segera dengan perihal teguran ini juga menyorot kepemimpinan Sayid Fadhil yang dinilai tidak mampu membangun team work/team building yang baik. Cendrung menciptakan konfrontasi dalam tubuh BPKS serta yang paling parah, kerap mengadu domba sesama karyawan.

"Saudara terkesan tidak membangun team work/team building yang baik, dalam mengelola manajemen BPKS yang merupakan lembaga Pemerintah Non Struktural, yang notabene adalah Badan Layanan Umum (PP Nomor 105 tahun 2012), dan cenderung menciptakan konfrontasi di dalam manajemen dan kerap mengadu domba karyawan" bunyi surat tersebut.

Sayid Fadhil juga dinilai tak kunjung melakukan inovasi baru dalam rangka peningkatan kinerja BPKS. kegiatan yang dilaksanakannya masih merupakan kelanjutan dari kegiatan yang diprogramkan oleh manajemen lama, bahkan penerbangan Garuda Medan-Sabang atas perjuangan manajeman lama telah ditutup.

Dalam misi investasi, Sayid disebut juga tidak mengikutsertakan pejabat (deputi) yang membidangi investasi, tetapi pejabat yang baru diangkat, serta peserta yang secara formal belum menjadi karyawan BPKS, dimana SK pengangkatannya disesuaikan kemudian.

Pengisian jabatan yang dilakukan Sayid Fadhil juga dituding tidak dilakukan secara transparan. Seperti contoh SK Kepala BPKS Nomor 33/BPKS/2018 tanggal 2 Mei 2018, Nomor 42/BPKS/2018 tanggal 21 Juni 2018, dan Nomor 36/BPKS/2018 Tanggal 20 Mei 2018, Kemudian, mutasi pegawai atau pejabat struktural BPKS dengan SK Kepala BPKS Nomor 67/BPKS/2018 Tanggal 26 September 2018 melanggar Pasal 75 Pergub Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKS, karena tanpa persetujuan Plt Gubernur selaku Ketua DKS dan tanpa melibatkan unsur manajemen lainnya termasuk Deputi Umum yang membidangi SDM dan Kepegawaian.

Rekruitmen tenaga asistensi juga dinilainya melanggar etika pemerintahan, dimana ada personel dari instansi lain yang direkrut tanpa persetujuan dari instansi induk. Dari hasil evaluasi keuangan BPKS, belum berjalan secara optimal. Hal ini terlihat dari aspek pendapatan BLU dimana jumlah penerimaan PNBP baru Rp 2,5 miliar dari PNBP minimal Rp 15 miliar. Dari aspek belanja realisasi belanja baru mencapai 33 persen, seharusnya mencapai 60 persen pada kuartal II yaitu hingga Juli 2018 dari alikasi DIPA sebesar Rp 224 miliar.

Diketahui pula pasca pergantian manajemen baru, BPKS belum membuat Rencana Strategi Bisnis (RSB) dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA), dimana RSB dan RBA merupakan pedoman dan arah BPKS dalam program Kegiatan dan penetapan target capaian, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-92.05/2011 dan PP Nomor 23 Tahun 2005.

Rendahnya serapan anggaran disebabkan tidak lancarnya pelaksanaan proyek-proyek fisik akibat ketidakmampuan Deputi Teknik, Pengembangan dan Tata Ruang. Pergantian dan penunjukkan PPK merangkap Pokja, juga bertentangan dengan pasal 17 ayat(7) Perpres 54 Tahun 2010, Pasal 93 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Puncaknya, DKS kemudian mengeluarkan surat Rekomendasi Dewan Pengawas BPKS melalui surat Nomor 515/011 tanggal 31 Desember 2018. Telah melaporkan hasil evaluasi dan monitoring terhadap kinerja manajemen BPKS akhir tahun 2018, yaitu merekomendasikan pemberhentian Sayid Fadhil dari jabatan Kepala BPKS.

Sayid Fadhil Diberhentikan

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menunjuk mantan Sekdakab Aceh Tamiang, Ir. H. Razuardi Ibrahim MT, sebagai Plt Kepala BPKS melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 5515/40/2019 tentang pengangkatan Plt Kepala BPKS yang ditandatangani Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Kamis, 16 Januari 2019.

Kemudian Nova juga menunjuk Islamuddin, mantan wakil wali kota Sabang sebagai Plt Wakil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Selama ini posisi Wakil Kepala BPKS mengalami kekosongan setelah ditinggalkan Irwan Faisal yang mengundurkan diri pada 25 Oktober 2018 atau setelah tujuh bulan memangku jabatan itu.

SAYID Fadhil sendiri mengaku tidak dapat menerima pemberhentian dirinya dari jabatan Kepala BPKS oleh DKS. Seperti dikutip Serambi (17/01/2019) dirinya berjanji akan melawan secara habis-habisan dan akan menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Disisi lain Akademisi FISIP Unsyiah, Aryos Nivada menyatakan bahwa pada dasarnya pemberhentian Sayid Fadhil dari jabatannya selaku ketua BPKS sudah sesuai dengan aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang.

" Dalam Pasal ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2000 disebutkan pada ayat (1) : Dewan Kawasan Sabang membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang yang dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala dan Anggota. Kemudian ayat (2) berbunyi : Kepala, Wakil Kepala, dan Anggota Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Kawasan Sabang setelah mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi" jelas aryos.

Aryos menuturkan berdasarkan Peraturan perundangan tersebut, maka Kepala BPKS memang diangkat oleh dewan kawasan sabang yang terdiri dari Gubernur Aceh sebagai ketua DKS, serta Bupati Aceh Besar dan Walikota Sabang sebagai anggota DKS setelah mendapatkan pertimbangan dari DPRA.

" Jadi memang SK nya harus merupakan keputusan bersama yang ditandatangani Ketua Dewan Kawasan Sabang dan Anggota. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU 37 Tahun 2000 disebutkan bahwa Dewan Kawasan Sabang diketuai oleh Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Aceh dengan anggota Bupati Aceh Besar dan Walikota Sabang. keputusan pemberhentian itu murni keputusan Dewan Kawasan Sabang dalam rapat pleno. Dewan Kawasan Sabang dalam hal ini bersifat kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan. Sehingga wajar kiranya SK pemberhentian itu juga tidak hanya mencatumkan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah selaku ketua Dewan Kawasan Sabang, namun juga Bupati Aceh Besar Mawardy Ali dan Walikota Sabang Nazarudin yang masing masing merupakan anggota Dewan Kawasan Sabang. Prosedur pemberhentian dimana Dewan Kawasan Sabang sebelumnya harus mengantongi pertimbangan DPRA, juga sudah dipenuhi melalui Surat Ketua DPRA Nomor 160/2976 tanggal 26 Desember 2018 perihal pemberian pertimbangan terhadap pemberhentian saudara sayed fadhil dari jabatan kepala BPKS. " tukas alumnus Universitas Gadjah Mada ini. (HM)

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda