Beranda / Berita / APBN 2024 Diharapkan Mampu Akselerasi Visi Indonesia Emas 2045

APBN 2024 Diharapkan Mampu Akselerasi Visi Indonesia Emas 2045

Jum`at, 29 September 2023 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat berharap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mampu mengakselerasi pencapaian sejumlah target pembangunan dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

"Perhatian pada infrastruktur sebagai program utama yang menjangkau beberapa bidang prioritas mesti berimbang dengan sektor lainnya," ujarnya dalam diskusi daring bertema Postur RAPBN 2024 dan Visi Indonesia Menuju 2045 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Kamis, (28/9/2023). 

Menurut Lestari, sejatinya pemerintah telah menetapkan penguatan dukungan pendanaan pada bidang prioritas seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, dan ketahanan pangan dengan perkiraan pemulihan ekonomi global sampai dengan akhir tahun 2023 masih tertahan.

Rerie, sapaan akrab Lestari berharap di tengah tantangan global itu, Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi agar sumber daya manusia Indonesia bisa produktif, inovatif, berdaya saing.

Ia berpendapat, bila APBN 2024 tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai instrumen transformasi sejumlah sektor, dikhawatirkan sejumlah target pembangunan sulit tercapai. 

Karenanya, Rerie berharap postur APBN 2024 mampu membangkitkan sejumlah potensi yang dimiliki bangsa untuk mendorong pertumbuhan sejumlah sektor prioritas pembangunan agar Visi Indonesia Emas 2045 bisa diwujudkan.

Di kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengungkapkan, kebijakan fiskal harus bisa merealisasikan olah pikir menjadi olah rasa, sehingga angka-angka pada APBN 2024 harus bermakna terhadap peningkatan pembangunan sosial ekonomi dan menjawab sejumlah tantangan.

APBN, lanjutnya, merupakan instrumen untuk mendukung berbagai agenda pembangunan. Karenanya, APBN 2024 harus mampu meredam ketidakpastian, sekaligus akselerator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. 

Itu hanya dapat dilakukan jika APBN sehat, sehingga fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi dapat dijalankan dengan baik. "Kebijakan fiskal harus diselaraskan dengan siklus perekonomian, agar tidak terjadi overheating," tutur dia.

Wahyu menambahkan terdapat empat tantangan utama yang dihadapi APBN 2024 adalah tensi geopolitik yang belum reda, perubahan iklim, potensi terulangnya pandemi dan digitalisasi. Namun, menurut dia, Indonesia telah berpengalaman dalam menghadapi sejumlah tantangan tersebut.

Tekan Kemiskinan

Sejak 2015 hingga 2022, pemerintah sudah mengalokasikan Rp3.492,8 triliun untuk anggaran pendidikan dalam upaya mewujudkan SDM unggul. Pada rentang waktu yang sama, jelas Wahyu, pemerintah juga mengalokasikan Rp2. 736,8 triliun untuk program perlindungan sosial untuk kesejahteraan. 

Dengan alokasi anggaran tersebut, tingkat kemiskinan dapat ditekan dari 11,25% pada 2014 menjadi 9,36% pada 2023. "Pertumbuhan ekonomi harus diikuti peran kebijakan fiskal yang efektif," terang Wahyu.

Sementara itu, Kepala Tim Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Elan Satriawan berpendapat 2024 merupakan momen penting pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Sebab, itu dapat menjadi momen yang dapat dilihat sebagai nilai dari pelaksanaan dan pencapaian pembangunan, serta target-target tambahan seperti stunting dan kemiskinan ekstrem yang dicanangkan. Elan menyampaikan, secara teknis ada target-target pembangunan yang pencapaiannya sudah relatif baik, salah satunya ialah penurunan tingkat kemiskinan ekstrem.

Pada Maret 2023, ungkap dia, tingkat kemiskinan ekstrem tercatat sudah 1,12%. Sehingga, Elan cukup optimistis tingkat kemiskinan ekstrem 0% pada akhir 2024 bisa tercapai. Namun, untuk pencapaian target-target lain bukan hal yang mudah dan penuh tantangan. 

"Bagaimana anggaran yang ada saat ini bisa memanifestasikan pencapaian sejumlah target, perlu kondisi-kondisi tertentu. Dengan pendekatan yang business as usual, menurut Elan, sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan RPJMN 2024 pada kisaran 6,5%-7, 5%," terang Elan.

Dia menilai, perlu kebijakan khusus untuk mencapai angka kemiskinan 7,5% pada 2024 atau setara dengan penurunan sebesar 1,86% dalam satu tahun. Itu karena prestasi penurunan angka kemiskinan yang bisa dicapai pemerintahan dalam setahun pada sebelum pandemi tercatat 0,8%.

Selain itu, Elan juga berpendapat, target pengangguran 5% sulit tercapai. Karena, tambah dia, yang tumbuh saat ini adalah sektor informal yang tidak tercatat. 

Sedangkan Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB Universitas Indonesia Vid Adrison berpendapat dibutuhkan biaya yang tak sedikit untuk terus mengakselerasi pembangunan. Ada kalanya biaya tidak mencukupi sehingga harus melakukan pembiayaan dan mengorbankan defisit anggaran.

Menurut Vid, implikasi pembiayaan lebih besar dari penerimaan adalah berutang. Tidak ada yang salah dengan berutang, asalkan pemanfaatannya terkendali dengan baik. Namun dia mengingatkan agar pemerintah mengelola utang dengan penuh kehati-hatian mengingat sejumlah kondisi global yang penuh ketidakpastian saat ini. 

Vid berpendapat sektor penerimaan dari pajak berpotensi untuk ditingkatkan, karena saat ini baru 34% pekerja yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Sehingga, masih banyak kelompok produktif yang berada di luar sistem perpajakan," tutur dia.

 
Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda