Minggu, 19 Oktober 2025
Beranda / Berita / Bangkitkan Kesadaran Anak Muda Berdonor Darah, Ketua PMI Banda Aceh Ajak Kepedulian Sosial

Bangkitkan Kesadaran Anak Muda Berdonor Darah, Ketua PMI Banda Aceh Ajak Kepedulian Sosial

Sabtu, 18 Oktober 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ketua PMI Banda Aceh, Ahmad Haeqal Asri. Foto: Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Palang Merah Indonesia (PMI) Banda Aceh menyoroti rendahnya kesadaran anak muda untuk melakukan donor darah secara rutin. Padahal, kebutuhan darah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan fasilitas kesehatan di Banda Aceh terus meningkat setiap bulannya.

Ketua PMI Banda Aceh, Ahmad Haeqal Asri, mengatakan bahwa ketersediaan darah bukan hanya tanggung jawab lembaga kemanusiaan, tetapi merupakan wujud solidaritas sosial seluruh masyarakat, terutama generasi muda.

“Setetes darah yang diberikan dengan ikhlas bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Tapi sayangnya, semangat ini masih belum tumbuh kuat di kalangan anak muda kita. Padahal, mereka punya energi, semangat, dan empati yang luar biasa,” ujar Haeqal kepada Dialeksis.com, Sabtu (18/10/2025).

Menurutnya, dari data PMI Banda Aceh, hanya sekitar 20“25 persen pendonor aktif yang berasal dari kelompok usia muda (17 - 30 tahun). Angka ini jauh di bawah harapan ideal, di mana anak muda seharusnya menjadi motor penggerak kegiatan donor darah berkelanjutan.

Haeqal menjelaskan, rendahnya minat berdonor darah di kalangan muda bisa disebabkan oleh kurangnya informasi, rasa takut jarum suntik, hingga pandangan bahwa donor darah hanya dibutuhkan pada saat darurat.

“Sebagian anak muda masih beranggapan donor darah itu menakutkan atau melelahkan. Padahal, secara medis donor darah itu menyehatkan karena merangsang pembentukan sel darah baru. Yang lebih penting, donor darah menumbuhkan empati dan rasa kemanusiaan yang tinggi,” tambahnya.

PMI Banda Aceh, kata Haeqal, saat ini terus menggencarkan kampanye kemanusiaan melalui kegiatan sosial, edukasi di kampus dan sekolah, serta kolaborasi dengan komunitas muda. Ia menegaskan bahwa donor darah bukan sekadar kegiatan amal, tetapi gaya hidup peduli yang seharusnya menjadi bagian dari identitas generasi muda Aceh.

“Kalau anak muda bisa antusias mengikuti konser, turnamen e-sport, atau nongkrong di kafe sampai larut malam, harusnya mereka juga bisa meluangkan waktu sepuluh menit untuk berdonor darah. Sepuluh menit itu mungkin tidak berarti apa-apa bagi kita, tapi bisa jadi perbedaan antara hidup dan mati bagi orang lain,” ujar Haeqal dengan nada reflektif.

Ia menambahkan, setiap kantong darah memiliki nilai kemanusiaan yang tak ternilai. Di balik setiap tetes darah, ada harapan bagi pasien yang menunggu, ada keluarga yang berdoa, dan ada masa depan yang bisa terselamatkan.

Haeqal mengajak komunitas muda, mahasiswa, serta organisasi kepemudaan di Banda Aceh untuk menjadikan donor darah sebagai agenda rutin dan simbol kepedulian sosial.

“Donor darah bukan tentang siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling peduli. Kita ingin menjadikan Banda Aceh sebagai kota dengan kesadaran donor darah tertinggi di Indonesia, dan itu hanya bisa terwujud kalau anak mudanya ikut bergerak,” tutupnya dengan penuh semangat.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI