Senin, 09 Juni 2025
Beranda / Berita / BMKG: Puncak Kemarau 2025 Terjadi Agustus, Durasi Lebih Pendek

BMKG: Puncak Kemarau 2025 Terjadi Agustus, Durasi Lebih Pendek

Minggu, 08 Juni 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi musim kemarau diolah melalui Canva. Foto: TribunKaltim.co/Canva


DIALEKSIS.COM | Nasional - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa puncak musim kemarau di Indonesia tahun 2025 akan terjadi pada bulan Agustus. Dalam laporan terbarunya, BMKG menyebutkan bahwa hampir seluruh wilayah Tanah Air akan mengalami puncak musim kemarau lebih awal atau sesuai dengan pola biasanya.

Puncak musim kemarau tahun ini diperkirakan akan terjadi secara bertahap mulai Juni hingga Agustus, mencakup 562 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 80,4% wilayah Indonesia.

BMKG merinci bahwa sebanyak 222 ZOM (31,8%) di wilayah barat hingga barat laut Indonesia akan mengalami puncak kemarau lebih awal, yakni pada bulan Juni hingga Juli 2025. Wilayah tersebut meliputi sebagian besar Sumatra, Jawa bagian barat, Kalimantan utara, sebagian kecil wilayah Sulawesi, serta Papua bagian tengah dan timur.

Sementara itu, sebanyak 340 ZOM (48,6%) diperkirakan akan mencapai puncak musim kemarau pada bulan Agustus. Wilayah ini mencakup Jawa bagian tengah hingga timur, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi, serta seluruh Bali, Nusa Tenggara, sebagian Maluku, Maluku Utara, dan Papua bagian barat.

Beberapa wilayah bahkan telah memasuki musim kemarau sejak April hingga Juni 2025, yang tercatat terjadi di 403 ZOM atau sekitar 57% wilayah Indonesia.

Laporan BMKG juga menyebutkan bahwa sebanyak 409 ZOM atau sekitar 59% wilayah mengalami awal musim kemarau yang sama atau lebih lambat dibandingkan kondisi normal.

Secara umum, akumulasi curah hujan selama musim kemarau diprediksi berada pada kondisi normal. Artinya, hujan yang turun tidak akan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan musim kemarau pada umumnya.

Durasi musim kemarau sendiri diperkirakan akan bervariasi di tiap daerah. Di sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan, kemarau diperkirakan berlangsung singkat, yakni sekitar enam dasarian atau dua bulan. Sebaliknya, di beberapa wilayah Sulawesi, musim kemarau diprediksi lebih panjang, bahkan bisa mencapai lebih dari 24 dasarian atau sekitar delapan bulan.

Namun demikian, secara keseluruhan durasi musim kemarau tahun ini cenderung lebih pendek dibandingkan musim kemarau dalam kondisi normal. Fenomena ini tercatat terjadi pada 298 ZOM atau sekitar 43% wilayah Indonesia.

BMKG mengimbau masyarakat, pemerintah daerah, serta sektor-sektor terdampak seperti pertanian, perikanan, dan energi, untuk bersiap menghadapi puncak musim kemarau. Langkah antisipatif seperti pengelolaan sumber daya air, kesiapan cadangan pangan, dan mitigasi kebakaran hutan serta lahan, dinilai penting guna mengurangi risiko dampak yang mungkin timbul akibat musim kemarau.

Data BMKG menunjukan potensi kemarau yang lebih pendek namun merata dan cukup luas, kewaspadaan dan koordinasi lintas sektor menjadi kunci menjaga stabilitas sosial dan ekonomi selama musim kering berlangsung.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI