DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Sekelompok mahasiswa Universitas Teuku Umar (UTU) kembali menunjukkan kiprahnya dalam memberdayakan masyarakat pesisir. Melalui kolaborasi lintas fakultas, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) bersama BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) serta BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menggelar kegiatan bertajuk Diversifikasi Produk Hasil Tangkapan Bycatch KUB Nelayan Mandiri di Desa Meureubo, Minggu (5/10/2025).
Program ini merupakan bagian dari hibah Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemendiktisaintek 2025 dalam skema Pemberdayaan Masyarakat oleh BEM. Tujuannya sederhana tapi berdampak besar: mengubah hasil tangkapan sampingan nelayan (bycatch) yang selama ini terbuang menjadi produk olahan bernilai jual tinggi.
Ketua kegiatan, Dr. Muhammad Rizal, S.Pi., M.Si., menjelaskan bahwa kegiatan ini dirancang untuk menjawab persoalan ekonomi keluarga nelayan yang kerap bergantung pada hasil tangkapan utama.
“Selama ini, bycatch dianggap tidak bernilai dan sering dibuang. Padahal jika diolah dengan tepat, ia bisa menjadi sumber penghasilan baru,” ujarnya.
Dr. Rizal menambahkan, pelatihan ini tidak sekadar mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga menumbuhkan semangat wirausaha di kalangan istri nelayan. “Kami ingin para ibu nelayan mandiri secara ekonomi. Produk yang dihasilkan bisa menjadi unggulan Desa Meureubo, bahkan berpotensi menjadi oleh-oleh khas daerah,” katanya.
Ia menegaskan bahwa program ini bukan proyek jangka pendek, melainkan langkah awal membangun ekosistem usaha rumahan yang berkelanjutan. “Universitas Teuku Umar berkomitmen menjadi kampus sumber inspirasi dan solusi bagi pembangunan daerah,” tambahnya.
Kegiatan berlangsung meriah di balai nelayan Desa Meureubo. Puluhan istri nelayan tampak antusias mengikuti pelatihan. Mereka mempraktikkan cara mengolah ikan hasil tangkapan sampingan menjadi produk olahan seperti nugget ikan, bakso ikan, hingga kerupuk.
“Program ini mendorong lahirnya ekonomi kreatif pesisir. Kami ingin mengubah paradigma bahwa hasil laut kecil dan sisa tangkapan bisa menjadi peluang bisnis baru,” kata Muhammad Fikran, mahasiswa pelaksana dari FPIK UTU.
Selain pelatihan pengolahan, peserta juga dibekali keterampilan pengemasan, pemasaran digital, hingga manajemen keuangan sederhana. “Kita ingin hasil produksi tidak hanya berhenti di dapur rumah tangga, tapi bisa menembus pasar lokal dan daring,” ujarnya.
Program ini turut didampingi oleh tiga dosen UTU, yakni Dr. Muhammad Rizal, Afdhal Fuadi, S.Pi., M.Si., dan Rusdi, S.H., M.M. Mereka memastikan kegiatan berjalan bukan sekadar proyek pengabdian formalitas, tetapi sebagai proses pembelajaran dua arah antara kampus dan masyarakat.
“Universitas harus hadir memberi solusi konkret terhadap persoalan sosial-ekonomi masyarakat. Mahasiswa perlu belajar langsung dari lapangan, memahami realitas sosial, dan membangun kepedulian,” ungkap Afdhal Fuadi.
Dalam kegiatan ini, mahasiswa dari tiga fakultas memainkan peran berbeda namun saling melengkapi. Mahasiswa FPIK fokus pada pelatihan teknis pengolahan hasil tangkapan. Mahasiswa FEB membantu dalam aspek pemasaran dan pengelolaan usaha, sementara mahasiswa FISIP berperan dalam pendampingan sosial dan advokasi kelompok masyarakat.
“Sinergi lintas fakultas ini penting agar hasil kegiatan lebih komprehensif. Kita tidak hanya menciptakan produk, tapi juga sistem ekonomi kecil yang dapat berjalan mandiri,” ujar Afdhal.
Menurut Dr. Rizal, keberhasilan program bergantung pada keberlanjutan pendampingan. “Kami berharap tahun depan kegiatan ini bisa diperluas ke desa-desa pesisir lain di Aceh Barat. Tujuannya tetap sama: menjadikan nelayan dan keluarganya lebih sejahtera,” ujarnya optimis.
Program ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana perguruan tinggi berperan aktif dalam pembangunan ekonomi daerah. Melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, mahasiswa UTU berhasil membangun kesadaran baru di kalangan masyarakat pesisir: bahwa laut bukan hanya sumber pangan, tapi juga sumber nilai tambah.
“Inilah makna pemberdayaan sesungguhnya,” tutup Dr. Rizal.