Sabtu, 23 Agustus 2025
Beranda / Berita / Populasi Orangutan Sumatra di Aceh Capai 13 Ribu, Terbesar di Dunia

Populasi Orangutan Sumatra di Aceh Capai 13 Ribu, Terbesar di Dunia

Jum`at, 22 Agustus 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Orangutan sumatra (Pongo abelii) di kawasan Stasiun Penelitian Soraya yang berada di tengah hutan di Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam, Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aceh masih menjadi rumah terbesar bagi orangutan sumatra (Pongo abelii), salah satu primata paling terancam punah di dunia. 

Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) tahun 2016, estimasi populasi orangutan di Aceh mencapai sekitar 13.180 individu. Angka ini menjadikan provinsi ujung barat Indonesia itu sebagai benteng terakhir bagi kelestarian orangutan sumatra.

“Kepadatan populasi paling tinggi terdapat di kawasan rawa gambut, terutama di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Kawasan ini merupakan habitat penting yang menyumbang jumlah individu cukup besar,” jelas Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Ujang Wisnu Barata kepada media dialeksis.com, Jumat, 22 Agustus 2025.

Namun, Ujang mengingatkan bahwa keberadaan satwa karismatik ini kini menghadapi tantangan serius. “Saat ini habitat orangutan mengalami penurunan dan hal itu tentu berdampak langsung terhadap populasi mereka. Jika habitat hilang, orangutan akan semakin terdesak dan berpotensi menimbulkan konflik dengan manusia,” ujarnya.

Menurut BKSDA Aceh, terdapat dua ancaman utama yang membayangi kelestarian orangutan sumatra. Pertama, hilangnya habitat akibat deforestasi, pembukaan lahan, dan degradasi hutan. Kedua, praktik perburuan serta perdagangan ilegal orangutan untuk dijadikan satwa peliharaan.

“Masih ada oknum yang memperjualbelikan orangutan. Padahal satwa ini dilindungi undang-undang dan tidak boleh dipelihara dalam kondisi apa pun,” tegas Ujang.

Selain itu, interaksi negatif antara manusia dan orangutan juga sering terjadi di beberapa wilayah Aceh. Daerah dengan intensitas tinggi tercatat di Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Subulussalam, Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Tenggara.

 “Di daerah-daerah itu, orangutan kadang masuk ke kebun masyarakat karena habitat aslinya semakin menyempit,” tambahnya.

BKSDA Aceh sejauh ini telah melakukan berbagai langkah nyata untuk menjaga keberlangsungan orangutan. Program yang dijalankan meliputi sosialisasi dan penyadartahuan kepada masyarakat, pemberdayaan ekonomi bagi warga sekitar kawasan konservasi, patroli monitoring habitat, serta evakuasi orangutan yang terisolir atau diserahkan oleh masyarakat.

Selain itu, BKSDA juga melakukan translokasi individu orangutan ke habitat yang lebih aman serta membangun Stasiun Reintroduksi Orangutan di Cagar Alam Jantho. 

“Melalui stasiun ini, orangutan yang sebelumnya dipelihara atau berada dalam kondisi tidak layak akan dilatih kembali keterampilan alaminya sebelum dilepas ke hutan,” papar Ujang.

Tak hanya itu, survei populasi secara berkala serta delineasi koridor satwa juga dilakukan guna memastikan konektivitas habitat orangutan tidak terputus.

Ujang menekankan, pelestarian orangutan tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Peran masyarakat sangat krusial dalam menjaga keberlangsungan satwa ini.

“Kami mengimbau masyarakat untuk ikut menjaga dan melindungi habitat orangutan. Jangan pernah memelihara atau memperdagangkan orangutan, karena selain melanggar hukum, tindakan itu juga mempercepat kepunahan spesies yang menjadi kebanggaan Aceh dan Indonesia ini,” tegasnya.

Menurutnya, keberadaan orangutan sumatra bukan hanya soal satwa, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan ekosistem hutan yang menopang kehidupan manusia. 

“Kalau orangutan hilang, ekosistem hutan juga terancam. Padahal hutan adalah sumber air, udara bersih, hingga kehidupan bagi kita semua,” pungkas Ujang.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka