Beranda / Berita / Sumatra Dominasi Harga Kopi Termurah di Indonesia

Sumatra Dominasi Harga Kopi Termurah di Indonesia

Sabtu, 19 Juni 2021 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Indonesia merupakan negara produsen kopi ke-4 terbesar di dunia. Anda bisa menemukan kopi jenis Arabika di Aceh di ujung Sumatera sampai Papua di ujung timur Indonesia. Aceh terkenal dengan Gayo, dan Papua dengan Wamena. Namun, kita juga bisa menemukan Robusta di sebagian Sumatera dan sebagian Jawa.

Di antara Aceh dan Papua, area Arabika menyebar dari Sumatera bagian utara dan timur, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi. Di Sumatera, Robusta banyak ditanam di Jambi dan Lampung, sedangkan di Jawa banyak dibudidayakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2020 yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik mencatat, rata-rata harga nasional kopi biji kering yaitu Rp20,404 per kilogram. Harga rata-rata ini mengacu pada Arabika atau Robusta sekaligus.

Hasil olah data Lokadata mendapati, terdapat 10 provinsi dengan rata-rata harga kopi biji kering di tingkat petani yang termurah. Provinsi Riau misalnya, hanya Rp11.115 per kilogram, disusul dengan Kalimantan Utara Rp12.000 per kilogram. Ada juga kopi biji kering dari Jawa Barat yaitu Rp17.327 per kilogram.

Kalau melihat rentang harga kopi termurah di 10 daerah tersebut, bisa dilihat bahwa rata-rata wilayah tersebut memproduksi kopi Robusta yang harganya memang lebih murah dibanding Arabika. Dari Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan hingga Lampung memang menjadi sentra produksi Robusta.

Ada catatan untuk Jawa Barat yang terlihat aneh karena masuk dalam peringkat 10 termurah, padahal provinsi ini dikenal sebagai lumbung Arabika. Data Dinas Perkebunan Jawa Barat menunjukkan bahwa area tanam Robusta masih cukup luas, yakni 14.446 hektare (2016), tapi luasannya terus menurun.

Sebaliknya, area tanam Arabika semakin luas. Pada 2012, area tanam Arabika masih 12 ribu hektare, tapi pada 2016 luasnya meningkat hampir 62 persen menjadi 19.443 hektare. Pemerintah Jawa Barat memang terus menggalakkan Arabika yang memiliki harga lebih tinggi. Beberapa yang terkenal adalah Malabar dan Gunung Puntang.

Harus diakui harga kopi di tingkat petani tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan harga di tingkat distributor atau toko penjual di Jakarta, termasuk di pelapak e-commerce. Harga Arabika Malabar (Jawa Barat), misalnya, bisa mencapai Rp300-340 ribu per kilogram atau 15-20 kali lebih mahal dibanding di tingkat petani.

Sebagai catatan, harga kopi dalam grafik di atas tidak memasukkan daerah lain yang memiliki rata-rata harga kopi lebih mahal, misalnya Aceh, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat atau Bali. Daerah-daerah ini dikenal sebagai produsen Arabika. Di Flores (NTT) ada Bajawa, di Sulsel ada Toraja, dan Mamasa di Sulbar.

Selain itu, data BPS tidak memasukkan harga rata-rata di tingkat petani di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Papua, dan Barat Papua, karena datanya tak tersedia.

Sebagai salah satu komoditas unggulan, pada tahun 2018 pemerintah mendorong pertumbuhan komoditas kopi nasional agar lebih berdaya saing di pasar dunia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meluncurkan buku peta jalan (road map) yang diharapkan bisa mendorong peningkatan produktivitas kopi.

Namun, road map tersebut nampaknya masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Potret kinerja ekspor kopi Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Vietnam yang pada tahun 2019 mencapai AS$2,22 miliar, sedangkan ekspor kopi Indonesia hanya AS$883,12 juta.[Lokadata]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda