Rabu, 01 Oktober 2025
Beranda / Celoteh Warga / Bergizi untuk Negeri

Bergizi untuk Negeri

Rabu, 01 Oktober 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Mirza Ferdian

Mirza Ferdian, Warga Banda Aceh dan Seorang Ayah yang Anaknya Penikmat MBG. Foto: Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Di sebuah desa kecil di lereng gunung, suara lonceng sekolah dasar berdenting riang, menandakan waktu istirahat telah tiba. Anak-anak berlarian ke halaman belakang sekolah, bukan hanya untuk bermain tetapi untuk menikmati makanan bergizi yang kini disediakan setiap hari oleh pemerintah. Nasi, sayuran segar, lauk pauk, dan buah lokal tersaji di piring-piring mereka. Semua berasal dari hasil tani dan ternak warga sekitar.

Inilah gambaran sederhana dari pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabumi Raka. Dicanangkan sebagai Proyek Strategis Nasional melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2025, MBG bukan sekadar program makan siang di sekolah. Ia adalah strategi besar untuk membangun masa depan Indonesia melalui peningkatan gizi anak-anak dan pemberdayaan ekonomi desa.

Program MBG bukan proyek kecil. Tahun 2025, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp71 triliun, dan angka ini melonjak drastis di tahun berikutnya menjadi Rp335 triliun dalam APBN 2026. Anggaran sebesar ini bukan hanya untuk memberi makan anak sekolah, melainkan untuk menciptakan siklus ekonomi yang menguntungkan masyarakat bawah, terutama petani, nelayan, dan peternak lokal.

Menurut Badan Gizi Nasional (BGN), 85% dana MBG akan dibelanjakan untuk membeli bahan pangan lokal. Ini berarti setiap sayur yang dimasak, setiap telur yang direbus, dan setiap buah yang disajikan, berasal dari tangan-tangan masyarakat sendiri.

Namun, keberhasilan program ini tidak hanya ditentukan oleh kebijakan dan anggaran. Tokoh Masyarakat, baik tokoh agama, adat, maupun tokoh informal seperti kepala dusun atau kepala kelompok tani, memainkan peran vital dalam menjembatani kebijakan nasional dengan realitas lokal.

Di desa-desa, mereka berperan sebagai penyambung lidah pemerintah, mengedukasi warga mengenai pentingnya gizi, menyosialisasikan manfaat program, dan melawan disinformasi yang kerap tersebar di media sosial.

Mereka juga menjadi penghubung antara petani lokal dan pelaksana program MBG. Dari koordinasi suplai sayuran segar, hingga memastikan distribusi pangan berjalan adil dan efisien, semua bisa berjalan lancar berkat dukungan tokoh masyarakat yang memahami dinamika wilayahnya masing-masing.

Tak hanya tokoh individual, organisasi kemasyarakatan (Ormas) pun mengambil peran besar. Kementerian Koperasi, Kemendes PDT, hingga BGN harus mengajak ormas untuk turun langsung ke lapangan, mengatur logistik, membina koperasi petani, bahkan mengawasi kualitas makanan.

Kolaborasi ini menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam konteks modern, di mana pemberdayaan ekonomi berjalan seiring dengan peningkatan kualitas hidup.

Seperti halnya program besar lain, MBG tak luput dari kritik dan tantangan. Masih ada kendala dalam distribusi, infrastruktur, hingga penyebaran informasi yang belum merata. Beberapa pihak menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran, atau kualitas makanan yang tidak konsisten. Keracunan MBG disejumlah wilayah harus menjadi bahan evaluasi serius dari para pihak yang bertanggung jawab, terutama Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan Koki.

Namun, di balik segala dinamika itu, harapan tetap menyala. Selama tokoh masyarakat tetap aktif dan bersinergi dengan pemerintah, program ini diyakini mampu menciptakan perubahan nyata, bukan hanya untuk anak-anak hari ini, tetapi juga untuk masa depan bangsa.

MBG bukan sekadar program makan siang. Ia adalah gerakan nasional untuk menciptakan anak-anak yang sehat, cerdas, dan siap bersaing. Tapi lebih dari itu, ia juga menjadi mesin penggerak ekonomi desa, menciptakan pasar baru bagi hasil bumi lokal.

Di Jepang, program MBG dikenal sehat dan seimbang dengan menu nasi, ikan dan sayuran sebagai menu utama. Dalam distribusi MBG di sekolah, para siswa bertugas membagi makanan dan membersihkan setelah makan, sebagai salah satu cara menumbuhkan rasa tanggung jawab.

Program MBG adalah salah satu intervensi paling langsung dan berdampak nyata dalam menurunkan angka stunting di Indonesia, terutama bila dilakukan secara konsisten, dan terpantau baik. Dengan asupan gizi yang lebih baik setiap hari, masa depan anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas semakin bisa diwujudkan.

Di balik piring-piring kecil yang terisi nasi dan lauk itu, ada kerja keras petani, ada dedikasi tokoh masyarakat, dan ada harapan besar dari bangsa ini. Indonesia harus menjadi deretan Negara yang sukses menjalankan MGB untuk mendukung kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak di sekolah. Dan semuanya bermula dari satu hal ; kerja sama.[]

Penulis: Mirza Ferdian, Warga Banda Aceh dan Seorang Ayah yang Anaknya Penikmat MBG

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bpka - maulid