Kamis, 21 Agustus 2025
Beranda / Celoteh Warga / “Kami ASN, Tapi Tak Dianggap”: Sepenggal Kisah Dara, PPPK Aceh yang Terlupakan

“Kami ASN, Tapi Tak Dianggap”: Sepenggal Kisah Dara, PPPK Aceh yang Terlupakan

Minggu, 06 Juli 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Risman Rachman
Ilustrasi ketidakadilan ASN PPPK. Foto: kolase Dialeksis

DIALEKSIS.COM | Celoteh Warga - Jarum jam di dinding kantor Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) telah melewati pukul sembilan malam. Sisa cahaya lampu memantul di lantai marmer yang kini nyaris sunyi. Suara langkah sepatu berhak rendah terdengar pelan menyusuri koridor. Hanya Dara (bukan nama sebenarnya) perempuan berkerudung krem kecoklatan, yang masih terpaku menatap layar komputer dengan mata merah dan bahu yang sedikit membungkuk.

Di mejanya, tumpukan dokumen RKPA, matriks program, dan tabel realisasi anggaran berserakan. Genggaman tangannya di mouse mengencang tiap kali membuka file revisi.

Sejak siang, Dara tenggelam dalam data. Nomor kegiatan, kode rekening, pagu anggaran, indikator kinerja”semuanya ditelaah berulang. Sesekali, ia menghela napas panjang, terbayang suara keras atasannya siang tadi, menegur karena salah ketik nilai pagu belanja. Selisihnya Rp 10 juta. Sekecil apa pun kesalahan, risikonya bisa besar.

“Tanggung jawab kami besar, tapi penghargaan ke kami seolah nihil. Saya PPPK, tapi rasanya seperti bukan ASN,” lirihnya, seakan bicara pada diri sendiri.

ASN Dua Kelas

Data terakhir mencatat, jumlah ASN PPPK di Aceh mencapai 8.805 orang. Mayoritas di antaranya adalah guru (6.560), disusul tenaga kesehatan (1.682), dan tenaga teknis (563). Namun dari jumlah itu, setidaknya 2.245 ASN PPPK dari unsur kesehatan dan teknis belum pernah menerima TPP. 

Yang membuat para PPPK geram bukan sekadar soal nominal. Tapi soal prinsip: mereka merasa diperlakukan berbeda, padahal Undang-Undang ASN No. 20 Tahun 2023 sudah menyatakan bahwa PNS dan PPPK sama-sama ASN dengan hak dan kewajiban yang setara.

---

Hukum Ada, Tapi Seolah Hanya Kertas

Masalah ini sebenarnya bukan kekosongan hukum. Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 secara tegas menyatakan bahwa pemberian TPP harus didasarkan pada kelas jabatan dan tidak membedakan status ASN. Tapi di Aceh, Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2024 justru membuka ruang diskriminasi. Pasal 9 ayat (4)-nya menyebutkan bahwa aturan teknis TPP untuk PPPK akan diatur melalui Keputusan Gubernur ” yang hingga hari ini belum juga diterbitkan.

Akibatnya, para PPPK hidup dalam ketidakpastian.

“Seolah-olah kami ini ASN kelas dua. Padahal kami juga bagian dari sistem. Kami juga melayani rakyat. Kami juga ikut apel, ikut bimtek, ikut lembur, ikut rapat. Tapi kami tidak pernah masuk hitungan,” tutur Dara, suaranya pelan namun tegas.

Desakan dari Akar Rumput

Melalui Forum Komunikasi ASN PPPK Pemerintah Aceh (FORKOM ASN PPPK), para pegawai ini menyuarakan empat tuntutan:

1. Meluruskan data jumlah ASN PPPK secara transparan dan akurat;

2. Mengalokasikan anggaran TPP secara adil sesuai regulasi;

3. Menghapus diskriminasi antara PNS dan PPPK;

4. Mendesak revisi terhadap Pergub Aceh No. 15 Tahun 2024 agar memuat kejelasan teknis pencairan TPP bagi PPPK.

“Kami bukan memohon, kami menuntut hak. Ini bukan soal belas kasihan, ini soal konstitusi,” kata Ketua FORKOM ASN PPPK Aceh, Ns. Zuhdi Abrar.

---

Beban Ganda di Tengah Ketidakpastian

Dara kembali menatap layar yang kini menampilkan grafik pagu dan realisasi belanja. Di luar, hujan mengguyur kaca jendela kantornya.

Sesekali, Dara termenung. Ia teringat orang tuanya di kampung, yang dulu bersyukur saat Dara lulus PPPK. Mereka pikir status itu akan membawa kehormatan dan kepastian.

“Saya ingin tetap jujur bekerja. Tapi kalau negara sendiri yang tidak jujur pada kami, kepada siapa lagi kami berharap?” ujar Dara, sembari menatap berkas yang ia urus setiap hari.

Wajah Aceh di Mata ASN-nya Sendiri

Pemerintah Aceh hari ini dipimpin oleh Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah. Keduanya baru saja membawa kemenangan mengembalikan 4 pulau yang sempat dipindah ke Sumut. 

Ternyata, di dalam gedung Pemerintahan masih ada “jeritan” yang perlu juga mendapat perhatian. Bukan hanya soal pegawai non ASN, yang baru-baru ini disampaikan kepada BKN. Tapi, ini pegawai ASN PPPK yang sudah dua tahun tidak dibayar TPP selama 2 tahun. 

Di bawah kepemimpinan inilah harapan digantungkan, harapan agar mereka dilihat sebagai abdi negara yang utuh, bukan sekadar angka dalam anggaran.

Jika Pemerintah Aceh ingin menunjukkan perubahan birokrasi yang adil, maka inilah waktunya: ikut pula memperhatikan hak para ASN PPPK, bukan karena mereka meminta, tetapi karena negara berkewajiban. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI