DIALEKSIS.COM | Celoteh Warga - Dua sosok gubernur, namun jelas beda kelas. Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem adalah seorang pemimpin yang merintis jalan dari bawah. Ia bukan sekadar pejabat, melainkan simbol perjuangan. Kariernya dimulai di medan perlawanan bersama rakyat Aceh, sebagai panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum terwujudnya perdamaian Helsinki pada Agustus 2005. Ia sosok yang terbukti tangguh di lapangan. Tubuhnya menyimpan jejak luka perjuangan. Mentalnya sekeras baja, terbentuk dari tempaan konflik dan pengabdian.
Pasca perdamaian, Mualem melahirkan Partai Aceh sebuah wadah politik lokal yang hingga kini menjadi kekuatan dominan di Aceh. Ketika ia terpilih sebagai gubernur, itu adalah buah dari perjalanan panjang dan pengorbanan. Kemenangannya dalam Pilkada 2024 merupakan bukti cinta rakyat Aceh terhadap sosok yang mereka anggap pejuang sejati.
Di sisi lain, hadir nama Bobby Nasution Gubernur Sumatera Utara. Latar belakangnya jauh berbeda. Ia bukan tokoh yang tumbuh dari rahim perjuangan rakyat. Keberadaannya di panggung politik bahkan nyaris tidak dikenali sebelum menikah dengan Kahiyang Ayu, putri Presiden Joko Widodo, pada November 2017.
Pengalaman politiknya pun minim. Ia masuk ke partai politik bukan karena ideologi, bukan pula karena panggilan rakyat, melainkan karena hasrat berkuasa sebuah perintah dari jalur kekeluargaan. Belum lama menjadi kader partai, Bobby langsung mencalonkan diri sebagai Wali Kota Medan pada Pilkada 2020. Tak lama berselang, ia kembali maju dalam Pilkada Gubernur Sumatera Utara 2024—dan keduanya dimenangkan.
Namun, kemenangan itu bukan tanpa kontroversi. Banyak pihak menilai kuatnya intervensi kekuasaan dalam kedua pemilihan tersebut. Bahkan muncul istilah populer: Partai Coklat, sebagai sindiran terhadap dinamika kekuasaan yang membayangi pencalonan Bobby. Tanpa sokongan kekuasaan, rasanya sulit membayangkan kemenangan tersebut, sebab Bobby bukan figur yang tumbuh dari akar rumput.
Kehadirannya dalam lingkaran kekuasaan tak lepas dari bayang-bayang misi politik dinasti sang mertua. Sebuah ekspansi pengaruh kekuasaan yang ingin terus berlanjut, bahkan hingga ke level daerah.
Maka wajar jika perbandingan antara Muzakir Manaf dan Bobby Nasution disebut sebagai dua kutub yang berbeda. Mualem adalah figur perjuangan lahir dari dentuman AK - 47 dan arus sejarah perlawanan Aceh. Sementara Bobby adalah produk kekuasaan muncul dari pesta pernikahan keluarga istana.
Dari latar belakang itu, publik bisa memahami mengapa Mualem tampak enggan berdialog panjang tentang polemik empat pulau dengan Bobby. Ini bukan persoalan pribadi, melainkan soal prinsip dan kredibilitas. Kehadiran Bobby memang disambut hangat dan penuh senyum oleh Mualem sebuah sikap yang sangat terhormat. Tapi setelah itu, apa boleh buat beda kelas.