Rabu, 29 Oktober 2025
Beranda / Celoteh Warga / Simfoni Reformasi: Sekda dan Orkestra Birokrasi Aceh

Simfoni Reformasi: Sekda dan Orkestra Birokrasi Aceh

Selasa, 28 Oktober 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Mirza Ferdian

Mirza Ferdian SH, ASN Pemerintah Aceh. Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Celoteh Warga - Di tengah birokrasi yang kerap berjalan tanpa partitur, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Muhammad Nasir, S.IP., MPA, tampil sebagai dirigen yang mencoba menyusun ulang not-not tata kelola pemerintahan. Dengan pendekatan manajerial yang sistematis, Nasir membangun ritme baru terlihat dari simfoni dimainkan untuk lebih tertata, lebih tegas, dan berorientasi pada kapabilitas.

Langkah - langkah yang ia inisiasi dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan pola kerja yang bukan hanya administratif, tapi juga korektif. Penunjukan pelaksana harian (PLH) di sejumlah dinas menjadi overture dari transisi manajerial yang lebih terukur. Penyusunan job fit dan rencana uji kelayakan (fit and proper test) menjadi bagian dari partitur seleksi pejabat yang lebih objektif dan berbasis kompetensi.

Metafora “dirigen” bukan sekadar hiasan retoris. Kepemimpinan Nasir menekankan sinkronisasi antar-SKPD, menjaga kesinambungan layanan publik, dan membuka ruang evaluasi terhadap kepemimpinan lama. Job profiling dan pemetaan kompetensi menjadi dasar untuk mengurangi praktik “salah tempat” yang selama ini menjadi sumber inefisiensi birokrasi.

Rencana pelaksanaan assessment center dan tes psikometrik disiapkan sebagai mekanisme formal untuk menilai integritas, kepemimpinan, dan kecakapan teknis para calon pejabat. Langkah ini bukan hanya soal peningkatan kualitas ASN, tapi juga upaya membendung intervensi politik dalam rotasi dan promosi jabatan sebuah nada sumbang yang telah lama mengganggu harmoni birokrasi.

Perbaikan tata kelola juga menyentuh aspek manajemen kinerja. Penetapan 'Key Performance Indicators' (KPI), integrasi pelaporan, dan penguatan sistem e-office menjadi bagian dari peta jalan digitalisasi birokrasi. Dengan data yang lebih rapi, pengambilan keputusan bisa dilakukan secara real-time dan berbasis bukti.

Nasir juga mendorong pemanfaatan teknologi untuk mempercepat layanan perizinan, penganggaran, dan monitoring proyek. Efisiensi bukan satu-satunya tujuan transparansi dan akuntabilitas publik menjadi nada dasar dari seluruh reformasi ini.

Pengembangan kapasitas menjadi titik tumpu berikutnya. Pelatihan kepemimpinan, manajemen proyek, dan penguatan integritas bagi pejabat struktural dirancang bersama perguruan tinggi dan lembaga penilai independen. APIP dan unit pengawasan internal diarahkan bukan hanya sebagai pengawas, tapi juga pembimbing dalam implementasi kebijakan.

Namun, simfoni ini belum selesai. Indikator awal menunjukkan pergeseran arah: mutasi yang lebih transparan, dokumen job fit yang mulai tersusun, dan uji coba seleksi yang lebih ketat. Tapi publik yang kritis akan bertanya, apakah layanan publik membaik? Apakah proyek berjalan tanpa nada korupsi? Apakah kesejahteraan ASN meningkat seiring beban kerja?

Tantangan tetap mengintai. Budaya birokrasi yang mengakar, resistensi terhadap perubahan, dan potensi konflik kepentingan dalam proses seleksi adalah nada-nada sumbang yang harus diatasi. Tanpa anggaran yang memadai dan lembaga penilai yang kredibel, reformasi ini bisa kehilangan tempo.

Muhammad Nasir menunjukkan bahwa merapikan birokrasi layaknya menyusun simfoni: dibutuhkan irama, ketepatan, dan arah yang jelas. Jika PLH yang tertata, job fit yang objektif, dan uji kelayakan yang kredibel dijalankan secara konsisten, Aceh berpeluang memiliki birokrasi yang bukan hanya profesional, tapi juga mampu menjawab tuntutan zaman.

Perubahan besar jarang datang dengan dentuman dramatis. Ia tumbuh dari perbaikan kecil yang konsisten sebuah adagium yang akan menguji apakah Sekda Aceh benar-benar mampu mengubah tata kelola menjadi simfoni yang utuh dan bermakna.[]

Penulis: Mirza Ferdian SH, ASN Pemerintah Aceh

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI