DIALEKSIS.COM | Aceh - Peta persaingan menuju kursi Ketua DPD I Golkar Aceh periode 2025 kian mengerucut. Empat nama kini muncul sebagai figur utama yang disebut-sebut bakal bertarung dalam Musyawarah Daerah (Musda) partai beringin itu: Teuku Raja Keumangan, Andi Harianto Sinulingga, Bustami Hamzah, dan Ali Basrah Pasaribu.
Dari hasil pemantauan redaksi Dialeksis terhadap pemberitaan media daring nasional dan lokal sejak April hingga 11 Juli 2025, popularitas keempat tokoh ini menampakkan dinamika yang menarik. Frekuensi penyebutan nama mereka dalam konteks bursa calon Ketua Golkar Aceh bukan hanya mencerminkan intensitas manuver politik, tapi juga membentuk persepsi publik dan arus dukungan internal.
Di antara keempat nama tersebut, Teuku Raja Keumangan alias TRK tampil paling menonjol dalam pemberitaan. Dalam rentang waktu monitoring, TRK muncul dalam setidaknya enam artikel media yang secara eksplisit menyebutnya sebagai kandidat kuat Ketua Golkar Aceh.
Puncak pemberitaan terjadi pada akhir Juni hingga awal Juli. Mantan Wakil Ketua DPRA yang kini menjabat Bupati Nagan Raya itu disebut-sebut mendapat dukungan dari sejumlah tokoh kunci, termasuk mantan Panglima GAM Muzakir Manaf alias Mualem. Media menggambarkan TRK sebagai sosok berpengalaman, loyal, dan memiliki akar panjang dalam struktur partai.
Narasi yang dibangun media terhadap TRK cenderung positif, menggarisbawahi rekam jejaknya di eksekutif dan legislatif, serta basis elektoral yang luas di wilayah Barat-Selatan Aceh. “Paling lengkap secara kualifikasi dan jaringan,” tulis dari berbagai media lokal.
Sedangkan kemunculan Andi Harianto Sinulingga di media online saat diwacanakan menjadi calon Ketua DPD I Golkar Aceh, yang pada awalnya disebut sebagai nama paling potensial, juga tercatat dalam enam artikel pemberitaan. Pada April dan Mei, Andi HS disebut sebagai “tokoh muda yang membawa harapan regenerasi” di tubuh Golkar Aceh.
Dukungan dari kader muda hingga tokoh senior seperti Teuku Husein Banta sempat menguatkan posisinya. Namun memasuki Juni, intensitas pemberitaan terhadap Andi mulai mereda. Ia memilih bersikap pasif, bahkan dalam satu pernyataannya pada awal Juli menyatakan belum berencana maju.
“Jika ada arahan dari DPP, saya siap. Tapi hari ini saya belum berpikir ke sana,” kata Andi HS dalam wawancara dengan salah satu media Aceh. Pemberitaan terhadapnya pun bergeser dari sorotan politik ke narasi apresiatif atas sikap legowo yang ia tunjukkan.
Tokoh lain yang menjadi sorotan media adalah Bustami Hamzah, birokrat senior yang sebelumnya mencalonkan diri di Pilkada Gubernur Aceh. Dalam lima artikel pemberitaan yang relevan, nama Bustami mulai ramai dibahas sejak Mei, utamanya karena disebut sebagai calon dari luar struktur Golkar yang berpeluang maju jika mendapat diskresi dari DPP.
Julukan “Om Bus” yang disematkan media lokal menambah daya tarik narasinya. Walau bukan kader aktif, Bustami disebut memiliki akses hingga ke lingkaran istana. Di akhir Juni hingga awal Juli, pemberitaan terkait dirinya mencuat bersamaan dengan isu diskresi Ketua Umum DPP Golkar.
Namun pemberitaan terhadap Bustami tidak sepenuhnya positif. Sebagian kalangan internal menilai manuver ini berisiko melemahkan sistem kaderisasi partai. “Golkar bukan partai yang membuka ruang sembarangan tanpa jenjang. Diskresi itu hak, tapi harus bijak,” ujar seorang pengurus DPD II yang enggan disebutkan namanya.
Sosok terakhir yang mencuat adalah Ali Basrah Pasaribu, Wakil Ketua DPRA sekaligus Ketua Panitia Musda Golkar Aceh. Berbeda dengan tokoh lainnya, Ali baru muncul dalam bursa calon pada awal Juli, menjelang puncak dinamika politik internal.
Dalam dua artikel pemberitaan utama, nama Ali disebut mulai “bergerilya” mencari dukungan, termasuk melakukan safari politik bersama Ketua DPRA. Media menggambarkan Ali sebagai figur internal yang memahami mekanisme partai dan mulai diperhitungkan sebagai calon alternatif jika pertarungan mengerucut pada kompromi struktural.
Meski jumlah pemberitaan tentangnya masih terbatas, narasinya relatif positif: tokoh muda internal yang tengah membangun kekuatan diam-diam.
Berikut rekap jumlah artikel pemberitaan yang menyebut secara eksplisit masing - masing tokoh dalam konteks calon Ketua Golkar Aceh: Teuku Raja Keumangan (TRK) berjumlah 6 berita, Andi Harianto Sinulingga 6 berita, Bustami Hamzah 5 berita, dan Ali Basrah Pasaribu 2 berita.
Berdasarkan data yang tersedia, nama TRK dan Andi HS tercatat sebagai tokoh dengan frekuensi penyebutan tertinggi. Namun, jika ditinjau dari tren waktu, dominasi TRK terlihat lebih konsisten dan mengalami peningkatan menjelang pelaksanaan Musda.
Sementara itu, Andi HS yang sempat unggul di awal periode, belakangan memilih untuk tidak terlalu menonjol di media massa. Ia lebih mengoptimalkan media sosial sebagai sarana komunikasi, sekaligus membangun kedekatan dengan elit DPP Golkar yang berada di kementerian melalui strategi pendekatan berbasis promosi produk UMKM. Itu bagian strategi untuk mendukung dirinya di Musda Golkar Aceh ke 12 ke depannya.
Bustami dengan lima artikel berada di posisi menengah, namun memiliki nilai berita yang kuat berkat dinamika diskresi. Sementara Ali Basrah yang muncul belakangan masih berpeluang mengejar, tergantung pada gerak politiknya dalam hari - hari terakhir menuju Musda.
Musda Golkar Aceh sejatinya dijadwalkan digelar akhir Juni, namun hingga 11 Juli 2025 belum ada kepastian tanggal. Penundaan ini justru memberi ruang pada para kandidat untuk memperkuat dukungan dan citra publik mereka.
Dalam politik Aceh yang cair, popularitas pemberitaan bukan satu-satunya penentu. Namun, pantauan media tetap menjadi indikator penting arah preferensi dan respons publik. Jika tak ada kejutan besar, pertarungan Ketua DPD I Golkar Aceh bakal ditentukan di antara tiga nama utama: Teuku Raja Keumangan, Bustami Hamzah, dan Ali Basrah Pasaribu.
Siapa yang pada akhirnya merebut kursi itu? Jawabannya, tampaknya, tinggal menunggu waktu.