Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Carut Marut KADIN Aceh

Carut Marut KADIN Aceh

Jum`at, 21 September 2018 21:28 WIB

Font: Ukuran: - +


Firmandez akhirnya terpilih kembali secara aklamasi  sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi Aceh. Meski demikian , kursi kekuasan yang berhasil diraih oleh Firmandez untuk ketiga kalinya itu ditolak oleh sejumlah kalangan pelaku dunia usaha.


Penolakan itu kemudian "diredam" untuk semnatara waktu setelah KADIN Pusat mengeluarkan SK Nomor: SKEP/10/DP/IX/2013, bertanggal 23 September 2013. Anggota DPR RI inipun kemudian sah didapuk sebagai pemimpin tertinggi di organisasi para pengusaha itu.


Sulaiman Badai, yang kala itu duduk sebagai anggota formatur mengatakan, dengan keluarnya SK dari Kadin Pusat, maka terpilihnya Firmandez sebagai ketua untuk periode 2013-2018, sah secara hukum.


"Sudah keluar SK-nya dari Dewan Pengurus Kadin Indonesia Nomor: Skep/140/DP/IX/2013 tanggal 23 September 2013 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Kepengurusan Kamar Dagang dan Industri Aceh masa bakti 2013-2018," ujar Teuku Sulaiman Badai, Senin (30/9/2013).


Hal ini telah mengakhiri perlawanan Faisal Oesman, Ketua KADIN Aceh Besar, yang sebelumnya dipecat pada Muswarah Propinsi (Musprov) beberapa waktu sebelumnya. Bukan hanya perlawanan Faisal, SK tersebut juga tak pelak telah memupus harapan sejumlah pemimpin organisasi pengusaha dan komunitas di Aceh Besar yang bersikeras menolak hasil Musprov Kadin Aceh. Sejumlah pengusaha itu lalu mendesak  Kadin Pusat untuk  meninjau kembali terpilihnya Firmandez.


***


Riak perlawanan dari para seteru yang beranggapan bahwa Firmandez bukanlah orang yang tepat memimpin KADIN Aceh tampaknya bergelora. Ibarat api dalam sekam, terus menyala dan membara.


Lalu jelang September 2018, Muntasir Hamid, mantan Ketua KADIN Kota Banda Aceh meminta Firmandez untuk tidak menjadikan organisasi itu sebagai tahta yang bisa diwariskan kepada anak dan cucu. Menurut politikus Partai Golkar itu, Firmandez tidak boleh menempuh cara-cara illegal demi menempatkan putranya sebagai Ketua KADIN Aceh periode berikutnya. Disisi lain ia juga berang karena Firmandez tak kunjung menggelar Musprov KADIN Aceh, walau periode ia memimpin akan habis waktunya pada September 2018.


Dia menilai selama kepengurusan Firmandez, khususnya pada periode ketiga ini, organisasi KADIN Aceh seperti tidak ada arah kebijakan berarti. Muntasir menilai Kadin Aceh tidak ada kontribusi apa-apa buat daerah.

"Kepengurusan mendatang harus orang yang bisa membawa KADIN ini menjadi organisasi pencipta lapangan kerja baru dan interpreneur muda di Aceh," tegas Muntasir, Senin (10/9/2018).

Kepada Kadin Pusat Muntasir berharap agar melihat kenyataan yang ada selama ini bahwa keberadaan KADIN Aceh vakum dan "mati suri".  

"Kepengurusan mendatang harus orang yang bisa membawa KADIN ini menjadi organisasi pencipta lapangan kerja baru dan entrepreneur muda di Aceh," tegas Muntasir.

Tak pelak tudingan itu tentu saja dibantah oleh Firmandez. Ia mengatakan masa kepengurusannya belum berakhir dan dia sedang mempersiapkan  panitia OC dan SC. Ia juga menampik bahwa dirinya akan menjadikan KADIN sebagai dinasti keluarga.

"Tidak benar anggapan demikian, kita malah sudah membentuk OC dan SC serta sudah mengajukan waktu kepada KADIN Pusat," kata Formandez, Senin (10/9/2018).

Walau Firmandez telah menunjukkan signal akan segera menggelar Musprov, Sepertinya laju perlawanan dari oposisi tidak akan berhenti. Mereka pun memilih menempuh jalur hukum untuk "menghukum" Firmandez yang dinilai bebal.

Juru Bicara Pengusaha Aceh, Faisal kepada wartawan, Rabu (12/9/2018) mengatakan pihaknya akan mengajukan gugatan class action terhadap Firmandez yang dinilai menjalankan roda organisasi 2013-2018 secara illegal.

"Kami akan menempuh gugatan class action terhadap Firmandez," kata Faisal.

Menurut Faisal dosa Firmandez di KADIN Aceh sudah terlalu banyak, ianya telah menjalankan organisasi secara illegal dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 Tentang KADIN.

Pada ayat 2 Pasal 36 UU No.1/1986 disebutkan, khusus untuk jabatan Ketua Kadin Indonesia, provinsi, dan kabupaten/kota dapat dipilih hanya dua kali berturut-turut atau tidak, terhitung sejak berlakunya UU ini.

Faisal yang mewakili sedikitnya 25 pengusaha profesional di Aceh itu menilai, Firmandez selain melanggar UU juga yang bersangkutan telah melakukan pembohongan publik sehingga dianggap melakukan pidana.

Ia juga mengaku bahagian dari korban akibat kebijakan Firmandez yang telah melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kadin dan UU No.1/1987. Pada saat Musprov Kadin Aceh 2013, Faisal dipecat dari Ketua DPD KADIN Kabupaten Aceh Besar, karena menolak hasil Musprov.

"Pemecatan saya pada waktu itu juga melanggar UU, namun pada saat itu saya belum bisa berbuat apa-apa, tapi sekarang sudah ada dukungan dari teman-teman," katanya.

Lain Faisal lain pula nasib Muhammad Mada, seorang pengusaha Aceh. Ia mengaku ditipu oleh pihak-pihak tertentu. Surat pemberitahuan pelaksanaan Musprov Aceh baru sampai kepadanya pada tanggal 16 September 2018, padahal surat itu bertarikh 12 September 2018.

Surat itu juga tidak melampirkan panitia OC dan SC secara lengkap, padahal pada rapat sebelumnya panitia penyusun diamanahkan untuk menyusun panitia OC dan SC secara lengkap.

"Sudah dua bulan lebih dari rapat awal, tapi hingga sekarang belum jelas panitia OC dan SC," kata Mada, Senin (17/9/2018).

Ia pun menduga ada pihak-pihak tertentu yang bermain untuk memuluskan target tertentu. Pun demikian, ia tidak mau menduga-duga, dirinya hanya berharap agar KADIN Aceh menjadi lembaga yang menjalankan organisasi secara fairplay, jangan saling menjegal dengan cara-cara yang tidak baik.

Lalu, benarkah Firmandez tidak sedang bermain secara sehat? lalu benarkah ia ingin memberikan tahta Ketua KADIN Aceh kepada putranya? Hanya waktu yang akan menjawab. []




Keyword:


Editor :
AMPONDEK

riset-JSI
Komentar Anda