Beranda / Dialog / Program CWLS Aceh, Bagaimana Prakteknya?

Program CWLS Aceh, Bagaimana Prakteknya?

Selasa, 08 September 2020 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

[Dr Armiadi Musa, M.A, Plt Kepala Baitul Mal Aceh dan Wakil Ketua Badan Wakaf Aceh, Foto: Jalan Ary Official]


Pemanfaatan wakaf sukuk atau cash waqf linked sukuk (CWLS) akan dikembangkan di Aceh guna meningkatkan pembangunan daerah. Aceh akan menjadi provinsi pertama yang mengadopsi CWLS setelah peluncuran CWLS seri SW001 yang merupakan proyek nasional. Safuadi mengatakan, ada dua proyek yang akan digarap dengan menggunakan dana sukuk wakaf dari CWLS Aceh ini, yakni di bidang kargo dan agro.

Untuk memahami secara mendalam (komperhensif) tentang program CWLS Aceh, dialeksis.com bekerjasama dengan "Jalan Ary Official" membuat dalam bentuk berita khusus berupa dialog. Sekilas info narasumber ahli terkait keilmuan wakaf dan sukuk yaitu Dr Armiadi Musa, M.A, beliau tercatat sebagai Plt Kepala Baitul Mal Aceh dan Wakil Ketua Badan Wakaf Aceh, bahkan seorang akdemisi di Universitas Islam Negeri Ar Raniry. Berikut ini hasil pemikiran, simak petikan wawancaranya dibawah ini:

Sebenarnya apa manfaat Cash Waqf Linked Sukuk sebenarnya. Apakah produk ini memang benar mendatangkan kemaslahatan bagi umat?

Memang harus kita akui bahwa cash waqf linked sukuk adalah sebuah instrumen baru dalam hal investasi pemberdayaan ekonomi rakyat. ketika kita sebut “Cash Waqf Linked Sukuk” ada dua instrument besar disitu. Yang pertama adalah instrument waqf itu sendiri, yang kedua adalah instrument sukuk itu sendiri. “Waqf” di dalam masyarakat islam kita sudah sangat kita kenal bahwa itu merupakan suatu perbuatan hukum untuk menyisihkan sebahagian harta di jalan Allah yang sifatnya adalah sadaqah jaariyah yang mengalir pahalanya walaupun orangnya sudah meninggal dunia, yang asetnya itu tetap abadi untuk selama-lamanya, yang dipakai/ digunakan untuk penerimaan manfaat, dia (waqf) tidak boleh habis yang berbeda dengan instrument zakat yang memang harus habis dibagi.

Ketentuan di Indonesia perihal praktek wakaf, seperti apa ?

Di Indonesia ketentuan waqaf ini diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2004 tentang waqaf. Produk waqaf ini termasuk sukuk , yang dalam perbankan konvensional dikenal dengan sebutan obligasi atau surat hutang. Jadi sukuk adalah surat berharga syariah. Obligasi syari’ah itulah sukuk yang dalam bahasa pemerintahan disebut sebagai SBSN/ Surat Berharga Syari’ah Negara, kalau yang konvensional bernama SUN/ Surat Utang Negara, keduanya hutang. Nah, bedanya adalah kalau pada SUN/ Surat utang Negara, pemerintah menjual SUN kepada masyarakat dan Bank. Negara mau bangkrut atau sudah kekurangan uang misalnya Negara memberikan kepada rakyat yang mau memberikan hutang kepada Negara sertivikat/surat yang nantinya Negara memberikan bunga kepada masyarakat yang membeli SUN atau kepada Bak yang membeli SUN atau kepada perusahaan yang membeli SUN. Nah, untuk menyelamatkan umat islam dari bunga riba, dikeluarkanlah obligasi syari’ah/ sukuk .

Bagaimana cara kerja sukuk?

Susuk itu harus diinvestasikan, hasil investasi itulah yang dibagi dengan yang membeli sukuk, jadi yang dibagi adalah hasil. Hasil itu kemudian diinvestasikan ke dalam bentuk ‘aqad yang sesuai dengan syari’ah. Misal, ‘aqad ijaarah/ ‘aqad sewa, hasil dari pada sewa tadi diberikan kepada masyarakat. Nah, sekarang kita sudah paham apa itu sukuk dan apa itu waqf keduanya dikawinkan yang kemudian disebut integrasi waqf dengan sukuk dimana aset waqf digunakan sebagai underlink atau pendukung penerbit sukuk. Misalnya pemerintah membutuhkan uang untuk memberdayakan masyarakat.

Bagaimana tentang inisiasi Pemerintah Aceh untuk menerapan CWLS di Aceh?

Pada dasarnya inisiasi tersebut baik sekali. walau dipusat telah dilakukan dan di Aceh sangat spesifik. Jadi yang ingin kita sampaikan adalah skemanya terlebih dahulu. Setelah sukuk dan waqf dikawinkan maka yang akan terjadi nanti seperti apa uang waqf dan seperti apa kedudukannya jika digabungkan menjadi sukuk. Jadi, masyarakat itu ditawarkan dalam bentuk waqf, masyarakat mewakafkan asetnya yang dalam hal ini adalah uang, uang tersebut dijadikan oleh pemerintah dalam bentuk surat utang yang dikenal dengan sukuk. Ketika uang itu sudah terkumpul, kementerian keuangan sebagai penerbit surat utang mengeluarkan surat utang/sukuk. kemudian di investasikan, seperti dikatakan contohnya seperti kargo, hasil dari proyek kargo tadi dikembalikan kepada penerbit sukuk, jadi penerbit sukuk mendapatkan hasil, kemudian penerbit sukuk juga memberikan keada yang mengelola asset waqf tadi. Jadi waqif hanya mendapatkan bahwa asetnya itu kekal, asetnya di kargo tidak hilang. Hasil dari usaha kargo dimanfaatkan untuk masyarakat sesuai dengan peruntukan waqf.

Bedanya obligasi dan wakaf apa?

Jadi berbeda dengan obligasi yang bukan syariah/konvensional dimana hasil kembali pada orang yang membeli obligasi. Kalau sukuk hasilnya tidak kembali karena berupa waqf. Ini lah yang membedakan sukuk dan obligasi konvensional dimana keuntungan pada pembeli obligasi konvensional kembali pada yang membeli obligasi tersebut sedangkan keuntungan yang diperoleh pada sukuk tidak kembali kepada waqifnya. Jadi ghasil dari pengembangan proyek itu diberikan kepada masyarakat yang sesuai dengan ikrar aqad yang dibuat oleh pemerintah. Misalnya “hasil dari pada pembangunan kargo nanti akan diberikan kepada masyarakat miskin yang ada di Aceh” jadi masyarakat miskin di Aceh disebut sebagai mauquf ‘alaih/ peruntukan waqf/ penerima manfaat waqf. Itu lah yang membedakannya dengan obligasi konvensional secara umum. Jadi seperti itu.

Menurut anda apakah ada pembagian peran nantinya antara lembaga keuangan syariah Aceh dan lembaga waqaf?

Sebenarnya sudah memiliki peran masing-masing. Keterlibatan beberapa lembaga disini misalnya yang terlibat secaa utama dulu malah BI/ Bank Indonesia sebbagai akselerator mendorong implementasi CWLS secara nasional, kemudian ada BWI itu sendiri baik BWI tingkat nasional atau daerah berperan sebagai leader dan bisa juga sebagai nazir di dalam implementasi ini tergantung siapa yang dipilih sebagai nazir, kemudian yang ketiga kementerian keuangan sebagai user (pengguna) SBSN penerbit surat berharga syari’ah negara/ sukuk. Sedangkan lembaga Bank yang sebutkan tadi BNI Syari’ah, BR Syariah, Mandiri Syariah dan lain-lain dikenal sebagai LKSPWU/ Lembaga Keuangan Penerima Wakaf Uang. Artinya, wakaf uang yang ingin di implementasikan dalam program CWLS itu tidak boleh dilakukan oleh orang lain, uangnya harus melalui LKSPWU itu ketentuan undang-undang no. 42.

Uang wakaf itu dikelola oleh lembaga keuangan syariah, begitukah?

Melalui lembaga keuangan yang kita sebutkan tadi. Lembaga keuangan ini harus mendapatkan izin menjadi dirinya sebagai LKSPWU, maksudnya apa? Tidak semua lembaga keuangan syari’ah menjadi LKSPWU contoh, Bank Aceh belum, atau bank syari’ah lain yang ada di Aceh atau seluruh Indonesia masih belum. Sekarang yang sudah menyatakan dirinya atau yang sudah dikeluarkan izin menjadi LKSPWU adalah Bank Mu’amalah Indonesia, Mandiri Syari’ah, BNI syari’ah dan bank lain yang sudah dikeluarkan izin. Di Aceh sendiri Bank itu yang telah menjdi LKSPWU. Itu peran yang bisa dimainkan oleh lembaga keuangan. Yang terakhir adalah Baitulmal, apa peran Baitulmal disini? Peran Baitulmal disini dalam kaitan dengan implementasi CWLS ini dia bisa berperan sebagai kalau mengikut qanun menjadi pengawas, Pembina, melakukan pembinaan terhadap badan yang mengelola waqf, dia juga bisa menjadi regulator di tingkat daerah. Misalnya, ketika ini dilakukan dan ada momentum revisi qanun Baitulmal sekarang maka peran ini bisa dimasukkan.

Ada hal baru dari program pemerintah lakukan tentang wakaf dan sukuk, sedangkan itu baru untuk Aceh, apakah dibutuhkan produk qanun mengaturnya?

Momentum diqanun kalau memang ada revisi qanun LKS/Lembaga keuangan syari’ah disitu bisa dimasukan karena ada LKS yang terlibat, siapa LKS yang terlibat? Bank-bank syari’at tadi, dan ada Baitulmal yang terlibat. Bisa di qanunnya sendiri yaitu qanun nomor 10 tahun 2018, top kalau itu dapat diwujudkan.

Berarti penting didorong di level DPRA ?

Pasti perlu didorong merevisi qanunnya terkait tata kelola lembaga keuangan syariah. Kemarin kami sempat webinar tentang masalah wakaf. Jadi DPR sudah tau tentang ini karena ketua DPR ikut terlibat dalam webinar tersebut. Kesiapan untuk membantu paling tidak dengan melahirkan dan mengeluarkan produk-produk hukum mereka sudah siap sebagai lembaga legislatif.

Berbicara agar masyarakat tertarik berinvestasi CWLS, bagaimana caranya ?

Iya seperti itu, kalau itu menarik, disampaikan keuntungannya seperti ini misalnya untuk membantu semua anak-anak Aceh yang sedang menghafal Al-qur’an missal, itu disebut dengan mauquf ‘alaihdari hasil pengelolaan kargo tadi, misalnya berapa hasil dari pertahun itu, semua hasil itu misal disebutkan peruntukannya untuk membangun ma’had tahfiz atau untuk diberikan beasiswa anak Aceh yang menghafal Al-qur’an di dalam dan luar negeri itu kan jelas penerima manfaat, ketika itu menarik maka masyarakat berbondong-bondong berwaqf melalui CWLS ini. Jadi harus dikemas atau dibungkus dengan menarik dan jelas, jangan sampai masyarakat bingung dan kabur dengan CWLS ini. Saya rasa ini menentukan untuk berhasil atau tidak berhasinya program ini.

Bagaimana strategi agar kaum muda atau kalangan milenial tertarik untuk berwaqaf terutama melalui program CWLS?

Kaum milenial harus paham ini, bahwa ini merupakan bagian daripada ibadah yang harus mereka ketahui. Ketika ibadah waqaf ini namanya dibuat dengan produk-produk Ijtihad seperti sekarang ini, jadi sudah berubah paradigma wakaf, bisa diiukuti oleh para pemuda. Yang saya maksud begini, kalau dulu mungkin waqaf diketahui hanya kebun di kampong, kuburan di kampung, kebun kopi di kampung, iya kan, lahan sawah di kampung, tambak, dan lain-lain. Sekarang ada cash waqaf, cash waqaf seumpamanya ada yang menawarkan sertifikatnya satu juta, siapa yang punya uang satu juta boleh wakaf. Ada cash waqaf yang seratus ribu, seratus ribu boleh waqaf. Nah, siapapun punya uang walaupun sedikit dia boleh waqaf. Nah, para pemuda boleh waqaf. Jadi ini yang sangat menarik dari waqaf yang dikembangkan sekarang, pada cash waqaf. Maka yang kita sampaikan kepada pemuda/ kaum milenial harus paham masalah yang satu ini, bahwa ibadah waqaf ini sesuatu yang sangat penting yang bukan hanya dilakukan oelh orang-orang kaya atau memiliki penghasilan besar, tatpi ini bisa dilakukan oleh siapapun terutama mereka yang memiliki penghasilan lebih itu sangat diharapkan, tetapi ini bukan berarti tidak bisa dilakukan oleh milenial, bukan tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang berpenghasilan sederhana, siapa saja bisa. Bahkan orang miskin pun bisa sesuai kemampuannya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda