Beranda / Liputan Khusus / Diaspora / Tunisia Ricuh, Perlement di Bekukan: Laporan Exclusive dari Tunisia

Tunisia Ricuh, Perlement di Bekukan: Laporan Exclusive dari Tunisia

Selasa, 27 Juli 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Senin, 26/07/2021. Forum Mahasiswa Aceh-Dunia (FORMAD) melakukan siaran langsung melalui media sosial Instagram yang membahas tentang situasi terkini di Tunisia. Siaran langsung tersebut dipandu oleh Kun Misbahul Munawar (Kun) yang turut mengundang Muhammad Yasir Adnan (Yasir) sebagai mahasiswa pascasarjana di Tunisia yang berasal dari Buket Rata, Kota Lhokseumawe-Provinsi Aceh.

Presiden Tunisia-Kais Saied, pada hari Minggu tanggal 25 Juli telah mengambil alih otoritas daripada eksekutif setelah memberhentikan Hicham Mechichi sebagai Perdana Menteri. Adapun eskalasi politik di Tunisia terjadi karena adanya ribuan masyarakat melakukan aksi protes terhadap penanganan pandemi Covid-19. Aksi yang dilakukan masyarakat tersebut berakhir dengan kerusuhan antara pendukung Presiden Kais Saied dan partai terbesar dalam koalisi pemerintahan yaitu Ennahdha di depan gedung parlemen Tunisia yang melibatkan adanya tindakan militer memblokade gedung parlemen tersebut.

Tunisia sebagai negara yang berpenduduk sekitar 12 juta telah mengalami krisis dalam menangani pandemi Covid-19 yang menyebabkan 18.000 orang meninggal dunia. Meskipun telah belalunya satu dekade sejak revolusi tahun 2011 yang menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali, Tunisa terus melalui masa dinamika politik yang menghalangi upaya pemerintahan negara untuk kembali bangkit dengan politik yang terpecah-belah, sehingga tidak mampu membentuk pemerintahan yang efektif. Sejak Presiden Kais Saied terpilih pada tahun 2019, Ia telah menghadapi situasi pertikaian dengan mantan Perdana Menteri Hichem Mechichi dan Ketua Parlemen Rached Ghannouchi ketika negara Afrika Utara menghadapi krisis ekonomi dan berjuang untuk meningkatkan respons yang efektif terhadap penanganan pandemi Covid-19.

Tindakan Presiden Kais Saeid tentang pengumuman memberhentikan Hicham Mechichi sebagai Perdana Menteri merupakan tindakan yang luar biasa dan dianggap telah sesuai dengan merujuk pada Pasal 80 Konstitusi Negara Tunisia yang menyatakan bahwa: “… seorang presiden boleh mengambil langkah apapun yang dirasa perlu ketika jalannya pemerintahan, keamanan, dan kedaulatan Tunisia dalam bahaya. Namun, langkah tersebut hanya boleh diambil usai konsultasi dengan parlemen, perdana menteri, dan mahkamah konstitusi”. Sehingga tindakan tersebut memutuskan: pertama, memberhentikan Perdana Menteri Hicham Mechichi; kedua, Presiden Kais Saeid sebagai penguasa negara dan mengawasi seluruh otoritas eksekutif; ketiga, mengangkat Perdana Menteri baru di bawah pengawasan Presiden Republik; keempat, Presiden Republik sebagai pengawas Kantor Kejaksaan; kelima, pembekuaan parlemen dengan merujuk kepada konstitusi yang tidak mengizinkan pembubarannya; keenam, menjalankan negara melalui keputusan dari Presiden Republik; dan ketujuh, mengangkat kekebalan para wakil rakyat.

Adapun reaksi dari masyarakat Tunisia yang menunjukkan kegembiraan serta merayakan keputusan Presiden Kais Saeid tersebut dengan membanjiri jalan-jalan di ibu kota. Meskipun Presiden Kais Saeid menegaskan bahwa tindakan yang dilakukannya telah sesuai dengan konstitusional, maka Ketua Parlemen Rached Ghannouchi menuduh presiden meluncurkan “kudeta” terhadap revolusi dan konstitusi. Sehingga Rached Ghannouchi melalui pendukung Partai Ennahda meminta untuk melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk penentangan terhadap kudeta.

Setelah dilakukannya konsultasi dengan Perdana Menteri dan Ketua Majelis Perwakilan Rakyat serta merujuk kepada Pasal 80 Konstitusi Negara Tunisia dalam rangka melestarikan keutuhan negara, keamanan dan kemerdekaan, serta menjamin berlangsungnya roda pemerintahan secara normal, maka Presiden Republik Kais Saied memutuskan untuk membebaskan Perdana Menteri Hicham Mechichi, pembekuan pekerjaan dan kekuasaan parlemen dalam jangka waktu 30 hari, mengangkat kekebalan parlemen dari semua anggota, Presiden Republik mengambil alih kekuasaan eksekutif dengan bantuan pemerintahan yang dipimpin oleh Perdana Menteri dan diangkat oleh Presiden Republik. Adapun keputusan tersebut diterbitkan dan mengatur berbagai bentuk tindakan dengan menyesuaikan situasi serta memberikan arahan kepada masyarakat untuk tidak terlibat dalam kericuhan atau pemberontakan yang terjadi.

Mengatasi adanya indikasi kerusuhan atau pemberontakan susulan yang terjadi, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang dipimpin Duta Besar Republik Indonesia untuk Tunisia Prof. Ikrar Nusa Bakhti menghimbau seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) termasuk mahasiswa yang berada di Tunisia untuk tidak keluar daripada kediaman tempat tinggal apabila tidak ada keperluan dan kepentingan yang mendesak, mengingat situasi dan kondisi yang tidak mendukung guna menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan. 

Muhammad Suhail Ghifari (Komisi Politik FORMAD).


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda