DIALEKSIS.COM | Bali - Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya pembiayaan pertanian dalam mempercepat transisi menuju ekonomi sirkular yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan dalam forum internasional Asia-Pacific Rural and Agricultural Credit Association (APRACA) -- Regional Policy Forum dan 78th Executive Committee Meeting yang digelar di Bali, Senin (26/5/2025).
Dalam sambutannya, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyebutkan bahwa sektor keuangan memiliki peran vital dalam mendukung pengembangan ekonomi sirkular, terutama di wilayah perdesaan.
“Terdapat tiga langkah strategis yang dapat diambil pelaku sektor keuangan. Pertama, memperluas akses pembiayaan melalui solusi inovatif untuk mengatasi hambatan terkait agunan. Kedua, menciptakan produk keuangan yang sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular. Ketiga, memperkuat kapasitas lembaga keuangan agar mampu menilai model bisnis yang ramah iklim dan nontradisional,” ujar Destry.
Menurutnya, model bisnis sirkular bukan hanya lebih berkelanjutan, tetapi juga memiliki risiko yang lebih rendah dan potensi nilai jangka panjang yang tinggi.
“Dengan pemahaman yang tepat, lembaga keuangan dapat melihat potensi ekonomi sirkular bukan sebagai beban, tapi sebagai peluang investasi masa depan,” tambahnya.
BI, lanjut Destry, telah mengambil sejumlah langkah konkret. Di antaranya mendorong sektor hijau lewat kebijakan makroprudensial, memperluas inklusi keuangan digital untuk petani melalui penggunaan QRIS, serta membangun model pembiayaan berbasis klaster.
“Salah satu contoh nyatanya adalah Desa Penglipuran di Bali, yang menjadi model integrasi antara pariwisata dan pertanian sirkular. Di sana, sistem pembayaran digital telah diterapkan secara inklusif,” jelasnya.
Chairman Agricultural Development Bank of China (ADBC) sekaligus Chairman APRACA, Qian Wenhui, juga menegaskan pentingnya pendekatan sirkular dalam sektor pertanian.
“Ekonomi sirkular mampu mengatasi keterbatasan sumber daya dengan mengubah limbah menjadi sesuatu yang bernilai tambah,” ujar Qian.
Ia menambahkan bahwa konsep ini juga mendukung ketahanan pangan dan pencapaian target iklim global.
“Dengan praktik pertanian berkelanjutan seperti tumpangsari dan pengurangan pestisida kimia, kita dapat meningkatkan produktivitas tanpa merusak lingkungan. Selain itu, pemanfaatan biogas dan pengolahan limbah pertanian bisa berkontribusi langsung terhadap pengurangan emisi karbon,” jelasnya.
APRACA sendiri merupakan forum kerja sama internasional yang beranggotakan 95 lembaga keuangan dari 24 negara di kawasan Asia Pasifik. Forum ini bertujuan memperkuat kolaborasi dalam pembiayaan sektor pertanian dan perdesaan.
“Melalui forum ini, kami ingin mendorong pertukaran gagasan, inovasi, dan strategi pembiayaan yang bisa mengatasi tantangan iklim dan mendukung ketahanan pangan kawasan,” pungkas Qian.
Selain Indonesia dan Tiongkok, pertemuan ini juga dihadiri oleh pejabat bank sentral dari Bangladesh, Kamboja, dan Nepal. [in]