Senin, 15 September 2025
Beranda / Ekonomi / Harga Anjlok, Petambak Aceh Minta Pemerintah Buka Ekspor Udang Lewat Krueng Geukueh

Harga Anjlok, Petambak Aceh Minta Pemerintah Buka Ekspor Udang Lewat Krueng Geukueh

Senin, 15 September 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Harga komoditas udang vaname di Aceh anjlok. Dokumen untuk dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ribuan petambak udang vaname di Aceh kini berada di ambang krisis. Sejak Agustus 2025, harga komoditas ekspor unggulan itu anjlok tajam menyusul penghentian sementara impor udang beku dari Indonesia oleh Amerika Serikat. Rantai pemasaran terputus, kerugian petambak kian meluas, bahkan disebut bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

Zamakhsyari, petambak udang vaname asal Aceh Utara, mengungkapkan keresahannya. Menurut dia, selama lebih dari sebulan terakhir para petambak sudah berada dalam situasi panik karena hasil panen sulit terserap pasar.

“Pabrik besar di Medan tidak lagi menerima panen kami. Hanya ada satu pabrik lain dengan kapasitas terbatas yang masih membeli. Situasi ini dimanfaatkan agen-agen penampung untuk menekan harga jauh di bawah standar,” ujarnya kepada media dialeksis.com, Senin, 15 September 2025.

Perbedaan harga di Medan dan Aceh semakin memperparah keadaan. Berdasarkan data harga Medan tanggal 10 Agustus 2025, udang ukuran 30 ekor per kilogram tercatat Rp74.000/kg. Namun, penampung di Aceh hanya berani membeli Rp58.000-Rp60.000/kg. 

Di tingkat tambak, penurunan lebih tajam, berkisar Rp14.000 hingga Rp17.000 per kilogram.

“Dengan kondisi ini, mustahil petambak memperoleh keuntungan. Justru kami menanggung kerugian besar yang mengancam kelangsungan usaha,” kata Zamakhsyari.

Ia menegaskan, krisis ini bukan hanya soal bisnis. Ribuan keluarga di pesisir Aceh yang menggantungkan hidup pada tambak udang terancam kehilangan mata pencaharian

“Tambak udang itu tulang punggung ekonomi masyarakat pantai timur dan barat Aceh. Kalau pemerintah tidak segera turun tangan, ini bukan lagi soal perdagangan, tapi soal hajat hidup rakyat,” tegasnya.

Salah satu solusi yang diusulkan Zamakhsyari adalah membuka jalur ekspor langsung melalui Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara. 

Selama ini, ekspor udang Aceh bergantung pada pabrik dan jalur distribusi di Medan, Sumatera Utara. Ketergantungan itu membuat petambak Aceh berada pada posisi lemah.

“Kita minta pemerintah membuka ekspor udang vaname lewat Krueng Geukueh. Jangan bergantung pada Medan. Kalau jalur ekspor dibuka di Aceh, uang beredar juga akan lebih banyak masuk ke daerah ini,” ujarnya.

Menurutnya, dengan posisi strategis Krueng Geukueh di jalur pelayaran internasional, pelabuhan itu sangat layak dijadikan pintu keluar ekspor komoditas perikanan Aceh. 

“Langkah ini bukan hanya soal penyelamatan petambak, tapi juga memperkuat ekonomi daerah,” tambahnya.

Selain usulan ekspor langsung, Zamakhsyari juga menekankan sejumlah langkah lain yang perlu diambil pemerintah. Pertama, intervensi harga melalui subsidi sementara atau penetapan harga dasar udang untuk melindungi petambak dari kerugian beruntun.

"Kita tidak boleh lagi bergantung pada Amerika Serikat. Pemerintah harus segera membuka jalur ke Asia, Timur Tengah, dan Eropa,” katanya.

Selain itu, penguatan industri lokal. Menurut Zamakhsyari, Aceh harus memiliki unit pengolahan hasil perikanan sendiri agar nilai tambah tidak lari ke daerah lain. 

"Kalau ada pengolahan di sini, petambak tidak terlalu tergantung pada pembeli luar,” ucapnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta menyediakan skema pembiayaan lunak, mengevaluasi izin agen penampung yang dituding sengaja memainkan harga dengan menyimpan stok di cold storage, serta mendorong koordinasi lintas kementerian.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perdagangan, hingga Luar Negeri harus duduk bersama. Diplomasi dagang perlu segera dilakukan agar ekspor bisa normal kembali,” kata Zamakhsyari.

Situasi ini membuat banyak petambak di Aceh berada dalam dilema. Mereka tetap harus memberi pakan dan merawat tambak, tetapi hasil panen tidak mampu menutup biaya produksi.

“Kalau dibiarkan, banyak tambak akan gulung tikar. Padahal, sektor ini punya potensi besar menopang ekonomi Aceh. Sekarang saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan. Kalau tidak, kita akan kehilangan salah satu komoditas unggulan ekspor, dan ribuan keluarga pesisir semakin terpuruk,” tutup Zamakhsyari.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka - maulid