DIALEKSIS.COM | Jakarta - Harga emas di Indonesia menunjukkan tren kenaikan yang signifikan dalam lima tahun terakhir. Sejak awal 2020 hingga September 2025, harga emas batangan nasional (Antam) telah meningkat lebih dari dua kali lipat, menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah di atas Rp2 juta per gram.
Kenaikan tajam ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kondisi ekonomi global yang penuh gejolak, pelemahan nilai tukar rupiah, tekanan inflasi, hingga lonjakan permintaan masyarakat terhadap logam mulia. Berikut laporan lengkapnya. Disinilah menarik redaksi Dialeksis melakukan penelusuran berdasarkan berbagai data sekunder disajikan dari informasi dan data.
Pandemi COVID-19 pada 2020 menjadi titik tolak melambungnya harga emas di pasar internasional maupun domestik. Ketika krisis pandemi mengguncang ekonomi dunia, investor beralih ke emas sebagai aset safe haven. Harga emas global mencetak rekor all-time high mencapai USD 2.063 per troy ounce pada Agustus 2020. Imbasnya terasa di pasar nasional: untuk pertama kalinya harga emas Antam di Indonesia menembus Rp1 juta per gram, rekor tertinggi saat itu. Kondisi ini mencerminkan kepercayaan luas bahwa emas mampu menjaga nilai di tengah ketidakpastian.
Memasuki 2021, seiring pelaksanaan vaksinasi dan pemulihan ekonomi, euforia aset berisiko meningkat. Harga emas pun sempat terkoreksi di level USD 1.700-1.800 per ounce secara global. Di Indonesia, harga emas turun dari puncaknya namun masih bertahan di kisaran Rp900 ribu per gram. Sepanjang tahun tersebut, emas mengalami fase konsolidasi setelah reli agresif di 2020. Meski demikian, posisi harga tetap jauh lebih tinggi dibanding pra-pandemi, menegaskan status emas sebagai penyimpan nilai jangka panjang.
Gejolak global kembali mendongkrak emas pada 2022. Invasi Rusia ke Ukraina di awal 2022 mendorong lonjakan harga emas dunia hingga kembali menembus ambang USD 2.000 per ounce. Ketegangan geopolitik meningkatkan kekhawatiran pasar, sehingga investor memburu emas. Namun, secara bersamaan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) mulai agresif menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi.
Kebijakan suku bunga tinggi The Fed ini memberikan tekanan balik pada emas aset tanpa imbal hasil sehingga harga emas global turun lagi di bawah USD 1.800 menjelang akhir 2022. Meski fluktuatif, rata-rata harga emas dunia sepanjang 2022 tetap lebih tinggi dari tahun sebelumnya, dan ketidakpastian global secara umum menjaga minat investor pada logam mulia.
Selain faktor global, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berperan penting dalam menentukan harga emas domestik. Emas dunia diperdagangkan dalam dolar, sehingga setiap pelemahan rupiah otomatis membuat harga emas dalam rupiah naik. Selama lima tahun terakhir, rupiah cenderung tertekan terutama di masa krisis. Pada puncak awal pandemi (Maret 2020), rupiah pernah menyentuh Rp16.500 per USD, dan tren pelemahan kembali terulang pada 2025. Pertengahan September 2025, kurs rupiah anjlok hingga Rp16.601 per dolar AS, level terlemah sejak awal pandemi. Dampaknya, harga emas Antam domestik ikut terdongkrak ke rekor baru Rp2,1 juta/gram pada waktu yang sama.
Pelemahan rupiah ini dipicu oleh kombinasi faktor: mulai dari arus modal keluar saat ketidakpastian global meningkat, hingga perbedaan kebijakan suku bunga dengan negara maju. Bank Indonesia sempat menaikkan suku bunga acuan pada 2022-2023 untuk menahan laju inflasi dan menstabilkan rupiah. Meski begitu, tekanan terhadap rupiah tidak sepenuhnya mereda. Bagi investor lokal, situasi ini justru memperkuat daya tarik emas sebagai lindung nilai. Dengan menyimpan kekayaan dalam bentuk emas, masyarakat dapat melindungi daya belinya dari risiko depresiasi mata uang.
Inflasi yang meningkat juga menjadi pendorong kenaikan harga emas. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi Indonesia sepanjang 2022 mencapai 5,51% (year-on-year), tertinggi dalam hampir satu dekade. Kenaikan inflasi - dipicu oleh lonjakan harga energi dan pangan - membuat nilai mata uang tergerus. Emas, yang secara historis tahan inflasi, kembali dilirik sebagai instrumen lindung nilai.
“Ketika semua harga barang naik dan nilai mata uang melemah, emas bisa jadi penyelamat,” tulis analis Jaza Yusron dari Treasury.id. Dalam situasi inflasi tinggi, masyarakat cenderung meningkatkan pembelian emas untuk menjaga nilai asetnya.
Di sisi lain, kebijakan moneter bank sentral turut berpengaruh. Kenaikan suku bunga acuan biasanya menekan harga emas, seperti yang terjadi pada 2022 ketika The Fed menaikkan suku bunga sehingga penguatan emas tertahan. Namun memasuki 2023-2024, laju inflasi global yang mulai mereda membuka peluang pelonggaran suku bunga. Prospek penurunan suku bunga The Fed pada 2024-2025 menghidupkan kembali tren bullish emas di pasar dunia. Sejumlah analis bahkan memproyeksikan harga emas global bisa mencapai rekor baru seiring siklus rate cut (penurunan suku bunga) yang meningkatkan daya tarik emas. Kombinasi inflasi yang masih di atas target dan ekspektasi pelonggaran moneter menciptakan lingkungan ideal bagi kenaikan harga emas.
Tren kenaikan harga emas belakangan ini juga didorong oleh tingginya permintaan dari masyarakat Indonesia. Kondisi ekonomi yang tidak menentu mulai dari resesi pandemi, ketegangan geopolitik, hingga kekhawatiran resesi global mendorong makin banyak orang berinvestasi emas. PT Aneka Tambang (Antam) sebagai produsen emas nasional mencatat lonjakan penjualan yang mencerminkan tren ini. Sepanjang 9 bulan pertama 2022, volume penjualan emas Antam mencapai 25.931 kg, naik 31% dibanding periode yang sama tahun 2021 (19.870 kg).
“Pertumbuhan kinerja penjualan emas Antam selaras dengan peningkatan kesadaran masyarakat dalam investasi emas,” ujar Direktur Operasi dan Produksi Antam, I Dewa Wirantaya. Artinya, semakin banyak masyarakat yang memborong emas batangan sebagai investasi jangka panjang.
Hal serupa dialami PT Pegadaian (Persero) yang menawarkan tabungan emas dan Galeri 24. Di kala pasar saham bergejolak, emas menjadi pilihan populer. Tren ini kian diperkuat oleh kemudahan investasi emas secara digital melalui platform fintech, serta maraknya gerai penjualan emas ritel.
Masyarakat dari berbagai kalangan tak hanya investor besar - kini bisa membeli emas sedikit demi sedikit sebagai tabungan. Tingginya minat ini menciptakan efek spiral: permintaan naik mendorong harga naik, dan ekspektasi kenaikan harga di masa depan kembali menarik minat beli.
Meski harga sudah tinggi, analis menilai prospek emas tetap cerah selama ketidakpastian ekonomi membayangi dan sentimen investor condong ke aset aman.
Rekor Tertinggi 2023-2025 & Proyeksi Ke Depan
Grafik pergerakan harga emas batangan Antam 1 gram (Rp/gram) periode 2020 - Sept 2025. Harga emas nasional konsisten naik dalam lima tahun terakhir, dengan lonjakan tajam terjadi sejak 2022 hingga mencapai lebih dari Rp2 juta/gram di 2025.
Memasuki 2023, harga emas semakin menguat didukung kekhawatiran inflasi dan ancaman perlambatan ekonomi global. Di penghujung 2023, harga emas Antam rata-rata sudah mencapai sekitar Rp1,13 juta per gram, naik ~10% dibanding akhir 2022. Bahkan pada September 2023, rata-rata harga emas Antam menembus rekor Rp1,07 juta per gram, melonjak 13,7% secara tahunan (year-on-year) dan 61,9% lebih mahal dibanding lima tahun sebelumnya. Tren ini sejalan dengan harga emas dunia yang saat itu berada di level ~USD 1.915/oz, naik ~14% dari tahun sebelumnya. Bank Dunia dalam laporannya sempat memperkirakan harga emas akan rata-rata USD 1.900/oz pada 2023, atau 6% lebih tinggi dari 2022. Proyeksi ini terbukti mendekati kenyataan, mencerminkan ketahanan emas di tengah inflasi global dan gejolak geopolitik.
Tahun 2024 menjadi periode emas semakin bersinar. Harga emas Antam terus mencetak rekor baru sepanjang tahun. Pada Juli 2024, harga emas menembus Rp1,42 juta/gram, dan menutup akhir 2024 di kisaran Rp1,5 juta per gram. Kenaikan sekitar 35% selama tahun 2024 didorong oleh pelemahan rupiah serta meningkatnya pembelian emas sebagai lindung nilai inflasi. Menurut laporan Tribunnews yang dikutip pada April 2025, sepanjang 2024 harga emas domestik naik sekitar 12% antara lain akibat melemahnya rupiah dan naiknya permintaan investasi emas. Artinya, tren kenaikan semakin curam memasuki 2025.
Benar saja, pada 2025 harga emas mencatat lompatan tertinggi. Hingga September 2025, emas Antam telah melonjak sekitar 40% dibanding akhir tahun lalu, menembus level Rp2 juta. Pertengahan September 2025, harga emas Antam resmi mencetak all-time high baru di Rp2,105 juta per gram. Dibanding posisinya lima tahun silam, harga emas nasional telah naik lebih dari 113%. Dengan kata lain, dalam periode 2020 - 2025 harga emas domestik lebih dari dua kali lipat. Kenaikan spektakuler ini memberikan keuntungan besar bagi investor yang telah mengakumulasi emas sejak awal pandemi. Sebagai ilustrasi, investor yang membeli emas Antam seharga Rp800 ribu/gram di awal 2020 kini menikmati kenaikan nilai sekitar 50% hingga 2025.
Ke depan, prospek harga emas masih dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global dan domestik. Jika ketidakpastian ekonomi dan geopolitik berlanjut, emas berpeluang mempertahankan tren bullish. Sebaliknya, jika pemulihan ekonomi menguat dan inflasi mereda, bisa terjadi koreksi harga. Namun, banyak analis sepakat bahwa emas akan tetap menjadi aset andalan jangka panjang. Bank Dunia mengingatkan volatilitas tetap mungkin terjadi mengingat tingginya ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dunia. Dalam jangka panjang, laju inflasi dan arah suku bunga menjadi faktor kunci yang memengaruhi emas.
Bagi investor Indonesia, pelajaran dari lima tahun terakhir jelas terlihat: emas terbukti aset yang tahan krisis. Meski harganya naik turun jangka pendek, tren jangka panjang menunjukkan kenaikan stabil.
Emas telah membantu melindungi kekayaan masyarakat dari inflasi dan pelemahan rupiah. Dengan harga yang kini di level tertinggi sepanjang masa, investor disarankan tetap cermat. Membeli emas saat harga rendah dan sabar menyimpannya terbukti memberi hasil optimal, sementara mengejar kenaikan jangka pendek bisa berisiko.
Diversifikasi portofolio juga penting, karena bergantung sepenuhnya pada emas tidak dianjurkan. Yang jelas, lima tahun terakhir mengukuhkan status emas sebagai “pelindung nilai” di tengah berbagai badai ekonomi. Para ahli menilai, selama ketidakpastian masih ada, kilau emas belum akan pudar.[arn]