DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seminar Internasional Muzakarah Saudagar Aceh 2025 yang digelar MPW Ikatan Saudagar Muslim se-Indonesia (ISMI) Aceh di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Sabtu, 22 November 2025, menjadi forum penting bagi para pelaku usaha untuk merumuskan strategi ekspor produk Aceh ke pasar global. Salah satu gagasan utama yang mencuat ialah pemanfaatan keunggulan regulasi Aceh sebagai prioritas dalam membuka akses perdagangan internasional.
Ketua Umum KADIN Aceh, Ir. H. Muhammad Iqbal, dalam paparannya menekankan bahwa Aceh memiliki dasar hukum yang tidak dimiliki daerah lain, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Menurutnya, regulasi khusus tersebut dapat menjadi entry point bagi produk Aceh untuk lebih leluasa mengakses pasar global, terutama dalam penguatan iklim investasi, kemudahan layanan perdagangan, dan fleksibilitas pengembangan industri unggulan.
“Keunggulan regulasi ini harus menjadi bagian dari strategi besar kita. Aceh memiliki hak-hak khusus yang bisa dimaksimalkan untuk mendukung produk lokal agar lebih kompetitif di pasar internasional,” ujar Iqbal.
Diskusi panel menghadirkan sejumlah tokoh nasional, di antaranya Ketua International Chamber of Commerce (ICC) Indonesia Prof. Ilham Akbar Habibie, Kepala BRIN Prof. Arif Satria, Ketua Diaspora Aceh Global Dr. Mustafa Abubakar, Wakil Rektor Akademik USK Prof. Agussabti, serta Guru Besar UIN Ar-Raniry Prof. Syahrizal Abbas.
Prof. Ilham menyoroti potensi besar Aceh dalam ekosistem halal food, yang dinilai sangat diminati pasar internasional.
“Hulu-hilir produk halal Aceh harus berada dalam satu sistem manajemen. Preferensi global terhadap Aceh sebagai daerah Islami menjadi keunggulan tersendiri,” katanya.
Selain sektor halal, produk pertanian, perkebunan, dan industri kreatif juga dinilai memiliki daya saing untuk ekspor apabila dilakukan pemetaan komoditas serta peningkatan standar mutu. Diaspora Aceh Global menegaskan kesiapan mereka untuk membuka jejaring pasar luar negeri, dengan catatan produk Aceh memenuhi sertifikasi dan kualitas internasional.
Ketua MPW ISMI Aceh, Nurcholish (Cut Ngoh), menambahkan bahwa Aceh memiliki tiga modal besar untuk menembus pasar global: keunggulan geopolitik, geoekonomi, dan geostrategis. Ketiganya, menurut Cut Ngoh, harus menjadi fondasi dalam menyusun strategi ekspor yang berkelanjutan.
Ia juga menekankan pentingnya memaksimalkan fungsi Pelabuhan Krueng Geukueh di Aceh Utara sebagai pintu utama ekspor produk Aceh. “Pelabuhan Krueng Geukueh siap memfasilitasi ekspor. Ini momentum penting untuk kita dorong bersama,” ujarnya.
Muzakarah Saudagar Aceh 2025 dihadiri ratusan peserta dari kalangan pengusaha, IKM, akademisi, lembaga pemerintah, serta asosiasi pelaku usaha se-Aceh. Forum ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi konkret untuk mendorong ekspor produk Aceh secara sistematis dan berbasis keunggulan daerah.
Dengan memadukan potensi komoditas, dukungan diaspora, penguatan rantai pasok, dan keunggulan regulasi, para panelis optimistis Aceh memiliki peluang besar memperluas jejaknya di pasar internasional.[]