Rabu, 02 Juli 2025
Beranda / Ekonomi / Hingga 2025, Royalti Tambang Aceh Tembus Hampir Rp 2 Triliun

Hingga 2025, Royalti Tambang Aceh Tembus Hampir Rp 2 Triliun

Selasa, 01 Juli 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga pertengahan 2025, total royalti dari sektor tambang di Provinsi Aceh yang disetor ke kas negara telah mendekati angka Rp 2 triliun. [Foto: Humas Aceh]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga pertengahan 2025, total royalti dari sektor tambang di Provinsi Aceh yang disetor ke kas negara telah mendekati angka Rp 2 triliun. 

Kenaikan signifikan tercatat dalam tiga tahun terakhir, menjadikan tambang sebagai salah satu penyumbang utama penerimaan negara dari daerah.

“Dalam tiga tahun terakhir, khususnya sejak 2022, nilai royalti terus meningkat. Pada tahun 2023 hingga 2024 saja, tercatat sekitar Rp 500 miliar per tahun masuk ke kas negara,” ujar Taufik, Selasa (1/7/2025).

Meski disetor ke pemerintah pusat, dana royalti tersebut sebagian besar akan dikembalikan ke daerah. Taufik menjelaskan bahwa skema pembagian royalti telah diatur dengan proporsi tertentu.

“Sebanyak 80 persen dari royalti itu dikembalikan ke daerah. Kabupaten atau kota penghasil mendapatkan 32 persen, ditambah 8 persen lagi jika mereka memiliki fasilitas pengolahan. Provinsi menerima 16 persen, dan sisanya 20 persen tetap untuk pusat,” jelasnya.

Dengan skema itu, daerah penghasil yang juga memiliki pabrik pengolahan bisa memperoleh hingga 40 persen dari total royalti yang disetorkan.

Aceh sendiri memiliki kekayaan tambang yang cukup beragam, meliputi batu bara, logam, hingga galian C. Berdasarkan data Dinas ESDM Aceh, hingga pertengahan 2025, terdapat 18 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara, 33 IUP mineral logam, 15 IUP non-logam, dan 3 izin tambang batuan skala kecil.

“Aceh Barat menjadi daerah penyumbang terbesar dari tambang batu bara, sementara tambang logam paling banyak ditemukan di wilayah pantai barat,” tambah Taufik.

Namun demikian, Taufik mengakui bahwa proses pengelolaan pertambangan di Aceh masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah lambatnya peralihan dari tahap eksplorasi ke produksi.

“Kalau dikelola dengan prosedur dan regulasi yang benar, tambang bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan daerah,” ujarnya.

Untuk proses perizinan, lanjut Taufik, pengajuan izin tambang harus melalui beberapa tahapan mulai dari tingkat desa hingga kabupaten. Setelah mendapat rekomendasi, dokumen diajukan ke DPMPTSP dan kemudian dievaluasi secara teknis oleh Dinas ESDM sebelum izin resmi diterbitkan. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI