DIALEKSIS.COM | Aceh - Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan terbaru terkait indikator stabilitas nilai tukar Rupiah dan pergerakan aliran modal asing. Dalam periode 2“5 Juni 2025, mata uang Garuda menunjukkan penguatan tipis meskipun tekanan global masih membayangi.
“Pada Rabu sore, 4 Juni 2025, Rupiah ditutup di level Rp16.285 per dolar AS,” tulis Bank Indonesia dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025). Namun, penguatan berlanjut di keesokan harinya. “Pagi ini, Rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.250 per dolar AS.”
Bank sentral menyebut penurunan imbal hasil (yield) di pasar obligasi sebagai salah satu indikator stabilitas keuangan yang membaik. Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun turun dari 6,81% menjadi 6,78%. Sementara itu, yield US Treasury Note 10 tahun juga turun ke level 4,355%.
“DXY juga melemah ke level 98,79. Ini menunjukkan dolar AS sedikit terkoreksi terhadap enam mata uang utama dunia,” lanjut pernyataan BI.
Meski demikian, arus modal asing masih menunjukkan tren keluar di pekan pertama Juni. Berdasarkan data transaksi 2“4 Juni 2025, investor asing tercatat melakukan jual neto sebesar Rp4,48 triliun. Rinciannya, penjualan bersih senilai Rp3,98 triliun terjadi di pasar saham, dan Rp5,69 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), meski masih ada pembelian bersih Rp5,19 triliun di pasar SBN.
“Premi CDS Indonesia 5 tahun per 4 Juni 2025 sebesar 76,99 bps, turun dibanding akhir Mei sebesar 78,12 bps. Ini menunjukkan persepsi risiko mulai mereda,” tulis Bank Indonesia.
Selama 2025 hingga 4 Juni, total arus modal asing menunjukkan pola campuran. Investor asing tercatat jual neto sebesar Rp46,67 triliun di pasar saham dan Rp19,34 triliun di SRBI, namun masih mencatat beli neto sebesar Rp46,70 triliun di pasar SBN.
Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia menegaskan akan terus memperkuat sinergi kebijakan lintas otoritas.
“Kita terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.
BI menegaskan bahwa stabilitas nilai tukar Rupiah tetap menjadi perhatian utama di tengah dinamika global yang masih bergejolak, termasuk dampak dari kebijakan moneter negara maju dan ketegangan geopolitik yang berkelanjutan. [ra]