Senin, 18 Agustus 2025
Beranda / Ekonomi / Saiful Mahdi: Kekayaan Alam Aceh Bisa Jadi Anugerah dan Bisa Jadi Kutukan

Saiful Mahdi: Kekayaan Alam Aceh Bisa Jadi Anugerah dan Bisa Jadi Kutukan

Minggu, 17 Agustus 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Akademisi bidang statistik dan dosen pada Departemen Statistika Universitas Syiah Kuala, Saiful Mahdi. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi bidang statistik dan dosen pada Departemen Statistika Universitas Syiah Kuala, Saiful Mahdi mengatakan pentingnya pengelolaan sumber daya alam Aceh yang melimpah.

Ia menegaskan, kekayaan alam Aceh bisa menjadi berkah besar, tetapi juga berpotensi berubah menjadi musibah jika tidak dikelola dengan baik.

“Sumber daya alam Aceh yang berlimpah itu seharusnya menjadi anugerah kalau dikelola dengan baik. Siapa yang mengelola? Rakyat bisa mengelola yang kecil-kecil -- bertani, melaut, menjadi nelayan, bahkan jadi petambang rakyat. Tapi manajemen pengelolaan sumber daya alam itu adalah tanggung jawab pemerintah,” ujarnya saat mengisi materi yang diselenggarakan oleh Aceh Peace Forum (AFF)-II dengan tema Strategi Menuju Kesejahteraan dan Keadilan Rakyat Aceh, serta Perdamaian Dunia, Banda Aceh pada Rabu (13/8/2025).

Menurut Saiful, pemerintah Aceh perlu memastikan tata kelola yang jelas, jujur, dan transparan agar hasil pengelolaan alam dapat didistribusikan seluas mungkin untuk kesejahteraan masyarakat.

"Kalau manajemen pengelolaannya bagus, hasilnya harus didistribusikan untuk sebanyak mungkin orang Aceh, bukan hanya elit, bukan hanya orang kota, bukan hanya laki-laki. Tapi harus sampai ke desa-desa, termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua,” tambahnya.

Namun, Saiful mengingatkan adanya risiko besar, sumber daya alam yang kaya justru bisa menjadi kutukan bagi Aceh jika salah urus.

"Sumber daya alam, apalagi tambang, memancing korupsi dan nepotisme dengan mudah. Pengusaha bisa bermain mata dengan eksekutif, legislatif, bahkan oknum aparat, untuk menipu rakyat Aceh. Kalau itu terjadi, alih-alih jadi anugerah, sumber daya alam justru jadi musibah,” katanya.

Ia menggambarkan ironi tersebut dengan pepatah lama. "Masa tikus mati di lumbung padi? Itu kutukan. Masa orang Aceh yang tanahnya kaya, masih banyak yang miskin, masih banyak yang sakit tidak bisa berobat, masih banyak yang pendidikannya rendah,” tegasnya.

Saiful mengatakan bahwa perdamaian Aceh yang sudah berlangsung selama dua dekade masih berada pada level damai negatif.

“Memang kita sudah damai, tidak ada lagi desing peluru. Tapi kita belum sampai ke perdamaian positif. Karena masih ada orang Aceh yang miskin, yang sakit, yang takut, dan masih mengalami ketidakadilan. Itu artinya kita baru damai negatif,” paparnya.

Menurut Saiful, perdamaian positif baru terwujud ketika rakyat Aceh bukan hanya bebas dari ancaman kekerasan, tapi juga terbebas dari kemiskinan, kesakitan, dan rasa takut.

“Perdamaian positif itu baru tercapai kalau rakyat tidak lagi susah, tidak lagi sakit, tidak lagi takut,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI