DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menyusul sorotan Komisi VII DPR RI terhadap kejanggalan harga semen Andalas di pasaran, pihak PT Solusi Bangun Andalas (SBA) melalui Humas perusahaan, Farabi Azwani, memilih untuk tidak memberikan penjelasan secara gamblang terkait alasan mengapa harga semen Andalas di Aceh justru lebih tinggi dibandingkan di Medan, Sumatera Utara padahal Aceh merupakan daerah produksi utama.
Dalam keterangan yang disampaikan kepada Dialeksis.com, Sabtu, 25 Oktober 2025, Farabi Azwani dengan gaya diplomatis menyampaikan bahwa pihak perusahaan belum memiliki pernyataan resmi terkait isu tersebut.
“Wa’alaikumsalam. Halo Bang Naufal, semoga abang dan keluarga sehat selalu ya, Aamiin. Mohon maaf Bang, kami tidak ada pernyataan resmi terkait hal tersebut. Terima kasih banyak atas perhatiannya ya Bang. Selamat berakhir pekan, salam untuk keluarga,” ujar Farabi saat dikonfirmasi, Sabtu (25/10/2025).
Meski tidak memberikan klarifikasi langsung mengenai selisih harga semen, Farabi menyampaikan apresiasi kepada media dan publik yang menunjukkan perhatian terhadap persoalan ini.
Dalam pesannya, ia juga menekankan bahwa PT SBA menghargai setiap masukan dari Komisi VII DPR RI yang disampaikan dalam kunjungan kerja mereka ke pabrik SBA di Lhoknga, Aceh Besar, pada Jumat (24/10/2025).
“Terima kasih banyak atas support-nya untuk SBA. Adapun yang dapat kami sampaikan bahwa kami menghargai semua masukan dari Komisi VII DPR RI untuk peningkatan ke depannya. Sekali lagi, terima kasih atas perhatian dan dukungan yang selalu diberikan untuk SBA,” ujarnya dengan nada diplomatis.
Sementara itu, Komisi VII DPR RI sebelumnya menyoroti kejanggalan tata niaga dan disparitas harga semen Andalas di pasaran. Ketua Komisi VII DPR RI, Dr. Saleh Partaonan Daulay, dalam kunjungan tersebut menilai fenomena harga semen yang lebih murah di luar Aceh sangat tidak masuk akal.
“Semen yang dikirim ke Medan dan kembali lagi ke Aceh justru lebih murah harganya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa bisa lebih murah di luar daerah?” tegas Saleh Daulay dalam pertemuan tersebut.
Komisi VII meminta pihak manajemen PT SBA dan induk perusahaan untuk menertibkan tata distribusi semen yang dinilai belum berpihak kepada masyarakat Aceh, serta meningkatkan kontrol pasar agar tidak terjadi permainan harga oleh pihak tertentu.
Selain masalah harga, Komisi VII juga menyoroti transparansi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan penyerapan tenaga kerja lokal, yang dianggap masih belum maksimal.
Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris (Syech Muharram), turut menegaskan bahwa daerahnya memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk menopang industri semen nasional. Namun, kapasitas produksi di Aceh masih jauh tertinggal dibandingkan daerah lain seperti Padang.
“Aceh Besar ini sangat kaya. Kita punya batu kapur, kita punya pozzolan, semuanya bahan baku utama semen. Tapi pabriknya masih kecil. Kami juga ingin maju seperti provinsi lain,” ujarnya.
Ia berharap PT SBA dapat memperluas kapasitas produksi dan meningkatkan kontribusi terhadap ekonomi daerah, serta menyalurkan program CSR secara lebih merata di wilayah Lhoknga dan Leupung.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Solusi Bangun Andalas belum memberikan keterangan resmi mengenai struktur harga semen dan distribusi pasar di Aceh.