DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seribuan warga 'serbu' operasi pasar elpiji bersubsidi di Pasar Tani Distanbun Aceh, Jalan Panglima Nyak Makam, Kota Banda Aceh, Senin (8/12/2025). Hal ini menandakan warga Banda Aceh masih kesulitan mendapatkan elpiji 3 kilogram untuk kebutuhan rumah tangga yang ternyata masih sangat langka.
Menurut informasi di lokasi, ada sebagian warga yang telah mengantre sejak pukul 03.00 WIB untuk mendapatkan elpiji terutama yang 3 kilogram karena sulit di dapat di pangkalan atau pengecer. Ada pula yang mengantre setelah salat shubuh dan kebanyakan datang mengantre setelah pukul 07.00 WIB.
Hal ini dapat dinilai sebagai suatu hal yang menandakan bahwa pemerintah melalui instrumennya belum mampu untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat terutama pasca musibah bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah kabupaten kota yang imbasnya sampai ke Kota Banda Aceh yang tidak sedang bencana.
Amatan DIALEKSIS, warga menunggu dengan kedatangan truk yang membawa gas elpiji yang dijual Rp18 ribu pertabung. Antrean sampai ke jalan membuat arus lalulintas di kawasan itu terganggu. Bahkan antrean mengular memutar pagar sebelah timur lapangan Pasar Tani. Sejumlah anggota polisi mengatur antrean agar tertib dan arus lalu lintas agar tidak macet total.
Terlihat sebagian warga membawa bekal sarapan di baris antrean karena terlalu pagi mengantre. Sementara penyaluran elpiji dijanjikan baru akan dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Pemandangan ini sangat miris dan bertolak belakang dengan statemen para pejabat negara yang menyatakan semuanya sudah teratasi dengan baik.
Maryatun, warga Darussalam mengatakan sempat datang ke Pasar Tani pada Minggu (7/12/2025). Setelah mengantre bersama ratusan warga lainnya hingga jam 09.00 WIB. Dia dapat informasi hari itu tidak ada Operasi Pasar yang digelar sehingga ratusan warga bubar. Operasi Pasar baru dilanjutkan pada Senin (8/12/2025).
"Kalau tidak datang cepat, antrean sangat jauh, panjang, jadi walaupun harus menunggu berjam-jam tidak apa, karena kalau bukan di sini gas tidak ada, tidak dijual di pengecer seperti biasanya, sudah seminggu saya tidak masak, kalau pun masak terpaksa pakai kayu, kayu pun terbatas," katanya.
Ibu rumah tangga dari keluarga sederhana ini mengatakan sebelum musibah bencana banjir dan longsor, ia biasa membeli gas elpiji 3 kilogram di kios sekitar rumahnya dengan harga Rp.35 ribu. Sangat jauh dari harga yang ditetapkan dan dikoar-koar pejabat pemerintah yaitu Rp.18 ribu pertabung.
Suasana berubah menjadi sukacita saat dua truk penuh muatan elpiji 3 kilogram tiba di lokasi sekitar pukul 09.15 WIB. Disusul tibanya truk ketiga di lokasi. Petugas pun melakukan penyaluran dengan tertib dengan harga Rp.18 ribu pertabung. Hingga pukul 12.20 WIB penyaluran elpiji masih berlangsung.
Zulfikri, warga Jeulingke, Banda Aceh yang menemani istrinya mengantre berharap kondisi ini cepat berlalu dan ketersediaan elpiji normal seperti sebelumnya dengan harga yang tidak mencekik leher.
"Tolonglah pemerintah agar nantinya harga gas 3 kilo yang bersubsidi tidak sampai 35 ribu," katanya. [mur]