DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peluang Aceh untuk memiliki jalur ekspor langsung dari Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, ke pasar internasional semakin terbuka lebar.
Bea Cukai Provinsi Aceh menyatakan infrastruktur kepabeanan di pelabuhan tersebut kini berada dalam tahap finalisasi untuk memenuhi standar internasional.
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Bea Cukai Provinsi Aceh, Asral Efendi, menegaskan bahwa kesiapan fasilitas dasar di pelabuhan sudah cukup memadai.
“Infrastruktur dasar telah tersedia. Kami bersama Pelindo dan instansi terkait sedang memastikan semua fasilitas pendukung kepabeanan, seperti area pemeriksaan, sistem T, perangkat pengawasan seperti CCTV dan X-ray, benar-benar memenuhi standar yang ditetapkan,” ujarnya kepada wartawan dialeksis.com, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, Pelabuhan Krueng Geukueh juga telah menerapkan National Logistic Ecosystem (NLE) dengan sistem Single Submission (SSM) Ekspor sejak Oktober 2023.
"Ini menjadi tonggak penting dalam mempercepat pelayanan ekspor, karena seluruh proses bisa dilakukan secara terintegrasi dan transparan,” jelas Asral.
Asral menilai, jalur ekspor langsung dari Lhokseumawe ini dapat menjadi momentum kebangkitan ekonomi Aceh.
“Dengan akses langsung, produk UMKM dan komoditas unggulan Aceh dapat tercatat sebagai ekspor langsung dari Aceh. Hal ini akan berkontribusi pada pendapatan daerah, memicu pertumbuhan ekonomi, serta membuka lebih banyak peluang bagi pelaku usaha lokal,” katanya.
Namun, ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, pelaku usaha, dan kolaborasi antarinstansi.
"Keberhasilan sangat bergantung pada kerja sama semua pihak. Kami di Bea Cukai siap mendukung aspek kepabeanan agar prosesnya cepat, transparan, dan mudah,” ujarnya.
Mengenai strategi pengawasan, Asral menyebut Bea Cukai telah menyiapkan sistem berbasis teknologi informasi. “Kami menerapkan manajemen risiko berbasis TI. Proses pelayanan akan dipercepat melalui otomasi, sementara pengawasan diperkuat dengan analisis data intelijen serta penggunaan alat pemindai modern. Tujuannya adalah pelayanan cepat dengan pengawasan akurat tanpa mengganggu kelancaran arus barang,” jelasnya.
Selain itu, seluruh pengajuan dokumen ekspor kini bisa dilakukan secara online.
Bea Cukai juga menyiapkan Klinik Ekspor yang memberikan asistensi gratis kepada pelaku usaha agar prosedur ekspor tidak menimbulkan beban biaya maupun waktu tambahan.
Ditanya kapan jalur ekspor ini mulai beroperasi resmi, Asral menyebut hasil koordinasi terakhir dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan menargetkan Oktober 2025.
"Namun, penetapan jadwal resmi tetap ada di tangan Pemda bersama instansi terkait. Kami hanya memastikan aspek kepabeanan siap mendukung,” katanya.
Selama ini, produk ekspor dari Aceh harus dikirim melalui Pelabuhan Belawan, Medan, yang dinilai membuat biaya logistik lebih tinggi dan melemahkan daya saing produk.
Asral menyebut hambatan utama jalur ekspor langsung sebelumnya adalah keterbatasan frekuensi kapal internasional dan volume komoditas ekspor yang belum terkonsolidasi.
“Kini kondisi sudah jauh lebih siap. Penetapan kawasan pabean dan pemenuhan kebutuhan teknis seperti perangkat pemindai menjadi prioritas utama yang kami kawal bersama pengelola pelabuhan agar tuntas sebelum pelayaran perdana,” katanya.
Terkait potensi hambatan regulasi atau birokrasi, Asral menjelaskan studi teknis jalur pelayaran menjadi ranah Pemda Aceh dan Kementerian Perhubungan.
"Bea Cukai menyesuaikan prosedur kepabeanan agar tidak menghambat ekspor. Kami sudah memetakan potensi kendala melalui serangkaian diskusi strategis dengan pemangku kepentingan. Prinsipnya, jangan sampai birokrasi menjadi penghalang,” tegasnya.
Dengan semua persiapan itu, Bea Cukai optimistis jalur ekspor langsung dari Lhokseumawe akan menjadi sejarah baru bagi perdagangan luar negeri Aceh.
"Kalau ini berjalan sukses, Aceh tidak hanya menjadi pintu ekspor nasional, tetapi juga bisa menjadi hub perdagangan internasional di kawasan barat Indonesia,” pungkas Asral. [nh]