Jum`at, 12 Desember 2025
Beranda / Feature / Sarjev Hirzy: Ketangguhan Ka Na dan Ketulusan Mualem Terlihat Nyata di Tengah Bencana Aceh

Sarjev Hirzy: Ketangguhan Ka Na dan Ketulusan Mualem Terlihat Nyata di Tengah Bencana Aceh

Kamis, 11 Desember 2025 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ketangguhan Ka Na dan Ketulusan Mualem Terlihat Nyata di Tengah Bencana Aceh. [Foto: kolase oleh dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Feature - Direktur The Krak Society, Samsul Bahri atau akrab disapa Sarjev Hirzy, mengungkapkan pengalaman pribadinya tentang sosok Marlina Usman, yang lebih dikenal sebagai Ka Na, istri Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem). Baginya, apa yang tampak pada berbagai potret di lapangan bukanlah produk pencitraan, melainkan gambaran nyata karakter seorang perempuan tangguh yang telah ia kenal sejak lama.

Sarjev mengatakan, meski dirinya tidak terlalu dekat dengan Ka Na, ia memahami dengan baik watak dan perjalanan hidupnya. Ka Na, ujarnya, bukan tipe sosok yang menunggu situasi reda atau bersandar pada fasilitas. Dalam setiap bencana, ia selalu hadir, bergerak tanpa pamrih, bahkan menumpang truk, tidur di pom bensin, dan mendatangi titik-titik paling sulit dijangkau.

“Tekad dan semangat bajanya sudah terpatri sejak dulu. Nama Ka Na sangat populer di kalangan rakyat kecil. Kehadirannya hampir selalu berarti pertolongan,” ujar Sarjev dari cerita disampaikan kepada Dialeksis.

Ia menuturkan, momen Ka Na berlari turun dari helikopter sambil membawa tumpukan mi instan untuk para pengungsi adalah gambaran paling jujur dari wataknya seorang perempuan yang tidak mengenal lelah, yang terbentuk dari perjalanan panjang mendampingi Mualem dalam masa-masa perjuangan.

Kini, setelah sang suami menjabat sebagai Gubernur Aceh selama lebih dari satu tahun, Aceh kembali diguncang bencana besar yang menerjang hampir seluruh wilayah pesisir timur, pesisir barat, hingga dataran tinggi. Aceh Tamiang menjadi titik perhatian dunia.

Dalam satu pernyataan yang kemudian menggemparkan ruang publik, Mualem menyebut bencana ini sebagai “tsunami kedua Aceh”, dan menegaskan bahwa sebagian korban meninggal bukan hanya karena banjir, melainkan karena kelaparan. Kalimat itu memicu diskusi luas di media cetak dan elektronik.

Di antara puluhan jurnalis nasional yang datang, hadir pula Najwa Shihab, yang 20 tahun lalu meliput langsung tsunami Aceh untuk Metro TV dan kini berada di Aceh sebagai bagian dari tim Save the Children.

Sarjev menuturkan, Najwa tiba pukul 11.30 siang dan mewawancarai Mualem selama 15 menit. Dialog itu, menurutnya, mengalir begitu natural hingga menyentuh sisi paling personal sang gubernur.

“Najwa berhasil membuat panglima meneteskan air mata,” kata Sarjev.

Dalam wawancara itu, Mualem meminta maaf secara spontan saat emosinya pecah. Namun Najwa langsung merespons, “Tidak perlu meminta maaf, saya melihat Anda sudah bekerja keras untuk rakyat.”

Sarjev menilai momen tersebut menunjukkan ketulusan seorang pemimpin. Mualem juga menggambarkan betapa parahnya bencana ini, hingga hewan-hewan kuat seperti ular dan biawak ditemukan mati akibat lumpur hitam. Ia mengaitkannya dengan kerusakan lingkungan yang bertahun-tahun terjadi akibat keserakahan mafia tambang.

Menjelang akhir wawancara, Najwa mengangkat pertanyaan yang tajam: mengapa pemerintah pusat belum menetapkan Aceh sebagai bencana nasional?

“Pertanyaan itu politis dan berbobot. Tapi Mualem menjawab dengan cara yang diplomatis dan spiritual,” kata Sarjev, mengutip jawaban sang gubernur, “Jangan terlalu berharap pada manusia, nanti kita kecewa. Berserah dirilah kepada Yang Maha Kuasa.”

Menurut Sarjev, kalimat itu memang tidak eksplisit menyalahkan siapa pun, tetapi mencerminkan keberanian sekaligus kebijaksanaan. Ia mengingatkan bahwa bencana Lapindo saja pernah ditetapkan sebagai bencana nasional meskipun cakupannya hanya beberapa kecamatan. Sementara Aceh, yang terdampak hampir di seluruh wilayah, belum juga ditetapkan dalam status serupa.

Padahal, tambahnya, sejumlah negara termasuk Rusia di bawah Presiden Vladimir Putin, negara-negara Timur Tengah, dan Asia Tenggara telah menyatakan kesiapan membantu Aceh. Letak Aceh yang strategis sebagai pintu gerbang dunia semestinya menjadi pertimbangan penting.

Situasi ini, menurut Sarjev, menempatkan Mualem pada posisi dilematis. Di satu sisi, ia adalah gubernur yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia di daerah. Di sisi lain, ia tetap Mualem, Ketua KPA dan Ketua Partai Aceh yang sangat memengaruhi ritme sosial-budaya-politik Aceh.

Video wawancara Mualem bersama Najwa Shihab berdurasi 15 menit itu viral, dengan lebih dari 10 ribu pesan WhatsApp masuk ke Sarjev. Ia membaca sekitar 30 persen di antaranya.

“Semua pesannya penuh simpati. Tidak ada satu pun komentar negatif atau olok-olok. Rakyat merasakan betul kecintaan Mualem kepada rakyatnya,” ujarnya.

Sarjev menutup komentarnya dengan doa dan harapan.

“Semoga Mualem sehat selalu. Kami tahu beliau sedang bergulat dengan kesehatannya, tetapi semangatnya yang menyala di posko-posko pengungsian adalah semangat anak muda Aceh yang tidak pernah padam.” [arn]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI