DIALEKSIS.COM| Feature- Aceh kembali diriuhkan soal tambang ilegel. Masih hangat pernyataan Kapolres Aceh Tengah, AKBP Muhamad Taufik SIK MH, melalui Kasatreskrim Iptu Deno Wahyudi SE MSi, menyatakan pihaknya akan menindak tegas pelaku tambang illegal.
Pihaknya tidak peduli siapapun yang terlibat atau menjadi backing, semuanya akan diproses hukum, karena itu perintah langsung presiden.
Pernyataan itu disampaikan usai pihak Polres Aceh Tengah turun kelapangan, namun dalam operasi ini, pihak penyidik ini tidak menemukan alat berat di lapangan tambang illegal. Statemen itu diramaikan media. Masih hangat.
Namun tidak kalah hangatnya hasil temuan Pansus Minerba DPRA. Pansus menyatakan aparat menerima setoran dari penambang illegal. Angkanya juga fantastis Rp 30 juta perbulan untuk satu unit ekskavator dari setiap daerah tambang illegal.
Benarkah? Menurut Pansus Minerba dan Migas DPR Aceh, adanya praktik pungutan uang keamanan yang dilakukan terhadap para pelaku tambang ilegal. Setiap ekskavator yang beroperasi diwajibkan menyetor sekitar Rp30 juta per bulan kepada aparat penegak hukum di masing-masing wilayah.
Pernyataan Pansus yang disampaikan Sekretaris Pansus Nurdiansyah Alatas pada sidang paripurna DPR Aceh, Kamis (25/9/2025), bagaikan gayung bersambut, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf langsung mengeluarkan ultimatum. Gubernur memberikan waktu 14 hari untuk penambang illegal angkat kaki dari Aceh.
Menurut temuan Pansus DPRA, ada delapan kabupaten di Aceh yang menjadi lokasi aktivitas tambang ilegal, yakni Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Pidie.
Dari hasil penelusuran Pansus, terdapat sekitar 450 titik lokasi tambang ilegal dengan jumlah alat berat ekskavator yang digunakan. Angkanya juga mengejutkan mencapai 1000 unit.
“Jika dikalkulasikan uang haram yang diperoleh dari penyetoran ini per tahun adalah sebanyak Rp360 miliar per tahun. Praktik haram ini telah berlangsung lama dan dibiarkan berlangsung tanpa ada upaya pemberantasannya,” ujar Sekretaris Pansus Nurdiansyah Alatas.
Dalam laporannya, Pansus Minerba dan Migas Aceh menjelaskan, praktik tambang ilegal ini tidak berdiri sendiri. Ada cukong dan perusahaan ilegal dengan melibatkan oknum aparat penegak hukum.
Kolaborasi tersebut tentunya telah merugikan masyarakat Aceh secara keseluruhan dan berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan hidup.
“Atas dasar itu, Pansus meminta Gubernur Aceh segera melakukan langkah tegas untuk menutup seluruh kegiatan tambang ilegal yang masih beroperasi,” pinta Pansus DPRA.
Pihak Pansus juga mengeluarkan rekomendasi, agar pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk menambang secara legal. Kegiatan tersebut dapat melalui koperasi di tingkat gampong, agar kegiatan ini membantu mensejahtrakan masyarakat.
Laporan yang mengejutkan dari Pansus ini mendapat reaksi tegas dari Gubernur Aceh. Muzakir Manaf. Lelaki yang kerap disapa Mualem ini mengeluarkan ultimatum, kepada seluruh para pelaku tambang emas ilegal yang masih menggunakan alat berat di kawasan hutan Aceh untuk mengeluarkannya dalam waktu 14 hari.
“Jika dalam 14 hari alat berat tambang ilegal belum keluar dari hutan Aceh, pemerintah akan langsung mengambil langkah tegas,” sebut Mualem.
“Khusus tambang emas ilegal, saya beri amaran waktu, mulai hari ini, seluruh tambang emas ilegal yang memiliki alat berat harus segera dikeluarkan dari hutan Aceh. Jika tidak, maka setelah dua minggu dari saat ini, akan kita lakukan langkah tegas,” ujar Mualem.
Dijelaskan Mualem, Pemerintah Aceh segera menyusun Instruksi Gubernur terkait penataan dan penertiban tambang ilegal.
“Kebijakan tersebut nantinya diarahkan agar pengelolaan tambang bisa dilakukan dengan skema yang lebih bermanfaat, seperti melibatkan masyarakat, pelaku UMKM, atau pola pengelolaan lain yang sah secara hukum,” sebut Mualem.
Temuan Pansus wakil rakyat Aceh ini soal adanya setoran kepada aparat, walau tidak menyebutkan secara tegas aparat dari intansi mana, merupakan indikasi bahwa Aceh selama ini digempur aksi tambang illegal.
Alat berat yang beroperasi jumlahnya juga bukan “cilet-cilet”, mencapai seribuan. Uang yang dihamburkan oleh penambang illegal juga angkanya fantastis. Mereka berkuasa, aparat dibuat terbuai dengan kemilau emas.
Akankah tambang illegal mampu diberangus di Bumi Aceh. Seriuskah Gubernur Aceh ingin membasmi tambang illegal dan akan menghidupkan tambang rakyat? Kita lihat saja nanti.