Beranda / Feature / Duh…! 300 Pengusaha Kakap Gelapkan Pajak

Duh…! 300 Pengusaha Kakap Gelapkan Pajak

Sabtu, 12 Oktober 2024 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi pengusaha nakal menggelapkan pajak. [Foto: net]

DIALEKSIS.COM | Feature - Pertiwi benar-benar lagi sakit, rakyat susah mencari makan, sementara korupsi merajalela. Kasusnya bermunculan bagai cendawan di musim hujan. 

Tidak tuntas kasus mega korupsi timah yang kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 217 triliun, muncul lagi berita 300 pengusaha nakal yang menggelapkan pajak nilainya mencapai Rp 300 triliun. Darah rakyat benar benar dihisap oleh mereka yang punya kekuatan.  

Bila kasus mega korupsi tata niaga di PT Timah Tbk (TINS) yang kini sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, kini Pertiwi disuguhkan dengan informasi pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 300 triliun.

Presiden Prabowo bagaikan memberi aba-aba akan memberangus pengusaha nakal yang membuat Nusantara senantiasa dihadapi dengan persoalan penggelapan uang yang seharusnya dinikmati rakyat.

Aba-aba Presiden yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024 ini didengungkan oleh adiknya. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyebut Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. 

Dalam keterangannya kepada media Hashim menyebutkan bahwa Presiden terpilih Prabowo, sudah memegang daftar 300 pengusaha 'nakal'. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengusaha itu diduga bergerak di sektor sawit, sebutnya.

Info yang menggemparkan ini justru ditanggapi “dingin” oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Menteri ini mengakui belum mengetahui apakah ada pengusaha yang masuk daftar pengemplang pajak tersebut. Ia menilai sejauh ini belum ada catatan buruk terkait perpajakan di sektor ESDM.

"Saya belum tahu, kalau setahu kami dari Kementerian ESDM pasti tertib pajak," Kata Bahlil saat diminta media keteranganya di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).

Bahlil menilai sektor ESDM tertib pajak karena pengusaha yang bergerak di sektor industri ini diwajibkan secara tahunan melaporkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

RKAB diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023. Dalam dokumen RKAB itu juga diwajibkan bagi pengusaha pertambangan mineral dan batu bara untuk melaporkan kewajiban perpajakannya.

"Karena kan setiap tahun ada RKAB. RKAB itu dikeluarkan ketika dia sudah memenuhi kewajiban-kewajibannya, salah satu di antaranya pajak, Jadi saya tidak tahu kalau itu ya," tuturnya.

Namun sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo yang juga merupakan anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, mengungkapkan potensi Rp 300 triliun dari pengemplang pajak yang digelapkan.

"Kita sudah tahu di mana. Maka kebocoran-kebocoran akan ditutup nanti Oktober setelah (tanggal) 20. Kalian akan tahu ada program-program tutup kebocoran-kebocoran ini dan debt equity ratio," ujarnya dalam acara Diskusi Ekonomi bersama Pengusaha Internasional Senior di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024).

Salah satu strategi yang telah disiapkan Prabowo untuk menangani kondisi ini dengan membentuk Kementerian Penerimaan Negara. Lembaga itu merupakan pemisahan dari Kementerian Keuangan yang akan khusus mengurus penerimaan negara.

"Ada Asta Cita ke 8 itu Badan Penerimaan Negara. Itu jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada," ungkap Hashim.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini menyatakan data tersebut diperoleh dari Luhut dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPK) Muhammad Yusuf Ateh. Dari laporan yang diterima Prabowo, pengusaha tersebut berasal dari sektor sawit.

"Ini data yang Pak Prabowo dapat dari Luhut dan Ateh (BKPK) dan dikonfirmasi dari LHK ada jutaan hektar kawasan hutan diokupansi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal ternyata sudah diingatkan tapi sampai sekarang belum bayar," kata Hashim.

Data yang diperoleh itu, jelas Hashim, bakal langsung ditindak lanjuti oleh Prabowo setelah menjabat. Namun, tentu saja akan melalui proses peringatan terlebih dahulu. “Nanti ada peringatan bersahabat, friendly reminder 'please pay up'," pungkasnya.

Sementara itu, Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebut, dugaan hilangnya potensi penerimaan negara yang disebut Hashim berasal dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Dalam audit itu, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang. Potensi penerimaan itu berasal diantaranya dari denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma dan sawit dalam kawasan hutan. Selain itu, potensi penerimaan juga berasal dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dari sektor ini.

Ketika informasi ini sudah mengangat, giliran Kejaksaan Agung turut buka suara. Kejagung menyebut akan mendukung pemerintah melalui penegakan hukum.

"Upaya kami membantu pemerintah melalui penegakan hukum sesuai kewenangan kami," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dihubungi, dalam keterangannya menjawab media, Sabtu (12/10/2024).

Harli menyebut Kejaksaan Agung saat ini tengah melakukan penyidikan terkait kasus korupsi tata kelola sawit 2005-2024. Dalam perkara tersebut, Kejagung telah melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 3 Oktober 2024.

Harli menyebut dalam perkara itu, Kejagung menduga telah terjadi penguasaan kawasan hutan secara melawan hukum untuk perkebunan kelapa sawit. Penyerobotan itu, kata dia, diduga menyebabkan kerugian keuangan dan ekonomi negara.

Walau sudah melakukan penggeledahan, Harli belum menjelaskan secara detil tentang potensi kerugian negara dalam perkara ini. Kejagung juga belum menetapkan tersangka. "Belum ada, penyidikannya masih baru dilakukan," kata dia.

Tindakan penyerobotan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit diduga menjadi salah satu sumber kebocoran penerimaan negara Rp 300 triliun.

Dilain sisi, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh membenarkan bahwa temuan yang sempat dipaparkan oleh Hashim itu merupakan hasil audit dari lembaganya. "Benar," kata Yusuf Ateh dihubungi Kamis (10/10/2024).

Ateh melanjutkan bahwa audit yang dilakukan BPKP masih berlanjut. Dia enggan membeberkan temuan sementara lembaganya itu. "Tapi masih terus berproses, auditnya belum selesai," kata dia.

Lagi-lagi di negeri Pertiwi sedang dipertonton bagaimana ganasnya pertarungan. Mereka yang punya kesempatan dan kekuatan memainkan rakyat. Korupsi meledak di seantaro negeri, bahkan kasus mega korupsi timah dalam proses kepastian hukum.

Kini dikejutkan lagi dengan potensi penggelapan pajak dari 300 pengusaha kakap yang nakal, berpeluang hilangnya pemasukan ke negara mencapai Rp 300 triliun, setelah ini kasus apa lagi yang akan “menyembul” ke permukaan. Inilah Pertiwi yang lagi sakit. [bg]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI