Beranda / Feature / Menyalakan Lilin Pendidikan di Yayasan CA, Belajar Gratis Mengajar Ikhlas

Menyalakan Lilin Pendidikan di Yayasan CA, Belajar Gratis Mengajar Ikhlas

Senin, 30 September 2019 10:02 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Sara Masroni
Anak didik mendengar materi dari relawan pengajar di pondok belajar milik Yayasan Cahaya Aceh, di Baitussalam, Aceh Besar, Sabtu (28/9/2019). [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Aceh Besar - Di jalan Laksamana Malahayati, Kilometer 10 Baitussalam, Aceh Besar berdiri sebuah pondok ukuran 3 x 2 meter beratapkan rumbia dan beralaskan kayu. 

Anak-anak tertawa lepas. Mereka belajar bersama dua orang relawan yang tak kalah semangat. 

Pondok tempat belajar mereka dipagari tembok berwarna putih berpadu kuning. Lukisan masjid, hutan dan bunga-bunga menghiasi sisi kanan tembok pagar itu. 

Di pintu gerbang terpampang pamflet putih bertuliskan Cahaya Aceh. Ada logo lampu templok kuning bercahaya di atasnya. 

Sambil menyodorkan kertas, sang pengajar menjelaskan dengan gerakan tangan yang tak menentu arah dan mimik wajah penuh sumringah.

"Coba Miss mau dengar Shaila dan Putri," pinta Hijjatul Qomariah beberapa saat setelah anak didiknya mengisi lembaran yang dibagikan sejak 30 menit lalu. 

Sambil bergegas, dua anak berdiri memegang kertas dan mempraktikan materi dialog Past Tense yang diajarkan Miss Hijja bersama teman relawan satu lagi, Efendi yang ternyata mahasiswanya sendiri. 

"Hidup bukan soal salary (gaji) melulu," buka Hijjatul Qamariah, yang ternyata alumnus Pascasarjana (S-2) Deakin University, Australia di sela-sela mengajar para anak didiknya di pondok beratapkan rumbia itu, Sabtu (28/9/2019).

Menurut relawan yang juga berstatus sebagai dosen di UIN Ar-Raniry dan STKIP Bina Bangsa Getsempena (BBG) itu, anak-anak di Aceh sangat membutuhkan gerakan seperti yang digagas di Yayasan Cahaya Aceh, mengingat rendahnya mutu pendidikan dan mahalnya harga bimbel saat ini.

Hijjatul Qamariah, relawan pengajar yang juga alumnus Pascasarjana (S-2) Deakin University Australia sedang menjelaskan materi kepada anak didik di Yayasan Cahaya Aceh, Sabtu (28/9/2019). [Foto: Sara Masroni/ Dialeksis.com]

"Justeru keberkahan rezeki itu datang dari keikhlasan yang seperti ini. Ada kepuasan tersendiri," ungkap Miss Hijja dengan nada lepas sembari menerima salam beberapa anak didiknya yang segera bergegas pulang.

Diketahui Yayasan Cahaya Aceh (selanjutnya dibaca Yayasan CA) merupakan lembaga pendidikan non-profit yang didirikan dengan tujuan mulia, yaitu menyalakan lilin perubahan melalui dunia pendidikan di Aceh. 

Dengan visi "Aceh sebagai spirit membangun peradaban yang damai, humanis, mandiri dan sejahtera" genderang semangat itu ditabuh menjadi sebuah lembaga berwujud Yayasan CA.

"Siapapun boleh datang, belajar dengan bebas dan gratis di sini," kata Azwir Nazar, sang Pendiri Yayasan CA saat diwawancara Dialeksis.com secara terpisah di waktu yang sama.

Saat ditanya apa yang membuat Azwir tergerak mendirikan yayasan ini, ia mengungkapkan kondisi miris melihat anak-anak di Aceh pasca-konflik berkepanjangan dan diakhiri terjangan gelombang tsunami yang memporak-porandakan Aceh, membuatnya terpacu untuk bisa bangkit bersama dan menjadi promotor di bidang pendidikan.

"Kalau mau enak sendiri, jujur kita sudah nyaman berada di luar negeri. Tapi apakah begitu cara untuk bangkit?" kata Pendiri Yayasan CA yang juga alumnus Doktoral Haccetepe University Ankara, Turki itu.

Ia menjelaskan, yayasan CA memiliki tiga program utama yaitu Pendidikan dan Sosial, Keagamaan dan Kemanusiaan. Di sana para anak didik belajar bahasa asing seperti Inggris, Arab dan Turki. 

Kemudian ada juga program Tahfidz, belajar menari, olahraga bela diri dan berbagai program lainnya yang menyangkut literasi, pendidikan karakter dan pengembangan diri.

"Sejauh ini sudah 40 relawan berpartisipasi mengajar di Yayasan CA. Dan untuk anak didik, secara keseluruhan mencapai 80 hingga 100 orang belajar di sini. Mereka semua belajar gratis dan mengajar secara sukarela, hanya bermodalkan keihklasan," kata Azwir dengan nada rendah.

Suasana di pondok belajar Yayasan Cahaya Aceh saat praktik dialog dalam Bahasa Inggris, Sabtu (28/9/2019). [Foto: Sara Masroni/ Dialeksis.com]

"Dan alhamdulillah, semakin hari semakin bertambah relawan kita. Semangat belajar mengajar pun semakin menyala di sini," tambahnya.

Didirikan pada 2017 lalu, Yayasan CA bersama sang pendiri, Azwir Nazar punya mimpi besar nan mulia. 

Program jangka pendek, Azwir berharap yayasan ini bisa terus berjalan tanpa hambatan yang berarti. Untuk jangka panjang, ia bersama lima pengurus lainnya bercita-cita menjadikan Yayasan CA menjadi Cahaya Aceh Center.

"Kita berharap di yayasan ini bisa berdiri sekolah dan perpustakaan dalam satu atap melalui CA Center nantinya. Tapi kita terkendala pembebasan lahan. Harga tanah di sini per meternya saja mencapai Rp 1 juta, sebab akan didirikan Pasar Induk dan pintu tol Sumatera. Begitupun buku dan raknya, perpustakaan kita masih seadanya. Butuh uluran tangan teman-teman semua untuk mewujudkan hal ini," ucap Azwir.

Program jangka panjang, pihaknya berharap Yayasan CA bisa menjadi Cahaya Aceh Akademi yang di dalamnya terdapat pusat penelitian dan peradaban serta museum yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Kita belajar setiap hari mulai pukul 16.00 sampai 18.00 WIB, sebab mereka yang full day school pulangnya selalu sebelum Ashar," kata Azwir menjelaskan jadwal belajar di Yayasan CA.

"Wali anak didik juga punya jadwal belajar dalam bentuk pengajian di hari Kamis. Tujuannya agar materi yang kita sampaikan kepada anak didik bisa sinkron dengan para orang tua," tambahnya.

Founder Yayasan CA itu berujar, cara bangkit yang nyata untuk kemakmuran Aceh adalah dengan membenahi pendidikannya terlebih dahulu. Melalui persiapan sumber daya manusia di Yayasan CA, Azwir berharap anak-anak didik yang menimba ilmu di sana bisa berkontribusi bagi bangsa dan menjadi penerus peradaban. 

Anak didik sedang asyiknya mengikuti proses belajar di Yayasan Cahaya Aceh, Sabtu (28/9/2019). [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]

"Tidak perlu saling menyalahkan, insya Allah Aceh akan menjadi lebih baik bila kita saling bahu-membahu melalui gerakan nyata. Anak-anak muda di Aceh terutama yang baru siap kuliah, bergeraklah. Aplikasikan ilmu yang sudah didapat dari kampus dan jadilah yang bermanfat di lingkungan sekitar," ajak Azwir Nazar. 

"Sebagai contoh, alumnus Bahasa Inggris coba ajarkan anak-anak di kampung masing-masing secara konsisten dan pelan-pelan. Melalui gerakan kecil yang nyata seperti ini, Aceh akan bangkit. Insya Allah," ucap Azwir mantap.

Selanjutnya, salah seorang relawan pengajar, Efendi saat dijumpai di lokasi mengungkapkan motivasinya mengajar di Yayasan CA adalah bisa bermafaat untuk pendidikan di Aceh sekaligus mengasah kemampuannya dalam dunia mengajar.

"Senang dengan aktivitas seperti ini, selain bisa mengisi waktu yang bermanfaat untuk anak didik, saya juga mendapat ilmu yang luar biasa tentang bagaimana menghadapi siswa dan mengasah metode mengajar setelah lulus kuliah nantinya," kata Efendi yang ternyata masih berstatus mahasiswa Bahasa Inggris di STKIP BBG Banda Aceh. 

"Anak-anak yang ikut belajar di sini beragam. Ada anak TK, SD dan SMP bahkan SMA. Seru karena sistemnya dibawa enjoy gitu," kata Efendi saat ditanya siapa saja yang belajar di Yayasan CA.

Satu pandangan dengan Hijjatul Qamariah yang juga dosennya di kampus, Efendi berujar semoga ada lebih banyak orang-orang di luar sana yang peduli dengan pendidikan anak-anak di Aceh. 

"Mari bahu membahu untuk kebangkitan pendidikan di Aceh. Kalau bukan kita siapa lagi," ucap Hijjatul Qamariah yang dibenarkan Efendi melalui anggukan, tepat berada di sebelah sang dosen.

Sore itu, burung-burung bangau putih terbang menghiasi langit sekitaran Yayasan CA. 

Anak-anak didik pulang begitu ceria sembari menyalam satu per satu relawan pengajar mereka. 

Relawan yang menjadi pelita kebangkitan pendidikan dengan modal ikhlas tanpa bayaran, tanpa imbalan. Menaruh harapan untuk kebangkitan dan peradaban Aceh, serta mengharap riza Allah semata. 

Itulah kekuatan para relawan gerakan kebangkitan pendidikan di Yayasan Cahaya Aceh hingga saat ini dan kemungkinan akan berlanjut ke masa yang akan datang.(Sara Masroni)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda