Beranda / Feature / Perantauan Aceh Terjebak Jaringan Obat Terlarang

Perantauan Aceh Terjebak Jaringan Obat Terlarang

Minggu, 24 September 2023 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Ilustrasi obat terlarang. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM| Feature - Tantanganya penjara. Namun masih ada yang mau melakukanya, walau sudah dilarang oleh negara. Satu persatu warga Aceh yang menguji peruntungan hidup di Pulau Jawa, digelandang ke jeruji besi.

Terbuai ingin hidup enak, namun melawan hukum dan merusak generasi penerus bangsa. Aparat penyidik menyebutnya sebagai sebuah jaringan penjualan obat keras. Banyak pihak yang terlibat dalam peredaran obat keras yang mendapatkanya harus menggunakan resep dokter.

Namun, bisnis obat terlarang yang selama ini viral di media tidak terbatas hanya di wilayah Jakarta, melainkan telah meluas ke luar Pulau Jawa.Obat-obatan yang dijual secara ilegal tersebut termasuk dalam golongan narkotika golongan 3.

Obat terlarang yang diperjualbelikan itu berjenis tramadol, hexymer, psikotropika, klonopin, dan alprazolam. Obat ini potensi memiliki risiko serius, bial disalahgunakan, tidak dengan bijak mengikuti petunjuk dokter.

Di Polda Metro jaya misalnya, sejak Januari hingga Agustus 2023, ada 22 laporan polisi soal obat keras beredar ilegel ini. Polisi sudah menyidik 12 toko obat, 5 apotek, 1 klinik, dan 6 pedagang. Tempat-tempat peredaranya menyebar di wilayah Jakarta serta Depok dan Bekasi di Jawa Barat.

Teranyar pada penghujung Agustus 2023 lalu, dua pemuda Aceh Malik (25) dan Nabil (22) harus berurusan dengan polisi. Mereka ditangkap gegara menjual obat keras di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Kedua pemuda yang diketahui pengangguran tersebut ditangkap polisi pada Rabu (23/8/2023) di tempat mereka beroperasi menjual obat keras tersebut di warung jalan raya Cipunagara, Desa Tanjung, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang.

Satres Narkoba Polres Subang ini pihaknya mengamankan sebanyak 15.386 butir obat keras dengan berbagai merk. Dari pengakuan Malik, sebelum diciduk polisi, dia dan rekannya Nabil baru menjual obat keras di wilayah Cipunagara tersebut selama tiga bulan saja.

Dalam waktu tiga bulan berjualan obat keras di Subang, kedua pelaku mengaku dapat gaji per bulan dari bosnya sebanyak Rp 2 juta. Bukan hanya gaji,setiap harinya juga mereka mendapatkan uang makan sebesar Rp 100 ribu.

Sederetan kasus lainya, Polresta Bandung menangkap dua warga Aceh seusai tepergok menjual ribuan butir obat keras terlarang di sebuah kios di Desa Jagabaya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Dari tangan kedua tersangka di kawasan Cimaung Kabupaten Bandung, mendapati sekitar 1.250 butir Tramadol.

"Terungkapnya peredaran obat terlarang ini berawal dari laporan warga Cimaung saat program Jumat Curhat bersama kepolisian," kata Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo dalam keterangan kepada media, Minggu (26/2/2023).

Ada juga warga Aceh yang ditangkap menjual obat terlarang sudah melakoninya selama 5 tahun. Pelaku ditangkap di depan mini market di pinggir jalan raya Serang - Jakarta, Desa Ranjeng, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang.

Dari tangan tersangka warga Dusun Cot Kuta, Desa Cot Kumuneng, Kecamatan Sawang, Kabupate Aceh Utara ini petugas berhasil mengamankan 760 butir hexymer yang sudah dikemas dalam kantong plastik kecil dan tramadol 60 kaplet atau 600 butir serta uang hasil penjualan obat keras sebesar Rp150 ribu.

Kapolres Serang AKBP Mariyono mengatakan penangkapan terhadap pengedar obat keras ini setelah petugas melakukan penyamaran sebagai pembeli, dimana aksi ini sudah meresahkan masyarakat. Tersangka Mun selama ini diketahui sering melakukan transaksi jual obat keras di wilayah Kecamatan Ciruas dan Walantaka.

"Selain barang bukti yang diamankan saat transaksi, petugas juga mengamankan barang bukti obat jenis yang sama dari rumah kontrakannya di Cigoong, Kecamatan Walantaka, Kota Serang. Jumlah obat keras yang diamankan 60 kaplet tramadol atau 600 butir serta pil hexymer sebanyak 760 butir," terang Kapolres didampingi Kasatresnarkoba Iptu Michael K Tandayu.

"Ada sekitar 5 tahun tersangka melakukan bisnis obat keras di Tangerang dan Bandung. Kalau untuk di wilayah Kabupaten Serang diakui baru 1 bulan dan berhasil kami tangkap. Motifnya karena terdesak kebutuhan. Keuntungan dari menjual obat untuk biaya kebutuhan sehari-hari," tambah Kasatresnarkoba.

Demikian dengan penangkapan yang dilakukan pihak Danramil Kawunganten, bersama warga di sebuah toko di dalam komplek Pasar Kawunganten, Sabtu (27/8/2022). Ketika ditangkap, ternyata pengedar obat keras ini warga Aceh. Dari tangan tersangka disita obat hexymer sebanyak 411 butir, trihexypenidil 10 tablet, tramadol 100 tablet.

Ada juga penangkapan oleh Personel Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang, tersangkanya MD (31), warga Sijuek, Desa Mesjid Sijuek, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie . Penangkatan yang berlangsung di Pasar Pamarayan, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, Sabtu (10/4/2021).

Petugas mengamankan barang bukti 276 butir pil tramadol dan hexymer. Saat digeledah, petugas menemukan ratusan butir pil jenis tramadol sebanyak 8 blister (lempeng) serta 196 butir hexymer yang telah dikemas menggunakan plastik bening masing-masing berisi 4 dan 7 butir dari saku celana tersangka.

Ada juga penangkapan lainya atas seorang pemuda Aceh berinisial Z, yang ditangkap jajaran Polsek Warungkiara, pada penghujung Oktober 2022. Dari tersangka disita obat merek tramadol sebanyak 224 butir dan hexvmer sebanyak 419 butir.

Pada 26 Februari 2023, giliran Polresta Bandung menangkap dua warga Aceh, kepergok menjual ribuan butir obat keras terlarang di sebuah kios di Desa Jagabaya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Petugas menyita 1.250 butir tramadol.

Sebenarnya bukan hanya warga Aceh yang terlibat dalam jaringan peredaran obat terlarang di Pulau Jawa. Dari penangkapan yang dilakukan pihak penyidik, banyak pihak lainya yang terlibat didalamnya, apoteker, klinik, pemilik toko obat, dan sejumlah pedagang.

Di Polda Metro jaya misalnya, sejak Januari hingga Agustus 2023, ada 22 laporan polisi soal obat keras beredar ilegel ini. Polisi sudah menyidik banyak pihak yang terlibat di dalamnya, 12 toko obat, 5 apotek, 1 klinik, dan 6 pedagang.

Namun yang memprihatinkan, ketika dilakukan penangkapan ada sejumlah warga Aceh yang terlibat dalam persoalan obat keras ini. Anak anak muda Aceh yang mengadu nasip di Pulau Jawa, terjebak, kalau tidak mau dikatakan dimanfaatkan dalam persoalan benda terlarang ini.

Peredaran obat terlarang kini bukan hanya beredar di Pulau Jawa namun sudah merambah ke luar Jawa. Obat obatan termasuk golongan narkotika golongan 3 ini merambah kemana mana. Punya jaringan, nyaris sama dengan peredaran narkotika lainya.

Generasi muda benar benar dikepung oleh berbagai peredaran narkotika dari berbagai klasifikasi, semua bagaikan mata rantai setan yang sulit membasminya. Walau sudah banyak yang masuk jeruji besi, namun peredaranya patah tumbuh hilang berganti.

Mari kita “pagari” diri kita, keluarga dan sanak saudara agar tidak masuk dalam perangkap narkoba. Karena bila telah masuk perangkapnya, sangat sulit mengobati dan keluar dari pusaranya. *** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda