Beranda / Berita / Haba Ramadan / Tata Cara Dan Hukum Shalat Rawatib Di Bulan Ramadhan

Tata Cara Dan Hukum Shalat Rawatib Di Bulan Ramadhan

Senin, 12 April 2021 22:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Hakim

Foto: Umar Hakim/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardu (shalat lima waktu). Shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat fardu disebut dengan shalat sunnah Qobliyah. Sedangkan shalat sunnah Rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu disebut dengan shalat sunnah Ba'diyah.

Shalat sunah rawatib berfungsi sebagai penyempurna jika terjadi kekurangan dalam shalat fardu seseorang. Shalat fardu sendiri hukumnya wajib bagi muslim. Shalat fardu ini pula yang menjadi amalan pertama yang dihisab dalam Hari Perhitungan. Oleh karenanya, menunaikan shalat sunah rawatib sangat dianjurkan.

Dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa shalat rawatib termasuk shalat sunnah yang tidak disunnahkan untuk dikerjakan secara berjemaah. Shalat rawatib sebaiknya dilakukan sendirian, terutama di rumah. Namun jika dilakukan secara berjemaah, maka hukumnya boleh dan tetap dinilai sah namun tidak mendapatkan pahala shalat berjemaah.

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi, “Ulama kami (Syafiiyah) berkata, ‘Shalat sunnah dibagi dua macam. Pertama, disunnahkan untuk dikerjakan secara berjemaah, yaitu shalat ‘id, shalat gerhana, istisqa’ dan juga shalat tarawih menurut pendapat yang paling shahih. Kedua, tidak disunnahkan untuk dikerjakan secara berjemaah akan tetapi jika dikerjakan secara berjemaah hukumnya sah. Shalat tersebut adalah selain shalat-shalat sunnah yang sudah disebutkan di awal,” dalam kitab Al-Majmu. 

Habib Abdurrahman juga mengatakan, “Dan satu bagian tidak disunnahkan melakukan shalat sunnah secara berjemaah, yaitu shalat-shalat rawatib, dan lainnya, dan yang paling utama adalah shalat witir,” dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin.

Meski demikian, shalat rawatib secara berjemaah ini bisa merubah hukumnya menjadi disunnahkan jika bertujuan mengajari orang lain agar terbiasa melakukan shalat sunnah rawatib. Jika bertujuan demikian, maka melaksanakan shalat rawatib hukumnya sunnah dan mendapatkan pahala berjemaah.

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Habib Abdurrahman,” Dibolehkan berjemaah dalam seumpama shalat witir dan tasbih, tidak ada kemakruhan dan tidak pula mendapatkan pahala. Iya, jika bertujuan mengajari orang yang shalat (agar gemar shalat sunnah) dan mendorong mereka, maka shalat sunnah secara berjemaah mendapat pahala karena niat baiknya,” dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin.

Jumlah Rakaat Shalat Sunah Rawatib

Shalat sunah rawatib dalam sehari semalam total terdiri dari 22 rakaat, yang terbagi ke dalam lima waktu shalat fardu. Syekh Zainuddin Al-Malibary menyebutkan, "Disunahkan salat sunah 4 rakaat sebelum shalat asar, 4 rakaat sebelum zuhur dan setelahnya, 2 rakaat setelah magrib dan disunahkan menyambung 2 rakaat ba’diyah magrib dengan shalat fardu, dan tidak hilang keutamaan menyambung 2 rakaat ba’diyah magrib sebab melakukan zikir ma’tsur setelah shalat fardu."

"Kemudian setelah isya 2 rakaat yang ringan, begitu juga 2 rakaat sebelum shalat isya jika tidak sibuk menjawab azan. Apabila di antara azan dan iqamat ada waktu luang untuk mengerjakan 2 rakaat sebelum isya, maka dapat dikerjakan. Jika tidak, maka diakhirkan (setelah shalat isya), dan dua rakaat setelah subuh." dalam Fathul Muin Syarh Qurrotil ‘Ain bi Muhimmatid-Din (hlm. 158--159).

Shalat Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad 

Jika dirinci lebih rinci lagi, dikutip dari artikel "Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib" dalam laman NU Online, shalat sunah rawatib dapat dbagi menjadi dua jenis, berdasarkan seringnya Nabi Muhammad mengerjakan shalat tersebut. 

Shalat sunah rawatib jenis pertama adalah shalat rawatib muakkad, yang selalu dikerjakan Rasulullah. Shalat rawatib jenis ini totalnya ada 10 atau 12 rakaat, yaitu 2 rakaat sebelum subuh, 2 atau 4 rakaat sebelum zuhur, 2 rakaat setelah zuhur, 2 rakaat setelah magrib, dan 2 rakaat setelah isya. 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengingat Nabi Muhammad saw. salat 10 rakaat, dengan rincian 2 rakaat sebelum shalat zuhur dan 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah shalat Magrib di rumahnya, 2 rakaat sesudah salat Isya di rumahnya, dan 2 rakaat sebelum shalat Subuh.” [H.R. al-Bukhari) 

Terkait jumlah rakaat sebelum zuhur, ada riwayat dari Aisyah bahwa jumlahnya 4 rakaat, "Nabi saw tidak pernah meninggalkan 4 rakaat sebelum shalat zuhur dan 2 rakaat sebelum salat subuh.” (H.R. al-Bukhari) 

Dalam riwayat lain, dari Ummi Habibah, ia mendengar Nabi bersabda, "Barangsiapa yang shalat (sunah rawatib) 12 rakaat dalam sehari semalam, niscaya dibuatkan bagi mereka sebuah rumah di surga.” (H.R. Muslim). Sedangkan shalat sunah rawatib jenis kedua, ghairu muakkad. Shalat ini tidak selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad, kadang dikerjakan, kadang tidak. Salat rawatib jenis ini adalah tambahan 2 rakaat setelah zuhur, 4 rakaat sebelum asar, 2 rakaat sebelum magrib, dan 2 rakaat sebelum isya.

Keutamaan Shalat Sunah Rawatib 

Beberapa keutamaan dengan menyelenggarakan shalat sunah rawatib ini dapat diketahui, salah satunya dari riwayat Tirmizi, bahwa "Allah merahmati seseorang yang shalat sunah empat rakaat sebelum ashar." 

Bahkan, dua rakaat yang dikerjakan sebelum shalat subuh atau biasa disebut shalat fajar juga lebih baik daripada dunia dan isinya. Seperti dalam riwayat Muslim dan Tirmizi, "Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan pengisinya. 

Keutamaan lain bisa didapatkan saat menggelar shalat sunah sebelum dan sesudah salat duhur. Seperti dalam hadis, "Barangsiapa melaksanakan empat rakaat sebelum zuhur dan 4 rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka." (H.R. Tirmizi).

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda