Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Balada APBA Aceh 2018, Adu kuat DPRA vs Gubernur (Bagian 1)

Balada APBA Aceh 2018, Adu kuat DPRA vs Gubernur (Bagian 1)

Selasa, 30 Januari 2018 18:39 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Jaka rasyid, OSI, benny
Ilustrasi : .brandquarterly

TARIK ulur tentang pengesahan APBA 2018 menjadi makin liar.  Sisa waktu yang hanya tinggal beberapa hari sampai pada tanggal 4 Februari tidak juga menemukan kata kesapakatan, maka pembahasan anggaran daerah itu akan berjalan tanpa DPR Aceh. Maka diprediksi dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2018 itu akan disahkan melalui menertibkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang akan dikeluarkan Irwandi Yusuf.

Kasus terlambatnya APBA Aceh dalam 10 tahun ini selalu terjadi.  Akibatnya rakyat akan kembali merasakan keterlambatan pelaksanaan serta pembiayaan proyek-proyek pemerintahan provinsi Aceh.

Konflik antara DPRA dengan Gubernur dan perangkat SKPA selalu saja terjadi pada saat RAPBA sudah mulai dibicarakan sampai ahirnya RAPBA akan disahkan menjadi APBA setelah melalui banyak drama politik sehingga menyedot perhatian publik Aceh. Masyarakat sebenarnya mulai bosan melihat tingkah anggota parlemen aceh yang selalu saja membuat akrobat politik ketika APBA akan disahkan.

Mencermati dinamika polemik RAPBA 2018, wartawan dialeksis.com, jaka rasyid, osi dan benny mencoba menelusuri yang dirangkum dalam Laporan liputan khusus yang diulas dalam beberapa bagian.

--------------------------


DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Pemerintah Aceh sampai saat ini belum menemukan kata sepakat soal Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Imbasnya dana APBA Rp 14,7 triliun itu belum disahkan.

Banyak faktor menganjal pengesahan anggaran Aceh tersebut. Di antaranya, karena DPRA hanya fokus pada fokus pada dana aspirasi dewan sebesar Rp 1,7 triliun yang dialokasikan dari total APBA. Seperti diungkapkan Wakil Ketua DPRA Irwan Djohan kepada pers, bahwa sebanyak 81 anggota DPRA hanya terfokus pada 1,7 triliun, dana APBA 2018 yang  dianggarkan untuk aspirasi dewan.

Mirisnya, seperti diungkapkan salah seorang anggota legislative lainnya, para anggota DPRA menginginkan dana aspirasi tersebut sebagai hibah yang diakomondir tanpa harus melalui mekanisme tertentu. Itu kemudian gubernur Aceh Irwandi Yusuf, menolak usulan dewan tersebut. Menurut Irwandi, bila dana aspirasi tidak jelas nomenklaturnya, sama saja memberi perangkap agar dia berkasus hukum karena menyetujui.

Gubernur Irwandi Yusuf, minta dana aspirasi itu diproses sesuai mekanisme dan aturan perundang-undangan. Oleh karena itu, pihak pemeritntah Aceh mengeluarkan SOP (standar operasional prosedur) tentang Desk Pembahasan Kegiatan Usulan Masyarakat 2018.

Dalam SOP sudah ditentukan dan dibagi mana usulan yang boleh dan mana yang dilarang. Untuk usulan yang dtandai dengan status "hijau" dibolehkan. Sedangkan usulan yang dilarang diberi status "merah". Misal, usulan infrastruktur yang berstatus "hijau, di antaranya jalan, jembatan, irigasi, drainase, masjid, rumah dhuafa, sumur bor, dan lain-lain. Tentu saja, dapat dilaksanakan dengan mengajukan terlebih dahulu proposal dengan ketentuan yang mengikat secara aturan.

Sementara, usulan berstatus "merah" atau yang tidak dibolehkan, seperti dana aspirasi (hibah) yang digunakan modal usaha, pengadaan buku, bantuan pendidikan perorangan, teratak, publikasi (pariwara), dan kendaraan bermotor. Inilah kemudian telah memicu polemic, karena ternyata hamper semua progam yang diusul anggota DPRA itu berstatus "merah".

Irwandi Yusuf, berkeyakinan bahwa RAPBA 2018 masih ada solusi untuk disahkan sebelum tenggat waktu. Artinya, masih ada jalan keluar bila semua sepakat demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat dan pembangunan Aceh. "Sebesar apa pun persoalannya, pasti ada jalan keluar, dan saya yakin mengenai hal itu," kata Irwandi Yusuf kepada wartawan, usai acara penyerahan DIPA 2018 kepada bupati, wali kota, intansi vertikal, dan SKPA, di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Desember 2017 lalu.

Tekait terhentinya pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2018 yang telah diajukan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), bulan Juli lalu kepada Banggar (Badan Anggaran) DPRA, menurut gubernur Irwandi, sebenarnya tidak perlu diubah. Karena banyak yang hampir sama dengan 15 program unggulan kami.

Sementara, Banggar DPRA menolak dokumen RKA pemerintah Aceh tersebut karena dinilai banyak program yang disul belum sesuai dengan draf dokumen RPJM. Kemudian, DPRA meminta kepada TAPA agar membuat dokumen KUA dan PPAS 2018 baru yang mengacu kepada 15 program unggulan gubernur terpilih dan memasukkan usulan aspirasi masyarakat yang masuk melalui anggota DPRA yang telah diserahkan kepada SKPA.

Seharusnya APBA 2018 sudah dapat disahkan pada 31 Desember 2017, namun akibat silang pendapat eksikutif dan legislatif itu yang dirugikan justru rakyat dan pembangunan. Karena APBA, satu-satu sumber untuk mensejahterahkan rakyat Aceh dan membiayai seluruh pembangunan selama lima tahun Aceh ke depan. Hal itu sebagaimana dikatakan, akademisi dan pengamat ekonomi dan pembangunan, Rustam Effendi, bahwa hampir setiap tahun APBA tersandera di DPRA.**



Keyword:


Editor :
HARIS M

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda