Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Dilema Pengusaha Akibat Corona

Dilema Pengusaha Akibat Corona

Selasa, 07 April 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi PHK .net.

Bukan hanya manusia yang jatuh bergelimpangan dan harus dikuburkan sesuai SOP kesehatan. Namun, seluruh sisi kehidupan berpengaruh besar akibat serangan corona. Lawan tak kasat mata ini telah membuat dunia porak poranda.  

Gerbang kemiskinan terbuka, sendi sendi ekonomi hancur. Rakyat tersengal sengal mencari sesuap nasi. Perusahaan akan gulung tikar, karyawan akan terkena PHK. Negara mengalami defisit, banyak pengeluaran untuk menanggulangi wabah, sementara pemasukan untuk menggerakan pembangunan tidak ada.

Pil pahit itu juga dirasakan Indonesia. Peperangan dengan corona sedang berlangsung, tidak ada kepastian kapan selesai. Bila persoalan Covid-19 terus berlarut, ancaman PHK besar besar dari sejumlah perusahaan akan terjadi.

Demikian dengan masyarakat yang hidup dalam pusaran ekonomi menengah ke bawah. Ancaman kelaparan ada di depan mata. Susahnya mencari sesuap nasi dirasakan oleh pekerja lepas. Hasil tetesan keringatnya hanya untuk dimakan sehari, kini perihnya kehidupan semakin terasa.

Semua sendi penghidupan terganggu. Negara mengalami defisit, dikabarkan saat telah mencapai Rp 843 trilyun. Sampai kapan wabah ini menghantui kehidupan manusia, khususnya di Bumi Pertiwi, dimana sudah pasti Aceh masuk di dalamnya.

Pelaku ekonomi di negeri ini mengakui sudah meresa “tersengal-sengal”. Aktifitas mati suri, sementara biaya operasional harus tetap dikeluarkan. Minimal untuk memikirkan nasib karyawan “ untuk bertahan hidup”.

Ancaman PHK

Bila Covid-19 terus berkepanjangan, peluang PHK karyawan akan terjadi. Khusus untuk Aceh, sampai kini belum ada informasi resmi tentang karyawan yang di PHK. Namun bila Covid-19 tidak tuntas dalam bulan ini, maka peluang PHK ada di depan mata.

“Dampak Covid-19 sangat luar biasa. Namun sampai saat ini saya belum ada informasi tentang PHK. Potensi ke sana cukup besar. Tergantung sampai kapan selesainya covid ini,” sebut Makmur Budiman, ketua Kadin Aceh, menjawab Dialeksis.com via selular.

“Kalau persoalan corona ini berlama lama baru selesai, bulan depan misalnya, udah ada yang mulai memberlakukan PHK. Kita bukan hanya membicarakan Aceh, namun dunia mengalaminya,” sebut Toke Makmur panggilan akrabnya.

Sebagai Kadin, Makmur mengakui dalam kondisi seperti ini, kebijakan pemerintah sangat menentukan kelangsungan denyut dari pengusaha. Pemerintah daerah dan pihak Perbankan untuk memikirkan resolusisasi masalah perbankan.

“Kami meminta pemerintah daerah dan perbankan untuk memikirkan resolusisasi masalah perbankan. Bisa dijadwalkan kembali masalah pembayaran bunga, tentang pinjaman pokok. Adanya kebijakan dalam pemberian kredit kembali dan lainya. Ini merupakan salah satu tugas pemerintah daerah dan pemerintah pusat, termasuk perbankan,” sebutnya.

Makmur mengakui negara saat ini mengalami defisit, angkanya agak besar akibat dari pusaran corona. Dari Informasi yang diperolehnya, Makmur menyebutkan negara mengalami depisit mencapai Rp 843 Trilyun.

Melihat perkembangan ini, harapan pemerintah dari sektor pajak untuk menggerakan pembangunan akan sulit. Sudah pasti pemasukan dari pajak dalam kondisi negeri seperti ini, pemasukanya akan terbatas. Untuk itu pemerintah harus meminta bantuan bank dunia atau IMF, untuk mengantisipasi perputaran gerakan di Indonesia, sebut Makmur.

Semua pengusaha, ekspor dan impor merasakanya. Di beberapa daerah semua bahan matrial didatangkan dari luar, dari China misalnya. Untuk masker saja di negeri ini masih terbatas, harus di datangkan dari luar.

Untuk itu pelaku UKM, UMKM, kiranya melihat persoalan ini, membuat masker dan sejumlah kebutuhan lainya yang dapat dilakukan. Melihat stabilitas ekonomi di Aceh, para pengusaha yang banyak dan marak di Aceh imbasnya sangat terasa.

“Ke depan bila persoalan Covid tidak tuntas, untuk persoalan THR saja sudah sangat rumit. Karena sejumlah perusahaan juga harus berinteraksi dengan masyarakat yang tergolong miskin di sekitarnya. Bila persoalan wabah ini tidak tuntas, PHK akan terjadi,” sebutnya.

Bagaimana pandangan ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Aceh tentang nasib pengusaha dalam serangan wabah corona ini. Nurcholis, ketua ISMI Aceh, dalam wawancara dengan Dialeksis.com menjelaskan, seberat apapun usaha yang dilakukan harus bergerak, walau hanya sedikit, jangan sampai down.

Dampak dari corona sudah sangat dirasakan oleh para pengusaha. Pengusaha besar, kecil, menengah, tentunya punya pondasi masing masing. Dalam situasi seperti ini pengusaha besar, tentunya akan mengalami dampak besar, namun karena memiliki pinansial untuk itu, tidak terlalu terasa.

Demikian dengan pengusaha menengah yang agak dibawah sedikit pengusaha besar. Namun yang paling terasa adalah pengusaha kecil. Pondasi finansialnya lemah. Pengusaha kecil berharap dari perputaran harian, mingguan atau bulan, maupun tahunan.

Apalagi pengusaha kecil ini berurusan dengan pihak ketiga, misalnya dalam mendapatkan modal untuk menggerakan usahanya. Sudah pasti sangat berdampak, sebut Nurcholis.

“Pengusaha kecil ini tidak tahu bagaimana kepastian untuk diri mereka sendiri, bagaimana mereka untuk dapat bergerak. Apalagi tidak ada kejelasan dan kepastian kapan covid akan berahir. Kalau mereka tahu kapan covid berahir, tentunya mereka pengusaha kecil akan menganalisa diri apa yang harus dilakukan,” jelasnya.

“Apakah mereka akan bertahan dengan usahanya, apa yang mau digerakan, atau mereka melakukan ekspansi dari usahanya melirik usaha yang lain. Namun ini menjadi kendala, karena tidak ada kepastian. Karena secara keseluruhan semuanya berdampak sangat massif,” sebutnya.

Pemutusan hubungan kerja besar besaran akan terjadi. Kita lihat perkembangan dalam triwulan kedua pemerintah mempridiksikan pertumbuhan nol persen. Sementara pada triwulan pertama walau rendah, namun ada kisaran angka 3 persen.

“Sudah pasti pemasukan negara juga berdampak. Dari hulu sampai ke hilirnya semuanya berdampak. Tentunya perusahaan besar juga berdampak dan akan terjadi PHK, karena tidak bisa lagi memberikan kontribusi kepada karyawanya,” jelas ketua ISMI Aceh ini.

“Harapan kami kepada pemerintah menciptakan stimulus. Seberat apapun dia, usaha itu harus bergerak, walau sedikit, jangan sampai down. Karena bila down, untuk bangkit kembali harus ada dongkrak tertentu,” jelasnya.

“Ada persoalan perbankan atau pajak. Nanti bila mau bangkit kembali, akan berhadapan dengan persoalan masa lalu. Kiranya pemerintah menciptakan stimulus, baik pemerintah pusat maupun daerah,” pintanya.

“Harus ada gugus tugas untuk melihat, agar pergerakan pengusaha ini tetap bergerak pada rel, walau terjadi keterlambatan. Kadin misalnya, atau ISMI, hanya bisa memberikan sugesti penguatan pengusaha, berbentuk himbauan. Bila ada kebijakan, instruksi pemerintah, itulah yang akan disampaikan kepada pengusaha,” sebutnya.

Kebijakan kebijakan itu harus menjadi keputusan pemerintah. Bila kebijakan itu telah ditetapkan, maka tugas ISMI harus menyampaikanya kepada pengusaha, agar para pengusaha dapat menyusun SOP bisnisnya, jelas Nurcholis.

Selain persoalan pengusaha yang “megap-megap”, pekerja lepas yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, di Aceh juga masih ada persoalan saat negeri ini dilanda wabah. Provinsi paling ujung barat Sumatra ini mencatat ada pencari kerja yang belum mendapatkan lapangan usaha untuk menghidupi diri.

Angka pencari kerja di negeri Serambi Mekkah ini terbilang tinggi. Sudah ada 70.000 pencari kerja yang mendaftarkan diri ke Disnaker dan Mobduk Aceh. Namun dari angka pendaftaran ini, sekitar 63.200 sudah terverifikasi.

“Sudah ada 63.200 pencari kerja yang mendaftar sebagai penerima manfaat kartu prakerja, selama negeri ini dilanda wabah Covid-19. Semua data itu sudah dikirim ke Kemenaker di Jakarta,” sebut Iskandar Syukri, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, menjawab media, Senin (6/4/2020).

Menyinggung tentang PHK yang dilakukan perusahaan, Kadis Dinasker Aceh mengakui sampai saat ini belum ada laporan tentang perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun Iskandar Sukri mengakui, ada salah satu hotel yang melaporkan tentang karyawanya yang dirumahkan, namun belum melakukan PHK.

Aceh Punya Semangat Juang Tinggi Menghadapi Bencana

Aceh pernah mendapatkan bencana yang lebih parah dari wabah corona. Namun semangat juang orang Aceh tinggi untuk bangkit. Musibah yang lebih besar itu mampu dihadapi rakyat Aceh dan berhasil bangkit.

“Kalau saya pikir, kita di Aceh ini sudah pernah mengalami bencana yang jauh lebih besar dari pada wabah corona. Menurut saya tsunami itu lebih dahsyat, namun orang Aceh mampu menghadapinya. Kalau tidak kuat mentalnya untuk bangkit, bukan orang Aceh namanya,” sebut Tommy, pemilik Restoran Canai Mamak.

Pernyataan itu disampaikan Tommy menjawab Dialeksis.com, seputar usahanya disaat negeri ini dilanda wabah corona. Dia mengakui usahanya tetap dibuka, walau karyawanya dibatasi, untuk mengurus bersih bersih restoran.

“Karyawan saya, untuk sementara saya rumahkan. Tidak saya benarkan pulang ke kampung, kalau pulang kekampung dalam situasi seperti ini nanti jadi masalah,” sebut Tommy.

Untuk itu, Tommy harus ikat pinggang, memberikan gaji karyawanya, setengah dari biasanya yang diterima mereka setiap bulan. Tommy mengakui usahanya masih “tutup” demi menghindari keramaian, aktifitasnya belum berdenyut. 

Dia harus menganti orang untuk menjaga toko tempat usahanya, agar restoranya tidak tutup. Harus disubsidi lagi untuk 5 orang, untuk mengurus kebersihan tempat usahanya. Tommy memiliki dua tempat usaha Canai Mamak di Jalan Teuku Umar dan jalan Prof. Ali Hasimy, Banda Aceh. 

Sementara karyawanya harus dirumahkan, mereka menerima gaji setengah setiap bulanya. Jumlah karyawanya lebih 40 dari orang di dua tempat usaha ini. Tommy punya semangat tinggi dalam menggeluti usahanya, walau serba tak menentu saat dilanda wabah.

“Harapan kami sederhana, agar pemerintah memikirkan bagaimana rakyat Aceh dapat beraktifitas kembali, segala usaha dapat berjalan lancar. Kehidupan ekonomi masyarakat dapat berputar,” sebutnya.

Tommy mengakui masih ragu ragu membuka usahanya, walau pemerintah sudah mencabut pemberlakukan jam malam. Dia melihat keadaan dulu, walau warung warung kopi udah beraktifitas. Untuk sementara dia mengaji orang untuk sementara menjaga tokonya.

“Kecemasan karyawan juga ada, makanya semuanya perlu pertimbangan. Karyawan saya loyalitasnya tinggi, tidak mungkin saya pilih kasih dalam memperkerjakan mereka. Ada yang dirumahkan ada yang kerja, itu tidak adil. Mereka semuanya butuh makan, menghidupi diri,” sebutnya.

Apakah dibuka habis lebaran, pengusaha Canai Mamak ini mengakui menganalisanya lebih terperinci. Belum bisa dipastikan. Namun walau demikian, Tommy punya semangat baja dalam menekuni bisnisnya dan dia berkeyakinan dapat bangkit lagi.

“Saya optimis. Orang Aceh itu memiliki mental juang yang tinggi. Virus ini kan wabah dan harus dihadapi. Tsunami saja, musibah yang sangat besar, orang Aceh mampu menghadapinya. Orang Aceh itu memiliki mental yang kuat. Kalau tidak kuat mentalnya untuk bangkit, bukan orang Aceh namanya,” sebut Tommy.

Tommy juga menghimbau, jangan selalu menyalahkan pemerintah. Pemerintah banyak yang diurusnya. Bukan hanya mengurus yang ini saja. Banyak yang diurus pemerintah. Saya punya keyakinan, kita pasti mampu mengatasi musibah ini. Tsunami saja yang dahsyat, rakyat Aceh itu kuat dan terbukti bisa bangkit, sebutnya.

Negeri ini sedang menghadapi persoalan besar tentang kehidupan rakyat banyak. Wabah yang menyapu bumi, telah membuat seluruh sisi kehidupan memiliki dampak yang sangat besar. Bukan hanya soal ancaman kematian, bila terkena wabah, namun persoalan tatanan ekonomi turut tercabik cabik.

Ancaman hilangnya sumber pencari rejeki bagi sebagian besar penduduk negeri ini sudah ada dipelupuk mata, bila corona tidak terselesaikan dalam waktu dekat. Saat ini saja, mereka yang masuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah, sudah merasakan sayatan yang perih dalam memenuhi kebutuhan keluarga untuk bertahan hidup.

Bila persoalan corona masih panjang, ancaman hilangnya pekerjaan semakin melebar. Semoga peperangan dengan wabah ini cepat berahir, sehingga hilangnya sumber pekerjaan tidak terjadi. PHK besar-besaran tidak melanda negeri ini.

Rakyat Aceh harus bangkit, karena orang Aceh dikenal dengan semangat juang yang tinggi. Tsunami buktinya, orang Aceh mampu bangkit dari pusaran prahara. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda